Mohon tunggu...
Ibnu Azfa Chairul Azam
Ibnu Azfa Chairul Azam Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Undergraduate student of Occupationlal Health and Safety from Universitas Indonesia

A student.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Pengaruh Pajanan Radiasi terhadap Timbulnya Stres pada Manusia

21 Juni 2022   15:05 Diperbarui: 21 Juni 2022   15:12 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Radiasi adalah sumber energi yang terdiri dari gelombang dengan karakteristik frekuensi dan panjang gelombang yang berbeda, partikel alfa dan partikel beta. Radiasi dibedakan menjadi radiasi pengion dan non pengion. Radiasi pengion terdiri dari elektromagnetik dan partikulat. . 

Secara garis besar, radiasi yang diserap oleh tubuh manusia tergantung pada beberapa hal, yaitu (1) frekuensi dan panjang gelombang medan elektromagnetik, (2) polarisasi medan elektromagnetik, (3) jarak antara badan dan sumber radiasi elektromagnetik, (4) keadaan paparan radiasi, dan (5) sifat-sifat elektrik tubuh. 

Menurut The National Radiological Protection Board (NPRB) UK, Inggris, efek yang ditimbulkan dari radiasi gelombang elektromagnetik dibagi menjadi dua, yaitu efek fisiologis atau efek pada organ-organ tubuh manusia, dan efek psikologis, atau efek kejiwaan. 

Dalam situasi stres tinggi, pekerja mungkin mengalami “mental noise”, yaitu hambatan emosional yang dapat membuat sulit untuk mendengar, memahami atau mengingat informasi. Situasi seperti ini menciptakan ketidakpekaan terhadap risiko yang seringkali relatif rendah. 

Pada beberapa sektor pekerjaan diantaranya tidak terlepas dari adanya pajanan radiasi. Radiasi dapat berasal dari alam seperti radiasi sinar kosmik yang berasal dari matahari atau berasal dari aktivitas manusia itu sendiri yang ditemukan dari berbagai peralatan sehari-hari dengan penggunaan radioaktif. 

Radiasi sendiri adalah emisi atau mengeluarkan energi dalam bentuk sinar atau partikel dari atom yang tidak stabil. Sebuah atom yang tidak stabil dikatakan “radioaktif” atau “radionuklida” atau “radioisotop” dan energi yang dilepaskannya disebut sebagai “radiasi”. 

Radiasi terbagi menjadi dua jenis yaitu radiasi pengion dan radiasi non pengion. Radiasi pengion merupakan gelombang elektromagnetik (gamma atau sinar-X) atau partikulat (neutron, beta atau alfa) yang memiliki energi yang cukup untuk menghilangkan elektron dari orbitnya di sekitar inti atom (yaitu, menghasilkan ion secara langsung atau tidak langsung ketika dampak terjadi pada atom). 

Pajanan yang dikeluarkan oleh radiasi pengion dapat berupa pajanan internal yang terjadi ketika radionuklida dihirup, dicerna atau masuk ke dalam aliran darah dan pajanan eksternal yang terjadi ketika bahan radioaktif di udara (seperti debu, cairan, atau aerosol) disimpan pada kulit atau pakaian. Efek kesehatan apabila seseorang  terpajan radiasi pengion terbagi atas dua kategori yaitu efek deterministik dan efek stokastik. 

  • Efek Deterministik

Pada efek ini tingkat keparahan dampak yang ditimbulkan bergantung pada jumlah dosis pajanan yang diterima oleh tubuh. Sehingga karakteristik efek ini akan membuat kematian sel sebagian atau seluruh tubuh, seperti katarak, erythema kulit, epilepsi, penurunan jumlah sel darah.

  • Efek Stokastik

Efek stokastik ini berhubungan dengan genetik seperti asam deoksiribonukleat (DNA) yang dapat menyebabkan hereditary disease (penyakit keturunan), katarak dan kanker. Efek genetik disebabkan oleh rusaknya sel genetik (sel pembawa gen) yaitu kerusakan pada molekul DNA pada sperma dan ovum. Efek yang ditimbulkan adalah sama seperti efek stokastik yaitu penyakit keturunan, katarak dan kanker.

Selain radiasi pengion, jenis radiasi lainnya adalah radiasi non pengion. Radiasi non pengion merupakan merupakan radiasi yang tidak memproduksi ion-ion baik secara langsung maupun tidak pada saat berinteraksi dengan suatu material. 

Tidak seperti radiasi pengion yang memiliki energi besar untuk melepas elektron dari orbitnya, radiasi non pengion berupa gelombang elektromagnetik dengan energi rendah yang menarik elektron. Radiasi  non-pengion terbagi menjadi dua kelompok yaitu radiasi optik dan radiasi frekuensi radio. 

  1. Radiasi optik

Kelompok radiasi ini dapat terlihat langsung dengan mata dan terdiri dari tiga jenis yaitu ultraviolet, infra red, dan laser. 

  • Ultraviolet, radiasi ini dapat berasal dari matahari yang berupa UVA, UVB, dan UVC. Biasanya sinar ultraviolet digunakan saat berjemur, photoluminescence, manufaktur kimia, mengobati gangguan kulit, aplikasi kuman, spektroskopi UV, dan foto mikrolitografi. Efek ultraviolet menyebabkan kemerahan atau eritema, fotosensitisasi, kanker kulit, lesi kornea, fotokeratitis (kilat las).

  • Infrared, radiasi ini berasal dari sumber yang menghasilkan suhu panas seperti tungku, laser, lampu pijar, dan lain-lain. Sinar infrared memiliki panjang gelombang 300-8000 nm. Pada IR-A atau inframerah-dekat (0,75–2,5 nm) dapat menembus kulit sampai batas tertentu bahkan menembus mata ke retina. Lalu IR-B (2,5–5 nm) pada gelombang ini hampir sepenuhnya diserap oleh lapisan atas kulit dan mata. Selanjutnya yang tertinggi IR-C atau inframerah-jauh (5–300 nm) dapat menyebabkan luka bakar termal pada kulit dan kornea juga katarak pada lensa mata.

  • Laser, Light Amplification by Stimulated Emission of Radiation atau yang disingkat Laser merupakan cahaya tunggal yang menghasilkan foton. Sinar laser biasanya hanya bergerak pada satu arah dan dapat menyebabkan kulit terbakar dan apabila terpajan pada area mata akan merusak retina.

  1. Radiasi Frekuensi radio

Radiasi jenis ini terdiri dari dua gelombang elektromagnetik yaitu microwave dan radio frequency.

  • Microwave (MW), merupakan radiasi non-pengion yang memiliki energi yang rendah dengan frekuensinya antara 300 MHz sampai 300 GHz. Sumber radiasi ini bisa berasal dari oven, radar, televisi, dan lainnya. Dampak yang ditimbulkan dapat memiliki efek buruk pada keseimbangan elektrokimia otak dan perkembangan janin jika gelombang ini di modulasi atau berdenyut pada frekuensi rendah antara 5 dan 100hertz, yang besarnya sama dengan frekuensi gelombang otak.

  •  Radio Frequency (RF), pada radiasi ini memiliki frekuensi gelombang yang lebih rendah dibanding microwave yaitu berkisar 300 MHz sampai 3 KHz. Radiasi ana dapat bersumber dari peralatan seperti Sistem komunikasi, heat sealers, medical equipment, radar, dan microwave ovens. Efek yang ditimbulkan berupa pemanasan tubuh dalam yang meningkat, katarak, terganggunya efek reproduksi, sistem kekebalan tubuh menurun, rusaknya sistem endokrin (Pearl chain formation).

Salah satu efek radiasi yang menjadi perhatian dan terus digali oleh para peneliti adalah dampaknya bagi kesehatan otak manusia. Terutama, dampak radiasi frekuensi radio yang oleh beberapa penelitian menunjukkan tanda-tanda efek buruk pada otak seperti menimbulkan stres dan lain-lain. Hal ini menjadi penting mengingat berbagai alat komunikasi modern seperti telepon pintar atau smartphone juga memancarkan radiasi jenis ini.

Untuk mengetahui bagaimana stres yang ditimbulkan radiasi frekuensi radio, dilakukan penelitian pada hewan dan manusia. Pada penelitian dengan subjek hewan,  pengaruh pajanan radiasi terhadap aktivitas otak dapat kita lihat pada salah satu studi di Cina oleg Xue-Sen Yang et al (2012). 

Pada studi tersebut terbukti secara langsung bahwa radiasi elektromagnetik menimbulkan respons stres pada otak tikus, lebih tepatnya pada bagian hipokampus. 

Dalam studi ditemukan bahwa radiasi memicu aktivitas tertentu yang dapat mengganggu berfungsinya sistem saraf pada otak tikus yang diteliti. Selain itu, penelitian di India (2015) menunjukkan hasil bahwa pajanan radiasi microwave intensitas rendah menimbulkan berbagai dampak negatif pada otak tikus termasuk adanya peradangan dan kerusakan DNA. Kedua studi tersebut menunjukkan potensi radiasi untuk mengganggu aktivitas hingga kemungkinannya untuk menimbulkan kerusakan secara fisik otak manusia. 

Adapun pada manusia juga telah dilakukan berbagai studi untuk mempelajari bagaimana efek radiasi pada aktivitas otak manusia.  Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kwon Myoung Soo et al (2011), pajanan singkat  radiasi yang dipancarkan oleh telepon genggam berdampak pada metabolisme di dalam otak. 

Gambaran kondisi bagian tertentu otak setelah terpajan radiasi menunjukkan penurunan kadar energi dari kondisi normal sehingga dapat disimpulkan bahwa pajanan singkat radiasi dapat menekan proses metabolisme energi pada otak manusia. 

Data-data tersebut menunjukkan adanya potensi gangguan yang serius yang dapat ditimbulkan radiasi apabila pajanannya berlangsung dalam jangka panjang. 

Dugaan ini juga telah diuji dan terdapat beberapa penelitian yang mengamininya, seperti studi oleh Saba Shanin et al (2015) yang berhasil menemukan berbagai data yang menunjukkan bahwa pajanan radiasi microwave memicu gangguan di otak yang dapat diasosiasikan dengan penurunan memori dan gangguan belajar.

Pada lingkup yang lebih luas, pajanan radiasi dapat menimbulkan efek negatif yang dirasakan oleh orang-orang yang bekerja di bidang pekerjaan yang berkaitan erat dengan proses radiasi. 

Salah satu contohnya adalah tenaga kesehatan dan staf radiasi medis di rumah sakit. Pekerja rumah sakit di bagian radiasi medis, seperti pada bagian radio terapi dan pengobatan nuklir,  berisiko terpajan radiasi dosis rendah jangka panjang selama bekerja. 

Pajanan radiasi ini menurut Zhe Zhang et al. (2020) dari Xinjiang Medical University menjadi salah satu faktor risiko stres dan burnout pada pekerja bagian radiasi medis 10 rumah sakit di Xinjiang, China yang sebelumnya diketahui memiliki tingkat stres dan burnout yang lebih tinggi dibandingkan populasi umum. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu upaya intervensi untuk menjaga pekerja dari risiko efek negatif radiasi pada otak sehingga tetap sehat secara psikologis.

Secara keseluruhan radiasi yang ditimbulkan dari bahan “radioaktif” atau “radionuklida” atau “radioisotop” yang berasal baik dari alam maupun dari buatan manusia menimbulkan efek negatif terutama bagi tubuh manusia yang tak terlepas dari penggunaannya dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. 

Salah satu efek yang ditimbulkan oleh radiasi adalah stres yang dialami oleh individu terutama yang melakukan kontak dengan bahan-bahan yang menimbulkan radiasi. 

Bahan-bahan yang menimbulkan radiasi tersebut dapat ditemui dalam kehidupan sehari-hari seperti pada Smartphone yang memiliki radiasi seperti radiasi blue-light dan radiasi frekuensi radio yang berasal dari gelombang microwave. 

Selain itu, lampu juga diketahui dapat menghasilkan radiasi optik yang dapat merusak organ visual serta kulit. Dari alam sendiri, radiasi yang ditimbulkan oleh matahari yaitu sinar UV yang merupakan kategori radiasi optik juga dapat merusak berbagai organ pada tubuh manusia. 

Meskipun terdapat banyak bahan yang menghasilkan radiasi di sekitar kita, pada dasarnya terdapat nilai batas dosis yang merupakan dosis terbesar yang diizinkan oleh BAPETEN yang dapat diterima oleh Pekerja Radiasi dan anggota masyarakat dalam jangka waktu tertentu tanpa menimbulkan efek genetik dan somatik yang berarti. 

Nilai batas dosis bagi masyarakat umum adalah sebesar 1 mSv (milisievert) per tahun, yang berarti dapat dikatakan bahwa keterpaparan manusia terhadap radiasi sebesar < 1 mSv per tahun adalah hal yang aman. 

Selain melihat dosis yang dihasilkan oleh bahan yang menghasilkan radiasi, diperlukan suatu perlindungan keamanan dasar bagi individu yang terpajan oleh radiasi seperti pengaturan jarak, waktu, dan perisai/pembatas supaya berada pada dosis yang aman dan tidak menghasilkan dampak negatif salah satunya yaitu stres.

Penulis: 

Ibnu Azfa Chairul Azam, Muhammad Yusuf Hidayat, Putri Noer Haliza, Safira Nurul Izzah

Referensi

Dauer, L., Thornton, R., Hay, J., Balter, R., Williamson, M. and St. Germain, J., 2011. Fears, Feelings, and Facts: Interactively Communicating Benefits and Risks of Medical Radiation With Patients. American Journal of Roentgenology, 196(4), pp.756-761.

Sutapa, G., Widyasari, N., dan Dewi A., 2013. Mendalami Respon Adaptasi Sel Terhadap Paparan Radiasi Pengion. Buletin Alara, Vol 15. ISSN 1410-4652.

ARPANSA. 2019. Radiofrequency Radiation. Australian Radiation protection and nuclear Safety Agency. 

Kwon, M.S. et al. (2011) ‘GSM mobile phone radiation suppresses brain glucose metabolism’, Journal of Cerebral Blood Flow and Metabolism, 31(12), pp. 2293–2301. doi:10.1038/jcbfm.2011.128.

Megha, K. et al. (2015) ‘Low intensity microwave radiation induced oxidative stress, inflammatory response and DNA damage in rat brain’, NeuroToxicology, 51, pp. 158–165. doi:10.1016/J.NEURO.2015.10.009.

Shahin, S. et al. (2015) ‘2.45 GHz Microwave Radiation Impairs Learning and Spatial Memory via Oxidative/Nitrosative Stress Induced p53-Dependent/Independent Hippocampal Apoptosis: Molecular Basis and Underlying Mechanism’, TOXICOLOGICAL SCIENCES, 148(2), pp. 380–399. doi:10.1093/toxsci/kfv205.

Yang, X. Sen et al. (2012) ‘Exposure to 2.45 GHz electromagnetic fields elicits an HSP-related stress response in rat hippocampus’, Brain Research Bulletin, 88(4), pp. 371–378. doi:10.1016/J.BRAINRESBULL.2012.04.002.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun