Contohlah India yang bisa mematok harga tes PCR cuma Rp 58 ribu. Sementara di Indonesia paling murah sekitar Rp 500 ribu. Â Â
Jadi semestinya Satgas Covid, yang begitu menggebu-gebu menyatakan, semua penumpang pesawat Jawa dan Bali harus PCR, harus diberi tanggung jawab juga. Â Tanggung jawab untuk menurunkan harga PCR. Â
Persoalan rakyat jelata bukan takut mengikuti swab tes PCR tetapi harga PCR yang bisa jutaan rupiah. Â Nah, Â Jika harga PCR bisa ditekan menjadi sekitar Rp 50 ribu seperti di India, kemungkinan besar jutaan calon penumpang pesawat masih bisa terima.
Ada Cuan di balik Aturan PCR?
Namun jika ternyata Satgas Covid dan juga koleganya, Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri tidak ada upaya menurunkan harga tes PCR, jangan ngamuk ya, kalau mayoritas calon penumpang pesawat curiga.Â
Mari kita berhitung untungnya pebisnis PCR tersebut.  Jadi terbayang  Al Capone sang bos mafia yang mengeruk untung dari bisnis kolusi dengan pejabat. Â
Ijinkan saya membuat ilustrasi proyeksi keuntungan "Pemaksaan PCR" penumpang pesawat, proyeksi satu bulan saja, Â Desember 2021 adalah :Â
- Harga Penjualan PCR rata rata Rp 550.000 - Rp 50.000 (modal, pakai standar Pemerintah India) = Untung Rp 500.000 perorang sekali naik pesawat.Â
- Saya sempat hitung dari data Biro Pusat Statistik, anggaplah proyeksi  penumpang pesawat Jakarta - Jawa - Bali pp pada Desember 2021 = 3.000.000 penumpang.
- Maka keuntungan bisnis PCR = 3.000.000 x Rp 500.000 = Rp 1. 500.000.000 = Rp 1,5Â triliun untung dalam 1 bulan.Â
- Hitung saja kalau Pemaksaan PCR --yang didukung Satgas Covid, Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri-- lancar jaya, tidak perduli pada protes masyarakat-- maka  setahun, wadowwww untungnya gede banget Rp 18 triliun. Cukup tuh untuk tabungan 7 turunan.
Husss jangan suka mikirin rejeki orang, kata 0mpung saya. Setiap orang sudah ada rejekinya masing-masing. Problemnya ini bukan rejeki halal, tetapi ada semacam  kongkalikong, kolusi antara oknum pejabat dengan pebisnis PCR.  Selama dua tahun modal pebisnis PCR ini tertahan karena masih PSBB, PPKM atau sejenisnya yang masih memaksa orang di rumah saja.Â
Nah, begitu PPKM sudah longgar, sudah level 1 dan level 2, begitu ada kesempatan, segera tancaaaaap cari cuan sebanyak-banyaknya. Caranya ya, berkolusi dengan oknum-oknum yang punya kekuasaan mengatur di masa pandemi Covid-19 ini. Â
Maka walaupun sudah diprotes Kemenparekraf sebagai penanggung jawab bisnis wisata,  dan Kementerian Perhubungan yang mengurusi nasib bisnis trasportasi,  tetap saja ada aturan Pemaksaan PCR bagi penumpang pesawat di Pulau Jawa dan Bali. Padahal Bali dan Jawa sudah PPKM level 1 dan 2, mengapa Satgas Covid dan Kemendagri  malah menyamakan kondisi dengan area PPKM level 3 dan 4? Mengapa oh mengapa?Â
Ijinkan saya jawab to the point, cari cuan dong, kapan lagi. Â Â