Namaku Raya, aku terlahir ke dunia ini tanpa sempat melihat dan merasakan sentuhan seorang Ibu. Ya, Ibu meninggal saat melahirkanku karena pendarahan hebat yang dialaminya. Aku dibesarkan oleh seorang Bapak yang luar biasa, Bapak yang tangguh, Bapak yang selalu berusaha menjadi pribadi yang tegas sebagai figur Ayah sekaligus pribadi yang lembut sebagai sosok Ibu.
Sampai detik ini sepertinya tidak pernah terbersit dalam pikiran Bapak untuk mencari pengganti Ibu. Aku pun bisa merasakan, Bapak masih sangat mencintai Ibu.
Bapakku bekerja sebagai seorang security di salah satu perusahaan dengan gaji yang tidak terlalu besar. Bahkan terkadang gajinya pun tidak bisa mencukupi kebutuhan kami setiap bulan. Bapak masih harus mencari pekerjaan sampingan di sela waktu kosongnya untuk mendapatkan penghasilan tambahan.
Tapi satu hal yang selalu membuatku bangga dengan sosok Bapak. Beliau selalu mengajarikanku untuk selalu berbagi, memberi, menyantuni meskipun dalam keadaan tidak berlebih. Bahkan setiap hari Jum'at Bapak tidak pernah absen mengikuti program rutin menebar nasi bungkus di jalanan. Kata Bapak kita tidak akan jatuh miskin hanya karena berbagi.
Cita-cita tertingginya hanya satu, Bapak ingin menyekolahkanku sampai ke jenjang perguruan tinggi, itu yang selalu berulang-ulang beliau katakan. Sangat bertolak belakang dengan keinginanku saat ini. Kalau bukan Bapak yang memintaku untuk terus sekolah, saat ini aku sudah berhenti dan bekerja dimanapun untuk bisa meringankan beban Bapak.
Tak adil rasanya melihat Bapak banting tulang setiap hari hanya untuk mengejar cita-citanya yang aku sendiri tidak terlalu berharap bisa terwujud. Aku hanya ingin Bapak bahagia di usianya yang sudah menjelang senja.
Bapakku seorang pribadi yang sangat menyenangkan, humoris bahkan boleh dibilang usil. Beliau juga terkadang bisa menjadi seorang cheff yang hebat, menyiapkan sarapan sebelum aku berangkat sekolah. Seperti membuatkan dadar telur yang sedikit menghitam karena hampir gosong dengan rasa yang tidak bersahabat dengan lidah karena terlalu banyak garam.
Hal-hal seperti itu yang justru menghadirkan banyak sekali tawa di tengah-tengah kami. Uniknya kami pun sering berkirim surat meskipun tinggal dalam satu rumah. Saat Bapak harus pulang larut malam, aku sering menyiapkan makan malam lengkap dengan surat cinta yang aku tulis untuknya sebelum aku tidur,
"Pak, maaf ya menu malam ini cuma sama tempe soalnya telornya habis. Tehnya juga tawar sengaja biar Bapak gak terlalu banyak minum yang manis-manis, takut Diabets (alibi sih hehe... gula putihnya juga habis pak) Â Jangan lupa sebelum tidur Bapak bersihin badan dulu ya. - RAYA -"
Saat aku terbangun surat itu pasti sudah terbalas dengan celotehnya yang unik,
"Tempe goreng spesial terenak yang pernah Bapak makan, makasih ya nak. Semalam Bapak ngeteh sambil liat anak gadis tidur dengan iler yang tumpah ke bantal, aaahhhh manisnya lebih dari gula. - BAPAK -"
Entah sudah berapa surat yang kami tulis setiap hari, tapi itu adalah cara kami berbagi kebahagiaan setiap hari dengan cara yang sederhana.
Pagi itu aku melihat Bapak pergi bekerja tanpa sepatu, beliau hanya mengenakan sandal jepit berwarna biru. Saat aku bertanya kenapa, beliau hanya menjawab kakinya sedang sakit jadi Bapak diijinkan untuk bertugas tanpa sepatu sampai kakinya sembuh.
Aku perhatikan dari jauh kaki Bapak sepertinya baik-baik saja tapi ya sudah mungkin memang benar kaki Bapak sedang sakit dan tidak nyaman disaat harus bersepatu. Pemandangan itu terus berlangsung selama beberapa hari sampai aku menyarankan Bapak untuk berhenti bekerja sampai kaki Bapak benar-benar sembuh.
Tapi seperti biasa, beliau pasti menolak dan tetap pergi bekerja. Disaat seperti inilah aku seringkali merasa sedih, merasa tidak mampu berbuat lebih untuk meringankan beban Bapak. Andai saja aku sudah bisa menghasilkan uang sendiri, aku ingin Bapak menikmati masa tuanya di rumah tanpa harus bekerja.
Saat libur sekolah tiba aku memutuskan untuk membersihkan rumah sekaligus merubah posisi beberapa ruangan untuk mencari suasana baru. Kebetulan Bapak baru saja pergi bertugas jadi aku sangat leluasa untuk mulai berkatifitas. Rumah kami tidak terlalu besar, rumah sederhana dengan bangunan tua yang terus kami rawat.
Satu persatu ruangan aku bersihkan dan terakhir aku masuk ke kamar Bapak, sangat semrawut dengan beberapa baju yang tercecer di beberapa tempat dan isi lemari yang juga sangat tidak tertata dan berantakan.
Semenjak ujian kemarin waktuku memang sangat terkuras untuk belajar dan belajar. Jadi dalam 2 minggu terakhir ini aku memang tidak pernah masuk ke kamar Bapak untuk sekedar membereskan tempat tidurnya atau mengambil beberapa baju cucian.
Aku mulai menggeser beberapa benda, menyapu, merapikan meja sampai kolong tempat tidur yang jarang sekali terjamah. Tak sengaja aku melihat keresek berwarna hitam tepat di bawah tempat tidur Bapak. Entah kenapa rasa ingin tahuku cukup besar untuk melihat isi di dalamnya.Â
Perlahan kubuka, seketika itu  air mataku tak tertahan. Rupanya sepatu Bapak rusak, Bapak sengaja berbohong dengan kondisi kakinya untuk menutupi keadaan sebenarnya. Bapak belum mampu untuk membeli sepatu baru karena baru saja Bapak harus membayar SPP ku yang sudah tertunggak agar aku bisa mengikuti ujian sekolah. Tangisku tak tertahan sambil terus memeluk sepatu Bapak yang rusak.
Bismillahirrohmanirrohiim, aku pecahkan celengan tanah liatku yang sengaja aku beli beberapa bulan yang lalu. Setiap hari aku sisihkan uang bekalku yang tidak seberapa untuk aku masukan ke dalam celengan tersebut. Setidaknya, Bapak tidak harus menanggung biaya kuliahku sendiri disaat aku lulus nanti dan masuk ke perguruan tinggi sesuai keinginannya.
Yang aku tahu, biaya masuk ke perguruan tinggi itu cukup mahal, bahkan terlampau mahal untuk aku dan Bapak. Saat itulah aku bertekad untuk menabung meskipun dengan jumlah nominal yang kecil setiap harinya. Tapi saat ini Bapak butuh sepatu, mudah-mudahan saja isi celengan ini cukup untuk membelikan Bapak sepatu baru.
Satu persatu kurapikan beberapa uang kertas dan koin yang sudah terkumpul. Aku mulai hitung perlahan dengan sedikit cemas jangan-jangan uang tabunganku tidak cukup untuk membelikan Bapak sepatu baru. Kuambil handphone dan mulai membuka salah satu onlineshop ternama yang baru pertama kalinya aku buka. Untung saja sisa kuotaku masih tersisa selepas mengikuti ujian sekolah kemarin.
Aku tulis di kolom pencarian "sepatu security" dan munculah beberapa pilihan dengan harga yang beragam. Nyaris putus asa karena harganya yang ternyata memang cukup mahal, mungkin itu salah satu alasan Bapak untuk memilih menunda membeli sepatu baru karena kondisi keuangannya yang belum memungkinkan.
Tiba-tiba aku melihat sebuah sepatu dengan harga yang bisa aku jangkau karena uang yang terkumpul nampaknya cukup untuk membeli sepatu tersebut. Aku ikuti cara pemesanan, pembelian sampai harus pergi ke salah satu mini market untuk melakukan pembayaran.
Masih teringat dengan jelas saat petugas kasir menerima uang pembayaranku dengan wajah yang sedikit kesal karena harus menghitung beberapa lembar uang pecahan 2 ribu ditambah banyak sekali uang koin. Â Semoga saja tidak ada kesalahan karena ini baru pertama kalinya aku membeli sesuatu dengan cara online.
Setiap hari aku menunggu dengan cemas, khawatir pesananku tidak sampai dan aku membuang uang dengan percuma. 3 hari yang cukup membuatku menunggu dalam ketidak pastian. Sampai akhirnya siang itu aku mendengar suara motor berhenti tepat di depan rumah.
Kulihat di balik jendela kamar, seorang lelaki mengenakan jaket berwarna merah dan biru bertuliskan JNE membawa sebuah kotak masuk ke halaman rumahku. Bergegas aku berlari menghampirinya.
"Siang, ada peket atas nama mbak Raya" sapanya dengan ramah.
Aku langsung mengambil sebuah kotak yang dikemas dengan begitu rapi, tak sabar rasanya ingin segera membuka isi di dalamnya. Setelah petugas kurir berpamitan, akupun langsung bergegas menuju rumah dan segera membuka isi paket yang baru saja aku terima. Bahagia rasanya ternyata isi di dalam kotak tersebut sesuai dengan apa yang aku pesan. Warna, bentuk, ukuran, semuanya sesuai. Semoga saja Bapak suka....
Malam itu sebelum masuk ke dalam kamar, aku siapkan makan malam lengkap dengan surat cinta seperti biasa yang aku simpan di atas kotak yang berisi sepatu baru untuk Bapak.
"Telor spesial untuk Bapak tanpa micin lengkap dengan teh manis. Mulai besok kaki Bapak harus sembuh yaa, masa iya sepatu barunya mau dianggurin hehe - RAYA --"
Seseorang membangunkanku saat terlelap. Dalam keadaan setengah sadar aku melihat seorang laki-laki berdiri di hadapanku mengenakan seragam security lengkap.
"Lapor komandan, kaki saya sudah sembuh"Â
Seketika aku tersadar Bapak berdiri berseragam lengkap dengan mengenakan sepatu yang baru saja aku belikan. Akupun langsung berdiri tegap di hadapan Bapak.
"Lanjutkan!" ucapku lantang.
Bapakpun langsung memelukku erat dan menangis. Tak henti Bapak mengucapkan terima kasih dan meminta maaf karena telah berbohong untuk menutupi keadaan yang sebenarnya.
"Bapak, apapun akan Raya lakukan untuk membahagiakan Bapak seperti halnya Bapak selalu berjuang untuk kebahagiaan Raya. Raya akan terus berusaha berbagi kebahagiaan dengan Bapak meskipun dengan keterbatasan dan cara yang sederhana. Terima kasih sudah menjadi Bapak yang hebat buat Raya. Raya akhirnya tahu, bahagia itu bukan tentang materi yang berlimpah, tapi tentang tawa yang selalu dihadirkan lewat cara-cara yang sederhana seperti apa yang sering Bapak lakukan untuk Raya. Seandainya Raya diberikan kesempatan oleh Tuhan untuk terlahir kembali ke dunia, Raya akan tetap meminta untuk terlahir sebagai anak Bapak. Buat Raya, kebahagiaan yang selalu Bapak hadirkan buat Raya sudah lebih dari apapun di dunia ini. Raya sayang Bapak  - RAYA -"
Mulailah berbagi hal-hal sederhana dengan orang-orang  yang paling dekat dengan kita. Karena kita tidak akan pernah tahu berapa lama dan berapa banyak Tuhan akan memberikan kita kesempatan. Sebelum terlambat dan sebelum kita hanya bisa meratapi penyesalan seumur hidup kita.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI