Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak yang disebabkan oleh kekurangan gizi dalam jangka waktu panjang, terutama pada 1000 hari pertama kehidupan, yang meliputi periode kehamilan hingga usia dua tahun. Di Indonesia, stunting menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat yang paling signifikan.Â
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), prevalensi stunting pada balita Indonesia pada tahun 2023 masih sekitar 24,6%. Meskipun angka ini menunjukkan penurunan, angka tersebut masih jauh dari target yang ditetapkan oleh World Health Organization (WHO), yaitu di bawah 20%.
Stunting berpengaruh tidak hanya pada perkembangan fisik anak, tetapi juga berdampak besar pada perkembangan otak, kecerdasan, kapasitas intelektual, dan produktivitas anak di masa depan. Anak-anak yang mengalami stunting berisiko lebih tinggi untuk memiliki prestasi akademik yang lebih rendah, lebih rentan terhadap penyakit, serta memiliki potensi produktivitas yang terbatas ketika mereka dewasa.
Penyebab utama stunting dapat dibagi menjadi beberapa faktor, baik langsung maupun tidak langsung, yang berhubungan erat dengan pangan, gizi, kesehatan, serta lingkungan sosial. Berikut adalah faktor-faktor penyebab utama stunting:
Â
Kekurangan Gizi: Ibu hamil yang kekurangan asupan gizi yang cukup akan melahirkan anak dengan berat badan lahir rendah (BBLR), yang meningkatkan risiko stunting. Begitu juga dengan anak-anak yang tidak mendapatkan makanan bergizi, terutama pada 1000 hari pertama kehidupan, akan mengalami gangguan pertumbuhan.
Â
Kurangnya Akses terhadap Pangan Bergizi: Banyak keluarga, terutama yang tinggal di daerah terpencil atau dengan tingkat kemiskinan yang tinggi, kesulitan mengakses makanan bergizi, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Mereka sering kali bergantung pada makanan pokok seperti nasi, yang rendah mikronutrien, dan kurang mengonsumsi sumber protein, vitamin, dan mineral.
Â
Kurangnya Perawatan Kesehatan yang Memadai: Akses terhadap layanan kesehatan yang terbatas, terutama di daerah pedesaan, menyebabkan banyak ibu hamil dan anak-anak balita tidak mendapatkan perawatan yang memadai, termasuk pemantauan gizi, imunisasi, dan pelayanan kesehatan dasar lainnya.
Â
Faktor Sosial dan Ekonomi: Kemiskinan, pendidikan yang rendah, dan pola pikir yang kurang tepat mengenai gizi dan kesehatan turut memperburuk masalah stunting. Orangtua yang tidak memiliki pemahaman yang cukup tentang pentingnya pemberian ASI eksklusif atau makanan bergizi, misalnya, cenderung tidak memberikan perawatan yang optimal bagi anak mereka.
Untuk menanggulangi stunting, salah satu pendekatan yang paling efektif adalah dengan meningkatkan ketahanan pangan dan akses terhadap gizi yang cukup. Langkah-langkah berikut dapat diambil untuk mencapainya:
Peningkatan Ketahanan Pangan di Tingkat Masyarakat
Ketahanan pangan merupakan kondisi di mana seluruh masyarakat memiliki akses terhadap pangan yang cukup, bergizi, aman, dan terjangkau. Berikut adalah langkah-langkah penting untuk meningkatkan ketahanan pangan:
Â
Pengembangan Produksi Pangan Lokal yang Beragam. Di Indonesia, banyak daerah yang memiliki potensi besar untuk mengembangkan pangan lokal yang bergizi. Misalnya, ubi jalar, tempe, ikan, dan sayuran hijau adalah sumber pangan yang sangat bergizi dan mudah ditemukan di banyak daerah.Â
Pemerintah dapat mendorong petani untuk menanam tanaman yang bernutrisi dan meningkatkan hasil pertanian melalui teknologi pertanian yang ramah lingkungan, seperti pertanian organik dan pertanian berbasis hidroponik.
Â
Diversifikasi Pangan di Keluarga. Pola makan di banyak keluarga Indonesia masih terpusat pada nasi sebagai makanan pokok. Untuk itu, penting untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya diversifikasi pangan yang melibatkan konsumsi lebih banyak sayuran, buah-buahan, protein nabati, serta ikan dan daging yang mengandung asam lemak omega-3 dan mikronutrien penting lainnya.Â
Penyuluhan gizi di tingkat desa atau kelurahan menjadi kunci untuk mengubah kebiasaan makan masyarakat.
Â
Peningkatan Infrastruktur Distribusi Pangan. Daerah-daerah terpencil sering kali kesulitan mengakses pangan bergizi yang terjangkau. Oleh karena itu, perlu adanya perbaikan infrastruktur distribusi pangan agar produk pangan bergizi dari daerah penghasil pangan dapat sampai dengan harga yang wajar ke daerah-daerah yang membutuhkan.
Â
Program Pemberian Makanan Bergizi
Salah satu cara yang efektif untuk mencegah stunting adalah dengan memberikan makanan bergizi tambahan kepada ibu hamil, ibu menyusui, dan anak-anak, terutama mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Â
Pemberian Makanan Tambahan (PMT). Program PMT merupakan program yang memberikan makanan bergizi tambahan kepada ibu hamil, ibu menyusui, dan balita untuk mencegah kekurangan gizi. Pemerintah dapat memperluas jangkauan program ini, memastikan bahwa makanan yang diberikan memenuhi standar gizi yang tepat, dan memastikan distribusinya sampai ke daerah-daerah yang paling membutuhkan.
ASI Eksklusif dan Pemberian MP-ASI yang Tepat. ASI eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupan adalah fondasi terbaik untuk mencegah stunting. Program pemerintah untuk mempromosikan ASI eksklusif harus lebih digencarkan, dengan memberikan pelatihan kepada ibu-ibu tentang pentingnya ASI dan cara pemberian ASI yang benar. Setelah 6 bulan, pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat juga sangat krusial untuk memenuhi kebutuhan gizi anak.
Edukasi dan Penyuluhan Gizi di Masyarakat
Salah satu penyebab stunting adalah kurangnya pengetahuan orangtua, terutama ibu, mengenai gizi yang baik. Oleh karena itu, edukasi gizi menjadi salah satu strategi penting dalam menanggulangi stunting.
Edukasi tentang Gizi pada 1000 Hari Pertama Kehidupan. Orangtua, terutama ibu, perlu diberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai pentingnya pemenuhan gizi pada masa kehamilan dan dua tahun pertama kehidupan anak. Program penyuluhan di posyandu, sekolah-sekolah, dan komunitas sangat dibutuhkan untuk memberikan pengetahuan tentang makanan yang bergizi dan cara menyajikan makanan yang sehat.
Pemberdayaan Kader Posyandu dan Petugas Kesehatan. Petugas kesehatan dan kader posyandu yang terlatih di tingkat desa atau kelurahan dapat berperan sebagai agen perubahan dalam memberikan edukasi tentang pemberian makanan yang tepat, pengawasan status gizi, dan pentingnya imunisasi. Dengan pelatihan yang baik, kader posyandu dapat membantu mendeteksi masalah gizi pada anak-anak lebih dini dan memberikan intervensi yang tepat.
Â
Kolaborasi antara Pemerintah, Sektor Swasta, dan Masyarakat
Penanggulangan stunting bukanlah tugas pemerintah saja, tetapi membutuhkan kerjasama yang erat antara berbagai pihak:
Pemerintah harus mengalokasikan anggaran yang cukup untuk program-program gizi dan ketahanan pangan, memperbaiki infrastruktur distribusi pangan, serta mengatur kebijakan yang mendukung produksi dan konsumsi pangan bergizi.
Sektor Swasta, termasuk perusahaan pangan, harus berperan dalam menyediakan makanan yang sehat dan bergizi, serta mendukung program-program sosial yang berkaitan dengan pengentasan kemiskinan dan peningkatan kualitas gizi masyarakat.
Masyarakat harus dilibatkan dalam setiap tahap upaya penanggulangan stunting, mulai dari pelatihan gizi hingga pengawasan program-program bantuan pangan.
Â
Peningkatan ketahanan pangan dan akses terhadap gizi yang baik merupakan langkah fundamental dalam mencegah dan menanggulangi stunting. Kebijakan yang mendukung produksi pangan bergizi, distribusi yang merata, program pemberian makanan bergizi, dan edukasi gizi yang terus-menerus kepada masyarakat dapat membantu menciptakan generasi yang lebih sehat, produktif, dan berdaya saing.
Jika Indonesia berhasil meningkatkan ketahanan pangan dan memperbaiki status gizi, maka masalah stunting yang menghambat perkembangan anak-anak akan berkurang, dan kita bisa menciptakan masa depan yang lebih cerah bagi generasi mendatang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H