Mohon tunggu...
Ibnu Arsib
Ibnu Arsib Mohon Tunggu... Mahasiswa - Bukan siapa-siapa, hanya manusia biasa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dapatkah Kita Bertemu Malam Ini?

28 Juli 2022   15:05 Diperbarui: 28 Juli 2022   15:32 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jadi mengapa ada kehendak manusia ingin memaksakan supaya sama? Kesamaan tidak dapat dibedakan jika hukumnya memang sama. Tidak dapat dibedakan jika memang sama.

"Aku hanya butuh kasih sayang. Mengapa Ayah lebih sayang pada Agnes padahal dia bukan anak kandungnya Ayah." Aku butuh keberanian untuk mengucapkan itu pada Ayah.

Ayah tidak menerima kata protesku. Ayah pun membentak, "Juli, Agnes itu saudarimu. Dia itu Kakakmu. Dia itu juga anakku," kata-kata itu terceplos tanpa sengaja, mungkin karena dorongan emosi, sehingga tidak sadar keluar dari ruang ingatan penyimpan rahasia selama ini yang belum pernah kudengar.

Sungguh aku terkejut mendengarnya. Melihat raut tanya di wajahku, Ayah pun menceritakannya sendiri. Apakah yang dikatakannya? Astaga, siapa yang tidak tersayat hatinya mendengar penjelasan itu. Ayah mengatakan bahwa Agnes adalah anak kandungnya bersama Ibu tiriku. 

Astaga, berarti Agnes adalah buah dari perselingkuhan. Sungguh kejamnya Ayah menyelingkuhi Ibuku. Apakah anak haram itu sebagai anak pertamanya? Dan Apakah Ibu tahu tentang ini semua?

Saat mendengar penjelasannya itu, aku tidak terima dengan perlakuan Ayah padaku, pastinya pada Ibuku. Betapa hancurnya pikiran dan hidupku. Mataku tidak dapat membendung butiran air mata. Aku berlari ke kamar. Kuhempaskan tubuhku ke tempat tidur. Air mengalir deras membasahi wajahku sambil menatap foto Ibu.


Aku tidak tahan lagi berada di rumah itu. Rasanya seluruh ruangan penuh api yang membakar dadaku, menghancurkan pikiranku. Kuraih jaket peninggalan Ibu sambil tersedu-sedu. Aku keluar menuruni anak tangga.

"Juli, kau mau ke mana?" tanya Ayah keras.

Aku tidak menjawab. Kakiku dengan ringannya melangkah. Sesampai di pintu, tiba-tiba saja kakiku yang ringan menjadi terikat. Aku teringat pada foto Ibu di kamar. Aku kembali lagi ke kamar.

"Juli..." tegur Ayah.

Aku tidak peduli dengan teguran itu. Tidak lama kemudian aku sudah di pintu rumah. Kucingku yang manis mengikuti sampai ke pintu. Ia mengelus kakiku meminta ikut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun