Mohon tunggu...
Abdul Karim Abraham
Abdul Karim Abraham Mohon Tunggu... wiraswasta -

Anak Muda Bali yang BEBAS

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Askar Hafas Bali; Sejarah dan Narasi Pengabdian

23 Januari 2016   11:04 Diperbarui: 10 Desember 2016   20:30 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dalam zaman yang serba materialistik ini, sulit rasanya menemukan orang atau perkumpulan yang melakukan sesuatu tanpa mengharap imbalan.Semua diukur atas dasar materi yang sifatnya sesaat dan keuntungan personal.Terlebih kehidupan di Bali yang berjalan atas logika kapital.Tidak ada yang gratis dalam setiap langkah. Namun siapa yang menyangka, ditengah arus “paradigma uang” yang begitu kencang, di pulau yang disebut sebagai Surga Wisata ini, ada sekelompok pemuda yang tergabung dalam Askar Hafas Bali melakukan aktivitasnya didasari atas cinta, kesetian, militansi yang kuat, royalitas  yang tak kenal batas serta dedikasi yang sama sekali tidak bisa diukur dengan materi apapun.

Jangan dibayangkan perkumpulan ini layaknya perkumpulan lainnya yang mengejar kuantitas anggota atau bahkan membayangkan memiliki menajemen organisasi yang baik. Justru perkumpulan yang sudah hampir 7 tahun beraktivitas ini, Askar Hafas Bali sama sekali tidak menjalankan sebuah perkumpulan ini dengan menegement yang baik. Para anak muda ini bertahan hingga saat ini, karena sebuah penghormatan yang tinggi pada keluarga Besar Pondok Pesantren Salafiyah Syafi`iyah Sukorejo Situbondo Jawa Timur.Sebuah Pondok Pesatren yang paling berpengaruh pada masyarakat Muslim di Bali.

Pengaruh Pondok Sukorejo ini bisa dilihat dari makin banyaknya angkatan pelajar Muslim Bali yang menempuh pendidikan di Pesantren yang berdiri sejak tahun 1914 tersebut.Hingga sekarang, sudah ada ribuan alumninya yang tersebar di semua Kabupaten di Bali.Mereka para alumni telah banyak mewarnai perkembangan, memajukan sekaligus menampilkan wajah Muslim yang ramah dan tetap toleran.Hingga tak jarang Pondok Sukorejo di kalangan Muslim Bali selalu menjadi rujukan solusi tatkala masyarakat tidak menemukan titik temu permasalahan.

Seiiring dengan hal tersebut, Pimpinan atau Pengasuh Pondok Sukorejo menjadi salah satu Tokoh yang sangat berpengaruh dan selalu ditunggu kehadirannya di Bali.Ucapan dan arahan dari Pengasuh selalu menjadi landasan dalam melangkah.Doa Barokahnya menjadi keinginan setiap Muslim di Pulau yang mayoritas berpenduduk Hindu ini.

Dalam usia Pondok Sukorejo yang satu abad, sudah terjadi empat generasi kepemimpinan. Berawal dari Alm.KHR.Syamsul Arifin (wafat Tahun 1951), dilanjutkan Alm.KHR.As’ad Syamsul Arifin (Wafat Tahun 1990), lalu dilanjutkan Alm.KHR.Achmad Fawaid As’ad (Wafat Tahun 2012), kemudian sekarang dilanjutkan oleh KHR. Achmad Azaim Ibrahimy. Pada masa Pengasuh ketiga, atau biasa disapa dengan Kiai Fawaid inilah Azkar Hafas Bali terbentuk dengan semangat pengawalan ketika Pengasuh berkunjung ke Bali.

Bentuk Kecintaan Yang Teroganisir

Kiai Fawaid termasuk Ulama yang cukup sering berkunjung ke Bali. Berbagai macam undangan masyarakat selalu dipenuhinya selama tidak berbenturan dengan aktifitas pesantren yang ia pimpin. Mulai dari acara keluarga seperti Khitanan, pengajian-pengajian, dan konsolidasi alumni pondok Sukorejo yang tergabung dalam Ikatan Santri dan Alumni Salafiyah Syafi’iyah (IKSASS).Bahkan Beliau juga aktif dalam pertemuan Tokoh lintas agama yang kerap diadakan di Bali.

Empat tahun sebelum Beliau wafat (2012), dimulai pada pertengahan tahun 2008 intensitas Kiai Fawaid ke Bali meningkat. Bukan untuk memenuhi undangan sebagaimana biasanya.Mulai sejak itu Beliau memutuskan untuk mengawal perkembangan umat Muslim di Bali ini melalui perjuangan dijalur politik. Beliau selalu meyakinkan alumni akan pentingnya keterwakilan kita (umat Muslim) di jajaran Legislatif. Dan keinginan Beliau ini dimulai dari Kabupaten Buleleng, daerah yang menurut Kiai Fawaid sebagai daerah yang paling siap untuk bertarung di Pemilu 2009.

Menurut kesaksian Syamsuddin (Alumni Sukorejo dari Buleleng), dalam satu tahun Kiai Fawaid bisa sampai empat atau lima kali datang ke Buleleng. Pada salah satu pertemuan kader  yang diadakan Dewan Pimpinan Cabang Partai Persatuan Pembangunan (DPC PPP) Kabupaten Buleleng, partai yang menjadi alat perjuangan politik kiai Fawaid, di gedung Kesenian Singaraja, Syamsuddin atau yang biasa disapa Boy kala itu ikut mengiringi Kiai Fawaid dalam pertemuan tersebut. Disaat itulah menurut pengakuannya, terlintas dalam benaknya untuk membuat sebuah perkumpulan yang khusus sebagai tim pengawal Kiai Fawaid ketika berkunjung ke Bali.

Ide itu kemudian ia sampaikan pada teman-teman alumni yang saat itu kebetulan juga mengiringi Kiai Fawaid. Spontan saja ide tersebut langsung ditanggapi positif oleh yang lain. Sebab, bagi mereka menjadi pengawal berarti menjadi orang yang berinteraksi langsung pada Kiai Fawaid. Artinya, ide perkumpulan ini menjadi media ekspresi ketakdziman murid pada sang guru. Pengawalan berarti bentuk pengabdian pada Ulama muda yang sangat disegani tersebut.

Seingat Boy, ada tujuh orang termasuk dirinya untuk pertama kalinya ide ini disampaikan. Mereka itu adalah Syamsuddin atau Boy sendiri, Abdul Ghani, Abu Khari, Asdiyah, Mustar, Ahmad Rusli dan Nahuri. Dengan semangat yang menggebu, usaha untuk menyampaikan langsung ke Kiai Fawaid terus dilakukan untuk mendapat restu langsung atas rencana perkumpulan yang akan dibentuk.

Saat itu, sebagaimana diceritakan oleh Abdul Ghani dan dibenarkan oleh Abu Khari ide tersebut disampaikan oleh Boy kepada Ali, sekretaris pribadi Kiai Fawaid, melalui SMS saat perjalanan pulang dari pertemuan kader menuju kediaman H. Mulyadi Putra, S.Sos. Di rumah H. Mulyadi lah Kiai Fawaid melalui Ali menyetujui rencana perkumpulan yang akan dibentuk, dan Kiai langsung menunjuk Abu Khari sebagai Ketua nya.

Laskar Hafas Bali adalah nama perkumpulan yang disepakati. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Laskar sendiri berarti tentara, kelompok serdadu atau pasukan. Sedangkan kata Hafas merupakan singkatan dari nama Haji Achmad Fawaid As’ad. Jadi, Laskar Hafas Bali memiliki makna sekumpulan orang di Bali yang siap menjadi pasukan pengawal raga, kepentingan dan perintah dari Hadaratussyaich KHR. Achmad Fawaid As’ad.

Kurang lebih empat bulan setelah pertemuan di kediaman H. Mulyadi, Abu Khari atau yang akrab disapa Abenk, mengaku bahwa keberadaan Laskar Hafas Bali kala itu sempat tercium oleh sebagian petugas (Polisi) sebagai kelompok pemuda yang identik dengan premanisme. Pasalnnya di Bali sendiri kelompok ormas yang sering terlibat perkelahian bernama hampir sama, yaitu kelompok Laskar Bali. Kata Laskar pada nama Laskar Hafas Bali menjadi beban tersendiri.

Kemudian Abenk selaku pimpinan menyampaikan masalah nama tersebut ke Ali dengan harapan untuk langsung disampaikan kepada Kiai Fawaid. Awalnya Kiai tidak langsung merespon.Hingga kemudian Ali melalui komunikasi seluler menyampaikan pesan Kiai Fawaid pada Abenk bahwa kata Laskar diganti menjadi Askar, yang berarti bahwa Laskar Hafas Bali secara resmi dirubah menjadi Askar Hafas Bali.

Tak berselang waktu lama dari perubahan nama, Kiai Fawaid memanggil seluruh anggota Askar Hafas Bali, yang kala itu baru berjumlah 14 orang untuk menghadap langsung ke kediaman Pengasuh di kompleks Pondok Sukorejo Situbondo. Selain memberi beberapa arahan, keseriusan Kiai pada perkumpulan ini ditandai dengan pembuatan Kartu Tanda Anggota yang langsung ditandatangai oleh Beliau.Kartu Tanda Anggota yang kala itu langsung dicetak tertanggal 6 Januari 2009, menjadi tanda bahwa Askar Hafas Bali resmi didirikan pada tanggal tersebut.

Menjalankan Pengabdian

Semangat disertai rasa antusias akan terpancar disetiap anggota Askar ketika Ali sebagai sekretaris pribadi Kiai Fawaid, mengabarkan bahwa Kiai hendak ke Bali. Mereka akan mempersiapkannya dengan matang. Seperti rute perjalanan yang akan diambil, hingga pada persiapan teknis transportasi pengawalan beserta biayanya.

Kehadiran Kiai Fawaid ditengah-tengah mereka merupakan suatu hal yang sangat langka dan berharga. Dengan spontan, segala bentuk aktivitas baik pekerjaan dan lainnya akan mereka tinggal demi sebuah Janji Suci untuk selalu siap mengabdi. Kenapa penghormatan kepada Kiai Fawaid sedemikian tingginya? Setidaknya bisa dijelaskan dari beberapa hal;

Pertama, Anggota Askar Hafas Bali mayoritas merupakan Alumni dari Pondok Sukorejo yang Kiai Fawaid asuh.Pondok Sukorejo sendiri memiliki jumlah santri yang menyentuh hingga belasan ribu.Sosok Kiai Fawaid sebagai Pengasuh dan Guru Besar para santri sangat jarang berinteraksi langsung dengan para santri.Sesekali santri dikumpulkan untuk mendengarkan arahan dari Beliau.Sosoknya sangat dihormati dan disegani.Saat menjadi santri, suatu kebanggan luar biasa ketika bisa sekedar mencium tangan Beliau.Kesempatan yang sangat jarang tersebut ketika masih menjadi santri, saat menjadi alumni dengan kepercayaan Kiai Fawaid untuk dikawal oleh Askar Hafas Bali ketika berkunjung ke Bali, merupakan peristiwa yang dijadikan kesempatan untuk melakukan pengabdian seoarang santri pada kiainya yang belum pernah dilakukan saat menjadi santri.

Kedua, walaupun lahir dan bertempat tinggal di Bali, Hampir semua Anggota Askar ber-nenek moyang-kan orang Madura. Artinya, mereka berlatar belakang etnis Madura dengan segala kebiasaan etika yang dipakai.Di mata orang Madura.ada istilah Bapak-Bebuk, Guru, Rato (Bapak-Ibu, Guru, Raja). Kalau diartikan Guru menempati strata kedua setelah orang tua. Guru yang dimaksudpun bukanlah guru sembarangan, tapi guru yang mengajari agama atau tepatnya yang disebut Kiai atau Ulama.

Namun pada prakteknya, kedudukan Kiai ini justru menempati posisi yang paling penting dari pada lainnya.Umpamanya, jika terdapat perbedaan pendapat antara Orang Tua dan Kiai, orang Madura lebih cenderung mengikuti jejak Kiai.Karena Kiai dianggap mampu membimbing dan menyelamatkan dirinya di dunia sampai di akhirat kelak. Hal ini dipertegas dengan kenyataan yang mentradisi pada masyarakat Madura, jika menghadapi persoalan orang tua akan meminta nasehat Kiai. Misalnya, dalam masalah pemberian nama buat anaknya yang baru lahir. (Syamsul A. Hasan, 2003 : 94)

Ketiga, kepercayaan untuk mendapat Barokah dari sang Kiai. Terlebih Kiai Fawaid memiliki garis silsilah yang langsung sampai pada Nabi Muhammad SAW.Abahnya sendiri, Kiai As’ad dikenal sebagai mediator berdirinya Nahdhatul Ulama, organisasi keagamaan terbesar di Negeri ini.Kiai As’ad juga merupakan murid langsung dari Kiai Kholil Bangkalan dan Kiai Hasyim As’ari, dua sosok Kiai paling berpengaruh di awal abad ke 20.Pondok yang diasuhnya telah banyak memajukan peradaban bangsa dengan alumninya tersebar dimana-mana.Belum lagi, ada sebuah keyakinan bahwa Kiai As’ad merupakan seorang Waliyullah, yang karomahnya diakui kebenarannya oleh masyarakat pada zamannya.

Dari keyakinan tersebut, tidak ada keraguan sedikitpun bahwa yang dilakukan Askar Hafas Bali akan sia-sia. Mereka sangat yakin akan ada berkah yang didapat baik langsung maupun tidak langsung. Hingga diantara mereka siap mempertaruhkan nyawanya demi keselamatan Kiai Fawaid selama di Bali.Sebuah keberanian yang tidak bisa dijelaskan dengan logika semata.

Jaminan Sehidup Semati

“Askar ria bide ben Iksass. Mun Iksass esoro kabere ghik atanya arapa mak kabere.Mun Askar jek nyak tanyaan poleh, kaber ye mangkat kabere.Padena Abahandik Pelopor, Askar andikna engko” (Askar ini beda dengan Iksass. Kalau Iksass disuruh ke barat masih bertanya kenapa ke barat.Tapi kalau Askar jangan tanyak lagi, kebarat ya berangkat kebarat.Seperti Abah punya pasuka Pelopor, Askar kepunyaan saya).

Kalimat diatas adalah Dawuh langsung Kiai Fawaid dalam sebuah pertemuan di Denpasar. Pernyataan ini justru mempertegas bahwa Beliau menginginkan keberadaan Askar ini sama dengan keberadaan Pelopor yang dibidani oleh Kiai As’ad.Anggota Pelopor pada masa-masa awal mendapat perhatian khusus dari Kiai As’ad. Hal ini bisa diperhatikan dari pernyataan Kiai As’adsebagaimana ditulis dalam buku Kharisma Kiai As’ad di Mata Umat karya Syamsul A. Hasan sebagai berikut :

“Sapa bei bajingan se ngelakone dusa se paling hebat tape noro tang perintah, bung tabung sabbu’ pagik neng akhirat, mon tada’ e suarge engko se nyareah” (siapa saja bajingan (anggota Pelopor-pen) yang berbuat dosa paling hebatpun, tapi ikut perintah saya, kelak diakhirat akan bergabung dengan saya, kalau tidak ada di surga, saya yang akan mencari).

Jaminan Kiai As’ad ini mungkin tergolong berani.Kiai siapa yang berani, mencari pengikut setianya diakhirat kelak? Siapa yang berani memberi garansi mereka akan berkumpul kembali di surga nanti? Namun kalau kita lebih dalam merenungi dawuh Kiai As’ad itu, ia memberi garansi tersebut dengan catatan orang tersebut harus ikut perintahnya. Inilah yang harus kita perhatikan. (Syamsul A. Hasan, 2003:93)

Jika kita kembalikan lagi pada Dawuh Kiai Fawaid, yang menyatakan kesamaan kepemilikan antara Pelopor dan Askar yang sama-sama dibawah komando Pengasuh Pondok Sukorejo, maka secara eksplisit Kiai Fawaid pun juga mengatakan bahwa ia akan bertangungjawab dunia-akhirat pada semua anggota Askar Hafas Bali. Jaminan ini tentutanya digaris bawahi selama anggota Askar mengikuti segala perintah dan petunjuk Kiai Fawaid.

Apa perintah Kiai Fawaid? Tidak ada dokumen atau kesaksian langsung terkait apa saja perintah Kiai Fawaid secara mendetail. Hanya saja secara garis besar perintah Beliau bisa dilaksanakan sebagaimana Ikrar Anggota Askar Hafas yang tertera di bagian belakang Kartu Tanda Anggota. Isinya sebagai berikut :

Kami Askar Hafas Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo :

1.      Bertaqwa kepada Allah SWT. Siap mengabdi didasari rasa tanggungjawab yang tinggi dan akan selalu menjunjung tinggi harkat dan martabat serta nama baik Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo.

2.      Akan mencurahkan fikiran dan tenaga demi mewujudkan pondok pesantren yang aman, tertib dan berwibawa.

3.      Akan selalu setia dan taat kepada Pengasuh dan Pimpinan.

4.      Akan selalu siap melaksanakan tugas menurut aturan dan mekanisme yang berlaku dengan Jujur, Giat dan Ikhlas, serta menepati ikrar ini.

Janji suci ini tentunya begitu sakral, sebab ini menyangkut sebuah keridha’an seorang guru pada murid.Pengingkaran janji tersebut, sama saja diartikan sebagai sebuah pembangkangan pada sang guru, yang berarti laknat untuk sang murid.

Namun, belum lama mereka mengabdi, Kiai Fawaid dalam usia yang masih tergolong muda dipanggil kehadapan Allah SWT. Kepergian Beliau yang mendadak tersebut mengagetkan semua pihak, santri dan alumni termasuk yang sangat terpukul para anggota Askar.Sebab.mereka merasa belum cukup melakukan pengabdiannya.Masyarakat Muslim Bali masih sangat membutuhkan sosok Kiai Fawaid sebagai Tokoh yang dapat menyatukan misi Umat Muslim di Bali.

Takdir untuk berpisah dengan Sang Junjungan secara raga, tidak kemudian memutuskan tali batin dengan Kiai Fawaid. Justru setelah kepergian Beliau, anggota Askar semakin ingin mewujudkan keinginan Kiai Fawaid yang belum terlaksana di Bali.Seakan-akan Kiai Fawaid yang telah berpulang selalu mengawasi setiap gerak langkah para anggota Askar.Bahkan karena ikatan batin yang terus berlanjut, tak jarang mereka didatangi Kiai Fawaid melalui mimpi.Mimpi berjumpa Kiai dirasakan oleh semua anggota askar, sebagaimana diungkapkan Zaini, Abdul Ghani maupun Abenk.

Kedepannya, Askar sebagai perkumpulan berbasis paguyuban tersebut untuk terus berbenah dalam melaksanakan tugas pasca kepergian Kiai Fawaid.Pembenahan internal yang mendesak salah satunya untuk memantapkan lagi Askar Hafas Bali sebagai organisasi yang lebih modern.Perbaikan menegament, adanya aturan oraganisasi yang jelas, kelengkapan struktur serta agenda yang terarah menjadi tugas bersama untuk menyelamatkan perkumpulan ini agar bertahan lama.

Askar Hafas Bali hingga kini terus eksis untuk mengawal keturunan Kiai Fawaid dan penerusnya (KHR.Ahmad Azaim Ibrahimy) termasuk Keluarga Besar Pondok Sukorejo. Sebagaimana yang diungkapkan Boy sebagai inisiator berdirinya perkumpulan ini, bahwa Askar akan terus komitmen mengawal Raga (Pengasuh dan Keluarga), Kepentingan dan segala Kebijakan Pengasuh, serta melanjutkan cita-cita dan perjuangan Kiai Fawaid yang belum terwujud di Bali.

 

Ditulis Oleh Abdul Karim Abraham, Alumni Sukorejo, yang kini dipercaya memimpin PAC GP. Ansor Kecamatan Gerokgak – Buleleng.

 

 

Referensi Tulisan:

KHR. As’ad Syamsul Arifin Riwaya Hidup dan Perjuangannya, Drs Chairul Anam, 1994

Kharisma Kiai As’ad di Mata Umat, Syamsul A. Hasan, 2003

Wawancara dengan Syamsuddin Boy melalui Telepon, Tanggal 25 Maret dan 28 April 2014

Wawancara Langsung dengan Abdul Ghani, Tanggal 28 April 2014

Wawancara Langsung dengan Zaini, Tanggal 28 April 2014

Wawancara langsung dengan Ahmadi, Tanggal 28 April 2014

Wawancara dengan Abu Khari melalui Telepon, Tanggal 29 April 2014 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun