Mohon tunggu...
eko supriyanto
eko supriyanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Perindu Malam

Belajar Merangkai Kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Secangkir Kopi Hangat

17 September 2018   15:58 Diperbarui: 17 September 2018   16:54 713
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : manaberita.com

Minggu Pagi. Hujan baru saja reda, setelah semalaman mengguyur Kota Tangerang. Diatas kasur, Angga merebahkan tubuhnya, bermalas-malasan menikmati hari libur kerja. Segelas kopi hitam dan iringan tembang lawas 'Guns n Roses', menemani imajinasinya yang sedang berpetualang. Sebelum akhirnya, dibuyarkan oleh nada ponsel yang berdering disamping telinganya.

Sebuah pesan singkat diterima."Ini nomer siapa ya? Kok ngga ada namanya?" gumamnya, lalu membuka isi pesan tersebut.

'Bang Angga lagi ngapain? Masih ingat aku nggak?'

Pesannya sangat singkat, tapi membuat penasaran. Dari kalimat pesannya, Angga yakin bahwa yang mengirim adalah seorang wanita.

'Ini siapa?' tulis balasannya.

Jam dinding dikamarnya menujukan pukul sembilan lewat lima puluh menit. Setengah jam telah berlalu, kopinya pun sudah mulai dingin dan mengering. Tapi, belum juga ada balasan. Angga kian gelisah.

"Apa ini dari Maya, yah?" terbesit dibenak Angga.

Maya adalah mantan kekasih Angga yang telah pergi meninggalkanya. Maya lebih memilih menjadi istri simpanan Pak Jono, daripada menerima pinangan Angga. Menyedihkan memang.

Di atas sana, Sang Surya masih enggan menampakan wajahnya dan lebih memilih bersembunyi dibalik gumpalan awan hitam. Namun, di dalam kamar kegelisahan Angga semakin sulit  disembunyikan. Ia segera meraih ponsel yang tergeletak diatas kasurnya, lalu menghubungi nomor tersebut. Tak berapa lama terdengar suara wanita menyapa dari ujung ponselnya.

"Hallo..."

Angga tersentak, detak jantungnya sempat berhenti beberapa detik. Ia merasa tak asing lagi dengan suara itu. Suara dari seorang gadis yang pernah ia ajak berbicara dua minggu lalu, disebuah kafe; di lokalisasi Dadap-cheng in.

"Hallo..." gadis itu menyapa ulang.

"Iya, hallo...ini Bella yah?"

Sayup-sayup melodi gitar yang dibawakan 'Slash' terasa begitu harmonis, terdengar kian mendayu-dayu ketika alunan lagu 'November Rain' menggema di segenap penjuru kamar. Dari ujung ponsel, Bella mengabarkan, bahwa ia sedang berada di salah satu Mall dibilangan Karawaci.

"Tunggu, ya Bel. ... Saya segera kesana!" ujar Angga.

Angga beranjak dari tempat tidurnya dan bergegas mempersiapkan diri. Di bawah gumpalan awan hitam yang menyelimuti sebagian besar Kota Tangerang, Angga memacu 'vespa' kesayangannya. Ia melaju dengan kecepatan tinggi, kurang dari lima belas menit, Ia telah sampai ditempat tujuan. Sebelumnya, mereka telah sepakat untuk bertemu di 'Starbucks coffee'.

Pengunjung Mall belum begitu ramai, hanya segelintir orang. Dari kejauhan, Angga memperhatikan Bella yang sedang asyik memainkan ponsel. Di jari tangan kirinya, mengepit sebatang rokok yang masih menyala. Hari itu, Bella tampak begitu anggun, dalam balutan kaos lengan panjang berwarna putih dan celana jeans hitam. Disela-sela rambut lurusnya yang terikat itu, terselip kacamata cokelat.

Sejenak Angga terpaku, irama jantungnya kembali tak berirama, persis seperti pertama kali Ia memandang wajah gadis itu, namun  kini dalam situasi yang berbeda. Angga mengehela nafas dalam-dalam, lalu bergegas mengahampiri.

"Hai..." Sapa Angga.

Bella menoleh kearah Angga yg sedang berdiri mematung dihadapannya. Sejenak, Bella pun mengernyitkan dahi.

"Bang Angga, ngapain berdiri disitu? Sini, duduk!" ujar Bella.

Bella Menarik sandaran sebuah kursi disisi kanannya dan mempersilahkan Angga duduk. Dihadapan mereka--diatas meja kaca yang berbentuk lingkaran itu--telah tersedia dua buah cup 'cappucinno' dan 'Vanilla Latte' hangat, yang di pesan Bella beberapa saat sebelum Angga tiba.

Dari sudut Balkon, jalanan nampak begitu lengang, lalu-lalang kendaraan yang melintas dapat terhitung oleh jari, sepertinya orang-orang enggan untuk keluar, dan lebih memilih menghabiskan waktu bersama keluarga dirumah. SedangkanAngga,--masih bergeming--lidahnya mendadak kelu. Baris-baris kalimat yang tersusun selama perjalanan tadi mendadak buyar, hilang entah kemana. Bella pun memaklumi.

"Bang Angga, tadi lagi ngapain di rumah?" Tanya Bella, membuka pembicaraan.

Tak berapa lama, terdengar gemercik hujan kembali berjatuhan dari langit. Detik demi detik; menit demi menit terlewati; suasana pun semakin mencair. Kedua insan tersebut mulai terhanyut dalam buaian canda dan tawa. Hingga sebuah pertanyaan yang dilontarkan Angga, membuat suasana mendadak hening. Paras cantik itu pun tertunduk layu, kedua bola mantanya berkaca-kaca. Sebuah pertanyaan yang telah mengusik kalbunya. Bulir-bulir air mata mulai mengalir dikedua pipinya yang memerah. Tak ingin semakin larut dalam kesedihan, Ia segera menyeka dengan kedua punggung tangannya. Lalu, menyeruput 'vanilla latte' miliknya.

"Bang Angga tau nggak? Bella nggak pernah sedikitpun bercita-cita menjadi wanita malam. Bella dibo'ongin, bang! Mereka bilang, Bella akan bekerja sebagai penjaga toko...eh, malah disuruh jaga kafe. Kayak yang Bang Angga liat waktu itu, Bella coba lari, tapi... Dulu Mamih pernah bilang, kalo Bella mau keluar dari situ, Bella harus ganti rugi dulu, sepuluh juta! Bella uang dari mana coba, Bang?" ujar Bella, berapi-api.

"Bella masih inget, waktu pertama kali....Bella, pengen sekali teriak! Orang itu udah tua Bang, udah banyak ubannya! Kata dia, kalo Bella mau dijadiin istri simpananya, Bella ngga mau lah. Bella masih inget banget mukanya. Benci rasanya kalo diinget-inget. Kalo ngga salah namanya Pak Jono, iya, Pak Jono!"

"Pak Jono ...?!"

"Iya, Pak Jono! ... Bella waktu itu di kasih duit banyak sih, bang. Dua juta! Tapi kan Bella waktu itu masih perawan. Dulu, Bella ngga mau begituan Bang, cuma jaga kasir aja, tapi waktu itu ibu minta dikirimin uang buat berobat Bapak, jadi terpaksa deh."

"Orang tua tua kamu tau, kalo kamu kerja ditempat itu?"potong Angga.

"Enggak!"

"Bella juga nggak mau bang selamanya kerja di tempat begituan. Amit-amit, ih! Nanti kalo tabungan Bella udah banyak, Bella mau pulang kampung." Lalu, Ia meraih ponselnya dan membaca pesan singkat yang baru saja diterima.

"Udah ah, Bang! Kita bahas yang lain aja, yuk?" cetus Bella.

Usianya masih belasan tahun, namun gadis itu telah menjelma menjadi seorang wanita dewasa. Sedangkan Angga? masih saja membeku. Ia hanya memandangi 'cappucinno'-nya yang masih mengepulkan asap tipis itu dengan tatapan kosong. Benaknya menerawang jauh. Sesekali, Ia menganggukkan kepala. Dari penjelasan panjang gadis itu, ia hanya ingat sebuah nama, Pak Jono.

Balkon yang tepi atapnya tertutup kanopi warna hijau tua itu, hanya ada mereka berdua. Beberapa pengunjung lebih memilih berada didalam ruangan. Bella kembali menyeruput 'vanilla latte'-nya, lalu menyulut rokok dan menghisapnya dalam-dalam. Ia beranjak dari bangku tempatnya duduk, melangkah menuju pembatas balkon yg dibawahnya terdapat taman mini yang bunga-bunganya mulai merekah. Bella berdiri memandangi bunga-bunga tersebut, wajahnya begitu sumringah. Berkali-kali, Ia julurkan tanganya menggapai rintik hujan dan mengamati sekelilingnya.

"Bang Angga...Bang Angga....sini!" Bella melambaikan tanggannya. Sepertinya ada yang ingin Ia tunjukan.

Angga bergegas menghampiri.

"Itu tuh, yang namanya Pak Jono!"

Jari telunjuk Bella mengarah ke lelaki tua yang sedang ditemani oleh seorang wanita dikejauhan. Mereka baru saja keluar dari kendaraan roda empat, lalu berlari-lari kecil menuju pintu Mall.

"Yang mana?  Yang pakai baju biru itu kan?... Kalau orang itu mah Bang Angga kenal, Bell" jawab Angga datar.

Bella tersentak--bola matanya terbelalak--mendengar jawaban Angga.

"Bang Angga kenal? Kenal dimana?" desak Bella, penasaran.

"...Dia itu Bos Abang ditempat kerja. Perempuan yang bersamanya itu mantan Abang, Namanya Maya. Tapi sekarang jadi istri simpanannya Pak Jono."

Bella mengerenyitkan dahi, bibirnya mengerucut. Ia tak yakin dengan apa yang baru saja di dengarnya. Angga menyeringai, mereka pun saling bertukar pandangan. Hanya dalam hitungan detik, terdengarlah tawa lepas yang meluncur dari bibir gadis itu, hingga tubuh mungilnya terkial-kial.

"Oh, mantan Bang Angga itu namanya Maya?"

Angga mengangguk.

"Eh, Bang Angga! ... Bang Angga tau nama asli Bella, nggak?"

Angga menggelengkan kepala.

"Nurmaya, bang. ... Kalo dikampung, biasa dipanggil, Maya!"

"Masak sih?" dahinya mengkerut.

Paras cantik itu kembali terpingkal-pingkal, Sebelum akhirnya, dikejutkan oleh suara ponselnya yang berdering dari atas meja.

"Bang Angga, maaf ya....Bella harus pergi nih... Temen Bella udah nunggu diparkiran". Bella segera mengemaskan barang-barangnya dengan tergesa-gesa.

Angga tak punya kuasa untuk menahannya. Dengan berat hati, Ia mengantar Bella hingga kedepan pintu Mall. Sebelum keduanya berpisah, Bella membisikan sebaris kalimat ditelinga Angga.

"Terima kasih ya Bang, udah bisa bikin Bella tertawa".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun