Mohon tunggu...
Tesla Syarifah
Tesla Syarifah Mohon Tunggu... -

Merekam..

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ijinkan Aku Merindu

29 Oktober 2010   15:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:59 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Entah sudah beberapa lama rindu ini masih ada di sini.

Di sini tidak pernah menghitungnya .

Tapi apa masih boleh di sini merindukan di sana?...

Tadinya keadaan di sini gaduh penuh keramaian suara teriakan sayat menyayat tentang bayangan.

Rusuh meributkan mengenai lelaki yang mencintai hujan, stasiun kereta, senja, laut, dan monyet.

Monyet? yah, katanya semua kekasihnya adalah "Monyet". Bah! Bahasa kasar bukan? Tidak, tidak seperti itu, dia membela diri. 'Aku cinta monyet, karena dia patut untuk dipelihara apalagi diberi kasih sayang", kata pria itu.

"Terkdang juga Monyet itu suka iseng dan jahil dan pastinya menyebalkan," lanjut dia.

"Jadi semua kekasihmu kau anggap Monyet?"

"Tidak semua. Hanya kau yang ku anggap kalajengking."

"Hah..Maksudnya?"

"Kau melangkah pelan. Bisamu adalah racun. Pelan-pelan kau gigit kulitku, hingga aku beracun."

"jadi aku adalah racun? matikah kau?"

"Racun yang menghinggapi jiwaku, hingga racun itu mengalirkan energy terpesona padamu"

"Mantapp sekali rayuanmu. Dari monyet hingga kalajengking"

'Tapi itulah yang ku tangkap Di sini"

"Tapi aku Merpati."

"Yang tidak pernah ingkar janji??"

"Hanya bagi yang terbang tinggi di antara pucuk yang satu ke pucuk yang lain, tapi selalu kembali ke pemiliknya. Pemilik yang selalu merawatnya."

"Duh, bahasamu susah. Aku tidak mengerti. Berbahasalah dengan mudah, agar manusia juga mudah mencernanya."

"Lalu bagaimana dengan kau? Kau menganggap Monyet dan Kalajengking. Itu terasa aneh di telinga dan sulit di selusuri."

"Berati kita harus latihan berbicara"

"Ya memang begitu seharusnya"

(Hemm itu cuplikan percakapanmu dengan kekasihmu yang selalu ada di benakku. Tutur bahasamu yang merindukan)

*****

Pagi hadir kembali. Entah juga sudah berapa pagi yang datang. Di sini menjadi sepi. Sepi tanpa suaramu, tanpa lekinganmu, tanpa keindahanmu. Sekali lagi, "masih Bolehkah di sini merindu?"

Ijinkanlah aku sebuah sangkar bambu merindu dirimu. Aku rindu untuk kau tempati. Kau ku basahi air hujan dengan pintu yang sengaja aku lebarkan? Kau yang ku ajak berjalan-jalan di stasiun kereta, padahal kau tidak suka stasiun kereta. Kau ku paksa menengadah untuk menyukai senja dan kau benci itu karena malam akan segera tiba dan kau tidak bisa lagi beraksi. Bukan aku yang melepaskanmu di laut, tapi wanita itu. Wanita-pemilik-kita. Majikan kita. Dan aku masih melekat jelas Monyet dan Kalajengking, dimana tadinya itu musuh-musuhmu dan mereka jadi sahabatmu. Karena Kau, Monyet dan Kalajengking memang hewan peliharaan wanita itu. Sedangkan aku hanya Sebuah sangkar tempat Kau-Burung Beo berlindung dan beristirahat.

Ijinakan aku menyapamu Beo...Tak usah khawatir, lukisan lelaki yang mencintai hujan telah diberikan orang lain oleh majikan kita. Jadi kau tidak perlu cemburu lagi...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun