Mohon tunggu...
Risya AR
Risya AR Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

BPJS Kesehatan Defisit, Salah Siapa?

25 Maret 2017   17:51 Diperbarui: 14 Agustus 2017   14:54 3203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerintah yang menanggung SJSN ini bukan hanya pemerintah pusat, namun juga pemerintah daerah. Contohnya, Pemprov DKI Jakarta telah menetapkan Rp800 miliar untuk membantu 3 juta warga DKI Jakarta yang juga menjadi peserta PBI. Ya, sebanyak itu dana yang harus dikeluarkan dalam dunia kesehatan. Mungkin akan timbul kekhawatiran dari penggunaan dana ini. Tetapi, bila kita tinjau dari sistem asuransi diberlakukan oleh BPJS ini, sebenarnya sistemnya adalah asuransi sosial, bukan komersial. Salah satu perbedaan dari kedua asuransi ini adalah asuransi sosial tidak mencari profit atau keuntungan. Maka, sebenarnya adalah kewajiban juga bagi pemerintah untuk mendanai peserta PBI agar tujuan dari SJSN juga tercapai. Untuk pengelolaan dananya, mari kita kawal saja dengan terus mengikuti perkembangannya di web www.bpjs-kesehatan.go.id

3. Optimalisasi Usaha Preventif-Promotif

Mungkin kita akan bingung mengapa banyak sekali dana yang dikeluarkan. Tapi, sekali lagi, biaya penyembuhan suatu penyakit memang mahal. Kita sering mendengar Lebih baik mencegah daripada mengobati. Selain karena akan ada rasa sakit dari penyakit itu, biaya yang dikeluarkan juga lebih besar untuk mengobati penyakit. Oleh karena itu, sebenarnya belakangan BPJS juga mengupayakan kegiatan pencegahan penyakit seperti deteksi dini penyakit kanker serviks.

4. Mengoptimalkan Pembayaran dan Meningkatkan Kepesertaan JKN

Bekerja sama dengan instansi lain paling sering dilakukan BPJS agar para anggota dari instansi tersebut memiliki JKN dan pembayarannya dapat dimonitor oleh instansinya. Jadi, hal ini dapat meminimalisir terjadinya penunggakan. Contohnya adalah kerja sama degan Kemenristekdikti belum lama ini. Selain itu, BPJS juga mulai memberlakukan penon-aktifan kepesertaan pasien yang tidak membayar.  Hal ini baru dilakukan karena mulai ada peserta yang jarang sekali membayar, tetapi membutuhkan dana untuk pengobatan penyakitnya. Namun, setelah sembuh, ia kembali tidak membayar lagi. Memang penon-aktifan ini bukanlah solusi yang paling baik, tetapi sebenarnya juga untuk mencegah peningkatan defisit ini lagi.

Poin-poin di atas mungkin terlihat sangat idealis bagi orang-orang, terutama karena pelayanan pasien JKN yang telah dicap kurang bagus. Saya secara pribadi penasaran dengan kenyataan aslinya di lapangan itu seperti apa. Dari rasa penasaran ini, saya mewawancarai salah satu pegawai BPJS dan peserta JKN-KIS secara nonformal.

Pegawai BPJS yang saya wawancarai pernah bekerja di bagian pelayanan di kantor cabang dan rumah sakit secara langsung. Hasil wawancara saya dengan beliau adalah ia berkata bahwa keluhan-keluhan seputar pelayanan di RS bagi para pengguna BPJS sudah jauh berkurang dibandingkan dahulu. Bilapun ada, keluhan itu akan langsung diproses dan dilihat darimana sumber keluhan itu. Bila sumbernya dari RS, maka akan didiskusikan dengan RS yang bersangkutan. Ia berkata, keluhan apapun, terutama diskriminasi, sebaiknya langsung diinformasikan ke kantor cabang terdekat atau ke pusat di nomor: 1500400.

Dari wawancara beberapa peserta JKN, saya mendapat jawaban yang beragam, namun sebagian besar merasa puas. Yang pertama, ia tidak sedang memakai JKN, namun saudaranya yang menderita penyakit pada ginjalnya hingga membutuhkan cuci darah rutin sangat puas dengan pelayanannya. Ia tidak dipungut biaya untuk cuci darahnya. Peserta berikutnya adalah peserta yang rutin memakai JKN, namun belum pernah dirawat inap di RS. Tetapi secara keseluruhan ia dan keluarganya merasa puas dan selalu memakai JKNnya untuk berobat. Berbeda dengan kedua peserta tersebut, peserta ketiga yang saya wawancarai pernah mengalami diskriminasi dalam proses rujukannya di salah satu RS. Namun saat itu ia tidak melapor karena ia hanya fokus agar diobati saja.

Dari pengamatan yang telah saya lakukan, menurut saya tidak salah juga bila BPJS dan pemerintah sedang berusaha memperbaiki sistem ini. Memang belum sepenuhnya baik, perhitungan dan pengawasannya masih perlu diperhatikan. Namun peningkatan pelayanan dan mutu kesehatan di Indonesia juga tidak bisa dicapai dengan cepat hanya dengan mengandalkan pemerintah dan BPJS saja. Kekurangan pasti masih ada, maka dari itu, kontribusi masyarakat pun harus diikutsertakan.

Karena mungkin topiknya sudah sedikit melenceng, saya ingin meluruskan kembali topiknya ke persoalan defisit BPJS. Masih seputar persoalan kontribusi masyarakat, sebenarnya pasti akan ada kontra.

Masyarakat itu sudah banyak yang tidak mampu, masa harus pusing lagi ikut mengatasi defisit BPJS?

Sebenarnya ada hal kecil yang dapat dilakukan oleh masyarakat. Tidak sulit, yaitu hanya dengan membuka mata. Menjaga diri agar tidak langsung terhasut oleh perkataan-perkataan buruk juga salah satu cara kita untuk membuka mata. Pastikan terlebih dahulu. Bila melihat tindakan atau merasakan secara langsung perbuatan seperti diskriminasi oleh tenaga kesehatan, maka buka mata juga. Laporkan. Jangan menutup mata. Dengan melapor, anda telah membantu meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.

Sebenarnya hal yang paling diharapkan dari mengatasi defisit ini adalah dengan kontribusi seluruh lapisan masyarakat. Tujuan SJSN pada awalnya adalah menjamin kehidupan sosial yang layak bagi setiap orang. Tetapi, apakah bisa tujuan ini tercapai tanpa kontribusi dari golongan yang mampu? Hal inilah yang seringkali terlupakan karena BPJS yang dicap kurang bagus. Padahal bila kita membuka mata, masihkah hal itu berlaku?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun