Anggaplah cerita ini nyata, ilustrasi untuk menjelaskan Action Bias, Avaibility bias, dan Association Bias.Â
Suatu ketika ada seekor monyet muda bekerja di supermarket. Mulanya, ia bekerja di level low manejer dengan status kontrak kerja. Di waktu selesai jam kerja ia manfaatkan untuk bertemu dengan monyet-monyet lain di hutan untuk bermain, makan pisang, bahkan tidur di sarang mereka di hutan.
(1) Suatu hari si monyet muda diundang oleh raja monyet untuk datang di acara perayaan tahunan yang akan dihadiri banyak monyet-monyet lain di hutan. Karena Ia pikir yang mengundangnya seekor raja akhirnya selepas kerja ia  mempersiapkan diri untuk menghadiri perayaan tersebut tanpa tau maksud dari acara tersebut untuk apa. Singkat cerita selesai acara larut malam dan ia harus kembali ke sarangnya untuk istirahat agar siap kembali bekerja esok hari.
(2) Setelah 3 bulan bekerja monyet muda dipromosi oleh monyet manajer di tempat kerjanya, dengan tugas barunya ia bekerja dengan penuh semangat. Ia disemangati terus oleh monyet manajer, "kamu disini harus berkarya", "kamu ini beruntung karena kamu masih muda dan bisa bekerja di sini", "Kamu harus meninggalkan legacy yang baik dengan semangat terus dalam bekerja" hingga "kerja adalah ibadah". begitulah kira kira dorongan dan support dari monyet manajer.Â
Di level jabatannya sekarang, tugas-tugas pekerjaan si monyet lebih banyak dan kompleks dibanding jabatan sebelumnya, akhirnya ia tidak punya waktu lagi untuk bermain dengan monyet-monyet di hutan atau hanya sekedar bertemu. Beberapa monyet di hutan tersinggung dengan sikap baru dari monyet muda, monyet hutan menganggap naik jabatan adalah penyebab sombongnya seekor monyet.
(3) Supermarket mengalami perombakan tim manajer, supervisor, bahkan kepala yayasan. Banyak kebijakan diganti, ditambah, bahkan dikurangi. Salah satu kebijakan yang dikurangi adalah tidak ada karyawan yang diizinkan mengikuti perayaan tahunan kecuali fee atau perbekalan akan ditanggung sendiri, tidak seperti kebijakan sebelumnya yang diporbolehkan, bahkan semua perbekalan untuk mengikuti acara tesebut akan ditanggung oleh perusahaan.Â
Dua bulan sudah berlalu dengan kebijakan yang baru dan kinerja supermarket dari minggu ke minggu mengalami penurunan pembeli. Bahkan sampai pada titik mendekati gulung tikar karena pemasukan lebih kecil dibanding biaya operasional supermarket. Akhirnya, si monyet muda berfikir bahwa kebijakan baru itulah penyebab peluang kebangkrutan supermarket tempat ia bekerja.
Ok, setelah membaca kisah di atas mari kita bedah satu persatu. waaait !, tapi sebelumnya moqoddimah dulu ya hehe,
Teman-teman yang saya cintai tujuan ditulisnya tema ini tak lain untuk memberikan manfaat kepada saya pribadi dan pembaca sekalian. Semoga menjadi amal jariyah untuk kita semua, Aamiin.
Sip, kita mulai. Kita mulai dari berfikir, Berfikir dan manusia tidak bisa dipisahkan sepanjang masa, selama manusia itu hidup dan sadar maka dia akan terus berfikir. Sebuah penelitian mengatakan seorang manusia berfikir 50.000 macam pikiran setiap harinya dan otak manusia mengalami 100.000 reaksi kimia setiap  detiknya (sumber : Ihwal sesat pikir dan cacat logika hal. 1), tapi secanggih-canggihnya benda apapun di dunia ini pasti ada  kelemahannya, termasuk akal kita tempat ribuan pikiran itu. Maksud dari kelemahan berfikir ini adalah kurang tepat atau kurang pas antara sikap dan ide (reaksi akal) ketika kita sedang menghadapi situasi tertentu, atau singkatnya ketika seseorang berfikir yang tidak sesuai dengan dasar dari kaidah-kaidah rasionalitas. Penyebabnya ada dua, pertama kurangnya informasi, kedua keadaan mental yang belum siap menghadapai situasi atau peristiwa tersebut.