Mohon tunggu...
Anisa Nurwahida
Anisa Nurwahida Mohon Tunggu... Lainnya - WNI

Suka mendengarkan lagu One Direction

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pemandu Mimpi

28 September 2024   00:55 Diperbarui: 28 September 2024   02:46 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Aku menatapnya. Aku tidak ingin Amel dan Theo mendengarnya.


“Ini mimpimu. Kau bebas melakukan yang kamu inginkan.”


Aku berpikir sejenak. Apakah aku bisa membuat diriku terlihat bersih, rapi, dan wangi seketika?


Chloe mengangguk. “Ini mimpimu.”


Sedetik kemudian secercah cahaya datang menghampiriku dan refleks membuatku memejamkan mata karena silaunya. Semakin dekat cahaya itu datang, rasanya angin sepoi-sepoi ikut datang juga menghampiriku. Namun, perlahan cahaya tersebut bersama dengan angin sepoi-sepoinya mulai hilang. Pakaianku sudah berganti dengan sendirinya. Di depanku terlihat rerumputan hijau di tepi sungai, Amel yang sedang duduk di karpet sambil menyendok nasi, serta Theo yang sedang menyiapkan piring untuk membuat salad. Bagaimana ini bisa terjadi, Chloe?


“Ini mimpimu. Kau bebas melakukan yang kamu inginkan. Chloe is ready to process magazines.”


Kemudian, aku bergabung dengan sahabat-sahabatku. Kami mengobrol, bercanda, tertawa, dan berbagi makanan bersama. Setelah merasa kenyang, kami memutuskan untuk duduk di dekat sungai seperti biasa. Kami duduk dengan posisi kaki menjuntai ke arah air sungai. Posisiku berada di tengah di antara Amel dan Theo. Keseruan kami terus berlanjut. Kami mengambil foto menggunakan kamera, menertawai foto yang hasilnya buruk, lalu kami memutuskan untuk bermain air. Kami menyipratkan air satu sama lain. Teriakan kami mengisi penuh tempat ini. Beruntung, tempat ini memang tidak pernah ramai. Saat ini, hanya kami bertiga yang datang ke tempat ini. Aku terlalu asyik bermain dengan mereka hingga aku tidak sadar kakiku mendorong punggung Amel yang sedang merunduk untuk mengambil air yang akan dicipratkan ke arahku dan Theo. Hal itu membuat Amel jatuh ke sungai. Aku dan Theo sangat panik. Kepanikan bertambah saat Amel berteriak bahwa ia tidak bisa berenang. Kepalanya terkadang muncul ke permukaan dan terkadang tenggelam. Ia berusaha berkata hal lain, namun kami berdua tidak ada yang dapat memahami perkataannya karena kepalanya kembali tenggelam.


Di tengah kepanikan, aku teringat pemandu mimpiku. Bagaimana ini, Chloe?


“Jangan kuatir. Ingat, ini mimpimu. Kau bebas melakukan yang kamu inginkan. Chloe is ready to process magazines.”


Ya, benar juga. Kenapa aku harus kuatir? Ini mimpiku, bukan? Tidak ada yang perlu dikuatirkan saat ini. Aku bebas menentukan seperti apa mimpiku, bukan? Aku ingin Amel bisa berenang agar ia tidak tenggelam.


“Tidak bisa. Seseorang membangunkanmu di dunia nyata,” kata Chloe.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun