FYI, biaya operasi dengan perangkat kedokteran nuklir tidak murah, untuk mengatakan, sangat mahal. Namun demi kesembuhan dan tidak usah direpotin aturan minum obat, maka saya sanggupi. Apalagi dokter mengatakan, setelah operasi leher saya yang mulus ini akan tetap mulus. hemmm.
Hari Selasa, rencana operasi. Hari Senin saya harus masuk rumah sakit untuk persiapan laboratorium, rontgen, pengecekan terakhir, dan lain-lain.
Walaupun bukan operasi yang berbahaya banget, karena konsepnya canggih, Â bukan dipotong lehernya dengan pisau bedah (hiiii) tetapi dibedah dari dalam saluran mulut dan kerongkongan, tetapi cukup mengerikan juga. Â Dan sebagai manusia biasa, saya membutuhkan pertolongan Yang Maha Kuasa yang saya kenali yakni, Tuhan Yesus yang saya percaya kuasanya, dari dulu sampai sekarang.
Rekonstruksi Peristiwa Mukjizat Penyembuhan (babak 1)
Hari Sabtunya, Â kebetulan saya diajak teman untuk "Konsultasi" dengan Pendeta. Teman saya ini kebetulan sudah kebelet ingin menikah, tetapi karena satu dan dua hal, dia masih belum sreg dengan calon suami. Jadi dia rajin berkonsultasi dan didoakan oleh Hamba Tuhan yang memang punya karunia profetik.
Sementara saya, jujur saja, sampai sekarangpun merasa, Tuhan itu sahabat saya, jadi ngapain repot-repot cari orang untuk mendoakan saya. Namun hari itu saya yang mengingat akan operasi besar, merasa, ya nggak ada salahnya toh, makin banyak yang mendoakan, makin baik.
Setelah didoakan, saya santai saja, nggak merasa ada yang istimewa.Â
Hari Minggu saya ibadah di gereja  dan Pendeta (yang lain) berkhotbah tentang Mukjizat Penyembuhan. Bahwa kami percaya, Tuhan adalah dokter segala dokter. Tuhan bisa membangkitkan orang mati, apalagi kalau cuma menyembuhkan sakit penyakit biasa.  Bahkan saat itu, ada beberapa kesaksian dari mereka yang dengan bukti medis telah divonis kanker stadium 4, sudah dinyatakan sembuh total, dan hidup.
Mendengar khotbah pendeta dan kesaksian orang yang kebetulan saya kenal juga, maka timbul iman dalam hati saya. "Kalau kanker aja sembuh, maka penyakit hipertiroid, pasti Tuhan mampu sembuhkan."Â
Ayah saya yang adalah Majelis Gereja HKBP Jl Swasembada Tanjung Priok. Sebagai ayah yang sangat menyayangi saya, ayah yang saya panggil, Â Papie tahu persis riwayat penyakit saya dan akan segera dioperasi esok hari. Â Sambil berdoa, Papie menggenggam tangan saya, dan sempat mengatakan, Â "Kuasa Tuhan itu terus ada, dari dulu sampai sekarang."Â
Jujur aja waktu itu saya belum 100% menyerahkan hidup kepada Tuhan. Jadi saya pikir wait and see aja. Disembuhkan Puji Tuhan, tidak disembuhkan dengan mukjizat pun, minggu depan saya sembuh -- dengan kemampuan manusia, yakni  para dokter canggih dan teknik operasi yang paling canggih saat itu. Jadi saya simpan doa saya sendiri, tidak saya share ke orang-orang dekat saya .
Saya memang melihat, bengkak di leher saya mengecil, tetapi masih ada keraguan, masa iya sih bisa sembuh dengan doa saja. Dan jangan lupa, saya bandel untuk urusan obat, jadi obatnya tidak saya minum. Sementara kondisi tubuh saya terlihat biasa-biasa saja, tidak lemas, tidak keringatan, karena sejak divonis hipertiroid secara manusiawi, saya menjaga pola makan, pola istirahat, dan terutama pola pikir saya.