Jadi ini yang akan saya lakukan sebagai Menteri Pendidikan Indonesia.
Menyeleksi petugas / pegawai Kementerian dan Dinas Pendidikan yang terkena racun radikalisme.
Memecat Kepala Sekolah dan guru (pns, honorer di sekolah swasta dan negeri) yang terbukti pernah menyebar paham radikalisme pada siswanya.
Itu tahap pertama. Perlu sekali shock therapy dan didukung perangkat hukum untuk "mengasingkan" para manusia yang selama ini makan dari "dunia pendidikan Indonesia" tetapi jadi pengkhianat. Keterlaluan karena mereka malah meracuni sikap mental muridnya.
F. Mayoritas pegawai bidang pendidikan dan tenaga pendidik  tidak berkualitas
Menyoroti kualitas pendidikan Indonesia, tidak bisa lepas dari kualitas para penyelenggara (baca pegawai dinas pendidikan dan kementerian pendidikan).Â
Jika dikaitkan dengan rencana Misi Indonesia Emas 2045,  menurut Presiden Jokowi, pendidikan Indonesia harus menghasilkan SDM berkualitas. Presiden Jokowi memproyeksikan 2019-2024 adalah masa penguatan sumber daya manusia (SDM) yang berbasis inovasi pada teknologi sehingga dapat mendorong Indonesia lepas dari jebakan negara berpenghasilan menengah (middle income trap) dan menjadi negara maju berpendapatan tinggi.
Dan kunci utama  untuk keluar dari jebakan itu adalah pendidikan. Karena itu pengelola pendidikan juga harus berkualitas. Namun terus terang, kementerian Pendidikan "gagal" melayani segala unsur pendidikan.  Jangankan bandingkan dengan Singapura atau Malaysia, yang seingat saya tiga puluh tahun lalu belajar ke Indonesia, saat ini, kualitas pendidikan Indonesia buruk.
Bank Dunia bahkan mengeluarkan pernyataan di Jakarta bahwa reformasi pendidikan Indonesia dalam 15 tahun ini masih belum baik. Sekalipun akses pendidikan yang diperluas sudah cukup signifikan, tetapi kualitasnya masih rendah.Â