Mohon tunggu...
IBee Martin
IBee Martin Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Refleksi Hari Anak Nasional, Anak dan Pernikahan Usia Dini (Oleh: Ibrahim Barsilai Jami)

15 Agustus 2018   14:46 Diperbarui: 15 Agustus 2018   23:06 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Oleh: Ibrahim Barsilai Jami

(Tulisan ini telah dimuat di Radar Sulbar, 24 Juli 2018)

Anak adalah anugerah yang dititipkan oleh Sang Pencipta kepada setiap orang tua untuk dididik dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang harmonis dan penuh kasih sayang. Seorang anak juga, layaknya orang dewasa, berhak untuk menentukan nasibnya sendiri ketika ia bertumbuh dewasa nanti.

Anak-anak yang lahir dan tumbuh dalam perhatian dan kasih sayang yang penuh dari orang tua akan menjadi anak anak yang termotivasi dan bersemangat untuk meraih mimpi dan cita-citanya.  Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa seorang anak juga memiliki naluri gender manusiawi sebagai seorang laki-laki dan perempuan, memiliki ketertarikan pada lawan jenis seturut dengan usia perkembangannya.

Rasa sayang dan suka pada lawan jenis inilah yang kadang membuat seorang anak tidak bisa mengontrol dirinya untuk mengekspresikan perasaan suka dan cintanya pada seseorang. Rasa suka dan cinta yang terumbar melampaui kontrol diri dan emosi yang wajar dapat menyebabkan seorang anak terjebak dalam situasi yang bisa saja membuat kandas seluruh mimpi dan cita-citanya di masana depan. Seperti contoh berikut ini:

Pada akhir tahun 2017 yang lalu, warga Sulawesi Barat, dihebohkan dengan pernikahan pasangan anak usia dini yang bernama Arling dan Andini, yang berlangsung pada hari Minggu 26 November 2017. Arling adalah warga Banua Baru, kecamatan Wonomulio sedangkan Andini adalah warga Lampa. Kedua pasangan muda ini masih tercatat sebagai siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) kelas X (sepuluh) di Kabupaten Polewali Mandar.

Acara pernikahan tersebut berlangsung di Lampa, Kecamatan Mapilli, Kabupaten Polewali Mandar, Provinsi Sulawesi Barat. Meski masih dibawah umur, keduanya nampak bahagia melangsungkan acara pernikahan tersebut. Itu adalah satu contoh dari puluhan kasus pernikahan anak usia dini yang terjadi di Provinsi Sulawesi Barat.

Dalam kunjungannya ke Sulawesi Barat beberapa waktu lalu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP-PA) Republik Indonesia (RI), Yohana Yombise, mengatakan hingga saat ini Provinsi Sulawesi Barat masih menempati urutan pertama kasus pernikahan dini di Indonesia.

Hal itu disampaikan Menteri Yohana, dalam sambutannya di acara kampanye pencegahan pernikahan anak usia dini di Sulawesi Barat, di halaman rumah jabatan (Rujab) Wakil Bupati Mamuju, Jl. Ahmad Kirang, Kelurahan Binanga, Kecamatan Mamuju, Kamis (12/4/2018)

"Dilihat secara global satu dari tiga penduduk Indonesia adalah anak atau terdapat 87 juta penduduk Indonesia yang harus mendapatkan pemenuhan hak dan perlindungan khusus dari tindak kekerasan, diskriminasi termasuk tindakan perkawinan dini," kata Yohana.

Yohana mengatakan, Badan Pusat Statistik (BPS) bekerjasama dengan Badan Dunia untuk Anak-anak (UNICEF) merilis data perkawinan usia anak pertama kali. Pada laporan tersebut angka perkawinan usia anak atau perkawinan di bawah umur 18 tahun di Indonesia tergolong tinggi atau mencapai 23 persen.

"Data ini angka yang cukup tinggi. Bayangkan saja jika ada 100 perkawinan di Indonesia maka 23 diantaranya perkawinan yang didalamnya adalah anak," ujarnya.

Dikatakan, Indonesia juga tercatat salah satu dari 10 negara di dunia atau tepatnya di urutan ke-7 dengan angka pengantin anak tertinggi atau tertinggi kedua di Asean setelah Kamboja.

Berdasarkan data UNICEF tahun 2016, disebutkan bahwa angka pengantin anak lebih banyak terjadi di pedesaan dengan angka 27,11 persen, dibandingkan di perkotaan berada pada angka 17,0 persen.

Menurut data BPS Sulbar tahun 2015 merilis ada 11,58 persen anak di Sulbar menikah pada usia di bawah 16 tahun. Kemudian laporan BPS tahun 2016 analisis data perkawinan anak di Provinsi Sulbar menempati urutan pertama di Indonesia dengan nilai 37 persen.

"Hal ini diperkuat dengan pendataan keluarga terkait anak usia pertama di tahun 2017. Bahwa untuk perempuan yang menikah di bawah usia 21 tahun mencapai 117.741 orang dan laki-laki yang menikah dibawah 25 tahun mencapai 94.567 orang," jelasnya.

Yohana menambahkan, "Melihat dari angka ini, sudah kewajiban kita semua bersama seluruh unsur pemerintah dan masyarakat Sulbar termasuk media, untuk bersama-sama menurunkan perkawinan anak usia dini sehingga bisa menyelamatkan hak-hak anak untuk tumbuh kembang termasuk perlindungan khusus," harapnya. UntukUntuk diketahui, Sulbar merupakan provinsi ke-33 terbentuk di Indonesia dengan jumlah penduduk 1,3 juta jiwa.

Peran orang tua dan Pendidikan keluarga

Keluarga memegang peranan penting dalam pembentukan karakter seorang anak. Anak-anak yang bertumbuh dalam lingkungan keluarga yang terkontrol dapat terhindar dari berbagai pergaulan buruk. Keluarga harus menerapkan aturan-aturan dan norma-norma kepada seorang anak dalam bergaul atau berinteraksi dengan dunia luar.

Anak-anak harus dilatih untuk menempatkan diri dengan baik ketika berada di suatu lingkungan atau pergaulan tertentu. Penanaman nilai-nilai sosial ini diharapakan dapat membuat seorang anak menjadi lebih "aware" terhadap situasi dimana dia berada.

Para orang tua sejak dini harus memberikan perhatian serius atas perkembangan anak-anak mereka. Apalagi saat ini, kita hidup di era  teknologi dan informasj yang sangat terbuka dan berkembang pesat. Anak-anak dengan mudah dapat mengakses informasi dari berbagai sumber termasuk media sosial untuk mengenal dunia luar bahkan mengenal teman baru atau lawan jenisnya.

Pendidikan dalam keluarga akan mampu menolong anak-anak untuk  berhati-hati dalam pergaulan atau berkenalan dengan teman barunya. Anak yang mendapatkan arahan yang cukup dari orang tua akan lebih mampu menjaga dirinya dari pengaruh negatif dunia luar termasuk pergaulan bebas.

Orang tua tidak bisa memantau seorang anak-anak 24 jam sehari. Anak-anak memiliki banyak waktu untuk bermain, pergi ke sekolah, mengikuti acara-acara diluar jam sekolah atau aktif dalam berbagai kegiatan sosial. Kesempatan inilah yang menjadikan peluang bagi seorang anak untuk memanfaatkan waktunya dengan positif.

Para orang tua dapat memberi motivasi bagi seorang anak untuk berprestasi ketimbang pacaran dan melakukan hal-hal negatif bersama teman-temannya.  Motivasi yang berikan harus berkelanjutan sampai seorang anak mampu untuk tumbuh mandiri dan sukses dalam hidupnya.

Penguasaan diri seorang anak

Penguasaan diri sangat penting dalam membangun emosi yang sehat dan stabil. Penguasaan diri dalam berinteraksi di suatu lingkungan sosial akan menumbuhkan self-awarness atau mawas diri untuk lebih berhati-hati dalam bertindak, bertutur dan berperilaku.

Penguasaan diri atau self-control  seorang anak sangat penting untuk mengatasi pengaruh negatif yang timbul akibat bebasnya pergaulan dengan lawan jenis. Anak-anak harus mampu menguasai diri mereka untuk berkata tidak, ketika nafsu mereka mulai tidak terkontrol karena gejolak asmara di usia remaja. Seorang anak harus mampu menganalisa kelemahan dirinya ketika berhadapan dengan lawan jenis. 

Penguasaan diri yang matang tidak terjadi secara instan. Penguasaan diri dapat dilatih sejak dini dari setiap hal yang terjadi di sekitar kita. Dengan ilmu agama yang baik juga mampu untuk membuat seorang anak dapat mengendalikan dirinya dalam situasi-situasi yang tak lazim.

Anak-anak yang mampu menguasai dirinya dengan baik dapat memacu prestasinya di bidang akademik atau prestasi lainnya yang dapat mengeksplorasi kemampuannya untuk maju dan berkembang.

Pemerintah juga memiliki peran penting untuk mencegah Pernikahan anak usia dini dengan terus menggalakkan kampanye dan sosialisasi serta mendorong anak-anak untuk berprestasi dengan program pemberdayaan anak dan remaja untuk meningkatkan sugesti positif anak dalam tumbuh kembangnya meraih masa depan yang gemilang.

Pernikahan anak usia dini merupakan tanggung jawab kita bersama. Keterlibatan semua stakeholder dibutuhkan untuk saling bersinergi, terus berupaya mendorong semua pihak terutama masyarakat dan para orangtua khusunya, menjalankan fungsi dan perannya masing-masing demi terciptanya generasi emas Indonesia di masa depan. Selamat Hari Anak Nasional tahun 2018.

Kita cinta Anak Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun