Mohon tunggu...
Mercy
Mercy Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu dua anak remaja, penggiat homeschooling, berlatarbelakang Sarjana Komunikasi, Sarjana Hukum dan wartawan

Pengalaman manis tapi pahit, ikutan Fit and Proper Test di DPR.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Jangan Ngomong Teknologi Ketinggian Mas Mendikbud, Website LTMPT Saja "Abal-abal"

28 Februari 2020   20:43 Diperbarui: 29 Februari 2020   00:05 1324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebenarnya tinggi banget harapan kepada Mas Menteri  Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim untuk membenahi pendidikan Indonesia. Kalau melihat time line program kerjanya keren banget dan menjanjikan. 

Nadiem  juga pede abis menghadapi para penggiat pendidikan baik organisasi guru sampai protes  lembaga nonformal yang selama ini "terpinggirkan". 

Nadiem juga bisa mengatur  Sekolah Internasional dengan memberi kebebasan "Merdeka Belajar" yang hasilnya semoga tidak memperlebar jurang antara sekolah untuk anak anak kaya versus anak anak miskin. 

Terakhir, di depan DPR Komisi X,  Nadiem leluasa menyampaikan visinya agar Pendidikan Indonesia (baca Perguruan Tinggi S1 sampai S3  dengan prodi prodi) kekinian dengan kualitas internasional.   

Salut melihat Nadiem berani merombak nomenklatur Kemdikbud yang --bukan rahasia-- menjadi tempat "basah"  bagi para pejabat dan pegawainya selama ini. 

Dana hibah atau Bansos yang trilyunan rupiah hanya dinikmati oleh lembaga pendidikan tertentu, yang mungkin, sekali lagi mungkin, punya simbiosis mutualisma dengan para pejabat pengatur dana.  

Bukan tanpa alasan jika kritikan masyarakat,  dana  APBN 20% bernilai ratusan trilyun rupiah untuk pendidikan, tetapi kenapa kualitas pendidikan Indonesia malah tambah hancur???  

Jelas pasti ada dana yang bocor, yang seharusnya untuk memperbaiki kualitas pendidikan eh mungkin bergeser menjadi memperbaiki "kualitas harta benda" kroni kroni dan oknum pejabat Kemdikbud. 

Satu lagi yang agak mengagetkan adalah, oknum Rektor, Dekan, dan para pejabat  universitas yang bisa dikatakan "untouchable" sekarang mau tidak mau mesti mendengar aturan  anak muda lulusan Brown University  Amerika tersebut.  Makanya suara suara sumbang ke Nadiem mulai keras terdengar. 

Namun suara sumbang itu tidak perlu diperhatikan selama upaya Mendikbud  terbukti bisa membuat Kemdikbud (dan menular   ke Dinas Pendidikan se-Indonesia) makin gercep (gerak cepat) dan bukan seperti gajah bengkak yang lamban melayani lembaga dan para penggiat pendidikan.

Beresin Teknologi di lingkungan Kemdikbud

Namun maaf  kali ini saya ingin mengingatkan Nadiem yang dikenal sebagai pemilik (karena masih punya saham besar) di perusahaan teknologi, untuk mulai membenahi teknologi di seluruh aliran dan aspek pelayanan Kemdikbud.  Saya paham kalau Nadiem itu tidak mengerti teknologi, karena dia bukan programmer, dia businessman. 

Kalau di lingkungan kerja teknologi (startup / unicorn / decacorn) ada istilah hacker (yang melakukan coding dan engineering, programmer), hipster (yang membuat desain teknologi sehingga mudah dan nyaman digunakan) dan hustler (yang memikirkan bisnis supaya duit masuk). 

Nah Nadiem itu adalah hustler.  Kebetulan saya kenal dengan Chief Technology Officer GoJek yang "diimpor" dari India. Maka saya berani katakan Nadiem itu  nggak terlalu mengerti engineering. Namun seenggak-enggaknya Nadiem masih punya bala tentara untuk memperbaiki kondisi engineering untuk website dan aplikasi di seluruh Kemdikbud.

Sepengetahuan saya,  hampir semua aplikasi, website, kualitas server Kemdikbud mengecewakan. Sepuluh tahun ini, saya  terpaksa berkomunikasi dengan orang teknikal Kemdikbud,  sejak jaman  Mendikbud Muhamad Nuh, lalu Anies Baswedan yang dipecat, lalu Muhadjir Effendy yang sekarang Menko Ekuin, mengapa kualitas aplikasi teknologi jelek. 

Di sini kita nggak usah nyampe  bicara  kualitas Televisi Edukasi atau Portal Rumah Belajar, yang kabarnya dana operasional  profesional tetapi mengapa kualitas produknya amatiran.   

Pertanyaan, dengan dana yang melimpah ruah, kenapa kok yang dipilih kualitas abal-abal, dan sorry itu berarti produk oknum vendor abal-abal? Silakan ditanyakan langsung ke oknum Kemdikbud. Buat kami sebagai konsumen, keluhan sampai pada kualitas  produk teknologi Kemdikbud  yang abal abal, lemot, mengecewakan, dan ujung-ujungnya merugikan siswa dan lembaga pendidikan. 

Sampai detik ini hampir semua aplikasi yang mesti diakses untuk pendaftaran, ujian nasional, ujian sekolah, sampai mendaftar LTMPT  kualitasnya perlu ditingkatkan. Minimal kualitas aplikasi bisa senyaman dan secepat  kita pesan goJek, gocar, atau gofood lah.   

Urgen, Benahi Pendaftaran Seleksi Masuk PTN 2020 di LTMPT

Hari ini terpaksa saya menulis kritik karena sampai pada titik "diperdaya" dan bisa menyebabkan siswa saya dirugikan karena tidak bisa mendaftar di Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi  (LTMPT) 2020.  

Di website LTMPT berlogo Kemdikbud yang kelihatannya keren itu, ada info hotdesk yang ketika ditelepon,  cekatan menjawab pertanyaan. Namun problem tidak bisa selesai juga, karena janji akan dibereskan dalam 1x24 jam tidak jadi kenyataan. 

Maka setelah  4x24 jam dan tiap hari operator sekolah saya menelepon tanya kapan data siswa saya bisa mendaftar di LTMPT, cuma dijawab operator, harap bersabar, sedang menunggu Tim Teknik memperbaiki.  

Masalahnya  jika siswa tidak bisa daftar ke LTMPT berarti siswa kelas 12 itu kehilangan hak untuk mengikuti seleksi masuk PTN Perguruan Tinggi Negeri, baik lewat pintu SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk PTN)  dan seleksi SBMPTN (seleksi bersama masuk PTN). 

Buat yang belum tahu, saat ini syarat mengikuti seleksi 2020 adalah harus terdaftar di LTMPT. 

Nah, kalau sampai detik ini, hari ini, siswa tidak bisa mendaftar bagaimana?  Dia pasti akan kehilangan hak ikut seleksi.  Padahal bukan salah siswa atau salah lembaga pendidikan / sekolah,  jika  kualitas website pendaftaran LTMPT abal-abal.    

Kenapa saya bilang demikian, karena semestinya aplikasi di Kemdikbud itu terkoneksi dengan data lainnya, yakni Pusat Data Ujian Nasional PDUN. di UPT Kemdikbud termasuk Data Pokok Pendidikan Dapodik.  

Nah,  siswa-siswa yang tidak bisa terdaftar di LTMPT ini sudah terdata  di VervalPD dan PDUN serta Dapodik  (untuk urus data tersebut sebenarnya kami juga sampai mondar mandir datang langsung ke Unit Layanan Terpadu ULT Kemdikbud di Jl Sudirman Jakarta) . 

Maksudnya berdasarkan  PDUN dan Dapodik, para siswa tersebut jelas dan sah kelas 12 tahun ini jadi harusnya otomatis terdaftar di LTMPT. Nah ini yang tidak terjadi. 

Jika para siswa ini sudah bersusah payah mengikuti Ujian Sekolah dan Ujian Negara, belajar mati-matian untuk lulus dengan hasil yang baik, tetapi gara-gara server atau apalah engineering di LTMPT yang tidak beres, maka  ratusan bahkan mungkin ribuan siswa ini kehilangan hak untuk ikut SNMPTN dan SBMPTN 2020. Apalagi di  laman LTMPT jelas jelas disebut ada deadline pendaftaran SNMPTN.   

Benahi Sinkronisasi Teknologi USBN dan UNBK 

Demikian juga  rencana Dinas Pendidikan tahun ini untuk menggelar Ujian Sekolah dan Ujian Nasional dengan cara  siswa menjawab by handphone, bukan kertas dan pensil.  

Idenya sih teknologi bingit, cocok dengan ambisi Mas Menteri.  Tetapi kembali lagi  masalah kualitas teknologi yang abal-abal. Ternyata di area Jakarta saja (apalagi di daerah) lembaga pendidikan berkali kali  kesulitan sinkronisasi dengan server Dinas Pendidikan.

Akibatnya ratusan bahkan ribuan siswa yang sudah berkumpul di lokasi untuk mengikuti simulasi Ujian Sekolah dan Ujian Nasional pada Februari lalu, dibubarkan dan diminta datang keesokan harinya atau lusa dengan harapan, server Dinas Pendidikan bisa sinkron dengan server lembaga Pendidikan.   

Pengalaman siswa saya,  ketika data sudah sinkron, ternyata soal yang muncul di handphone siswa berantakan. Misalnya ditanya  "Sebutkan gambar bangun ruang (geometri ) matematika berikut ini,  eh gambarnya nggak muncul. Hadeeuh.

Jadi saran saya buat Mas Nadiem, ada beberapa nih :

1. Bereskan dulu aplikasi atau website atau  kualitas server  data dan teknologi yang ada di seluruh lingkungan Kemdikbud  supaya tidak lemot dan user-friendly. 

2. Bereskan juga KKN  kolusi korupsi nepotisme yang sangat mungkin terjadi dalam memilih vendor pembuatan teknologi tersebut. Bila perlu, tim teknologi saya siap membantu hahaha.  Harga dan kualitas produk silakan diadu dengan vendor pilihan Kemdikbud selama ini. Terus terang selama ini sulit sekali menembus barikade vendor Kemdikbud dan Dinas Pendidikan. 

Bahkan untuk bisa ikut dalam rapat perbaikan pendidikan yang mengundang para penggiat pendidikan "sangat amat susah sekali". Misalnya saat rapat awal Januari dan Februari 2020 yang kabarnya Mas Menteri ingin mendapat masukan dari para penggiat pendidikan, eh oknum "Orang Dalam Kemdikbud" ternyata cuma berani mengundang tamu yang "sohib" dengan mereka.  

Oknum "Orang orang Dalam" Kemdikbud kelihatan ketakutan sekali mengundang orang-orang baru (yang kritis)  untuk bisa dipertemukan dengan Mas Menteri saat rapat. Bahkan sampai beberapa lembaga pendidikan resmi berkirim surat, eh ternyata tetap tidak diundang, mungkin suratnya  tidak pernah dibaca juga yak.  

Jangan Ngomong Ketinggian dulu Mas Nadiem

Please Mas Menteri Nadiem Makarim, jangan ngomong ketinggian dulu tentang teknologi, 5.0 atau pembelajaran coding,  Artificial Intelligence, Machine Learning dstnya sebagai bagian dari sarana prasarana  bahkan kurikulum pendidikan tekonologi. 

Benahi saja dulu website pendaftaran LTMPT supaya jangan sampai anak-anak yang  segera ikut seleksi masuk PTN dikebiri haknya, karena kualitas website dan pengelola website (baca programmer) yang abal-abal. 

Mohon juga, sekalipun ini kabarnya UN  2020 menjadi yang terakhir bagi anak-anak SLTA di Republik Indonesia,   Pelaksanaan  Ujian Nasional Berbasis Komputer UNBK juga diberi perhatian penuh untuk :

1. Standar pelayanan teknologi yang baik dan cepat

2. Standar soal ujian yang bisa dijawab mayoritas peserta

3. Kemudahan mengakses internet disediakan di tempat-tempat pelaksanaan USBN dan UNBK.  

Oya, lembaga yang bertahun tahun mengurusi UN, namanya Lembaga BSNP memang tidak banyak manfaatnya. Jadi bubarkan saja segera setelah UN berakhir.  Dana untuk BSNP untuk gaji para profesor dan pejabat (yang semestinya sudah pensiun tapi malah dipekerjakan kembali)  bisa dialihkan ke Direktorat  Pendidikan Masyarakat untuk mendukung PKBM yang setia melayani  Kejar Paket ABC. Ternyata jumlah orang Indonesia yang dilayani PKBM ini  jauh lebih  banyak jika dibanding jumlah murid sekolah formal SD, SMP, SMA / SMK.  

Segitu dulu ya Mas Menteri. Kalau mau tahu lebih banyak isi perut Kemdikbud dari sisi lainnya, ayo kita berdiskusi face to face. 

Semoga Kemdikbud beneran bisa berubah, Merdeka Belajar dan siap mendengar kritik dan menjawab dengan solusi cerdas.  

Satu problem besar pendidikan Indonesia (yang jarang berani diungkapkan) adalah kualitas pelayanan oknum Kemdikbud dan Dinas Pendidikan. Jadi selama pelayanan Kemdikbud dan Dinas Pendidikan jelek,  tidak usah pura-pura kaget jika secara keseluruhan kualitas pelayanan dan Pendidikan Indonesia dibanding negara lain tambah jelek, ya toh ya toh?   Ambyar deh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun