Menurut anggapan orang-orang kafir maupun kaum musyrikin, kitab-kitab yang datang dari Tuhan, lazimnya diturunkan secara sekaligus. Mereka meragukan Al-Qur`an sebab diturunkannya dengan cara berbeda dengan penurunan kitab-kitab samawi lainnya. Sehingga mereka mengemukakan pertanyaan: Mengapa Al-Qur`an tidak diturunkan sekaligus? untuk menjawab pertanyaan mereka, maka Allah swt. telah menjelaskan dalam ayat diatas (Q.S. Al-Furqan :25/32) dimana dijelaskan bahwa salah satu hikmah Al-Qur`an diturunkan secara bertahap salah satunya untuk menguatkan hati Nabi dalam menerima dan menyampaikan kalam Allah kepada umat manusia.
 Penyikapan terhadap nilai dan keyakinan dalam masyarakat Arab merupakan salah satu penyebab pewahyuan Al-Qur`an tidak diturunkan sekaligus, melainkan secara bertahap. Dengan rentang waktu tersebut, maka pesan di dalam Al-Qur`an yang terdiri dari aqidah, norma syari'ah, dan tuntunan moral (akhlak) tersampaikan secara bertahap. Dengan mengetahui hubungan pewahyuan ayat-ayat Al-Qur`an dengan realita sosial juga akan diketahui bahwa Al-Qur`an mempunyai hubungan historitas yang kuat dengan kondisi masyarakat tanpa menafikan dan mengurangi nilai wahyu ilahiyah-Nya yang bersifat samawi.
E. Maksud dan Hikmah dibalik Turunnya Al-Qur`an Secara Berangsur-angsur
 Hikmah diturunkannya Al-Qur`an secara ber angsur-angsur itu memberikan manfaat yang besar, baik kepada Nabi Muhammad secara pribadi, kepada masyarakat Arab saat periode turunnya Al-Qur`an, maupun kepada umat Islam setelah masa sahabat.
 Hikmah turunnya Al-Qur`an secara berangsur-angsur merupakan suatu metode yang berfaedah bagi kita sebab dapat meningkatkan mutu pendidikan bagi umat Islam untuk memperbaiki jiwa manusia, meluruskan perilakunya, membentuk kepribadian dan menyempurnakan eksistensinya sendiri.
 Sebagaimana yang kita ketahui bahwa segala sesuatu yang Allah kehendaki itu mengandung hikmah dan memiliki tujuan. Begitu juga dengan proses turunnya Al-Qur`an secara bertahap. Diantara hikmah atau tujuannya adalah sebagai berikut:
 Pertama, memperkuat hati Rasulullah Saw. Meskipun Rasulullah Saw telah menyampaikan ajarannya kepada manusia, ia menghadapi tantangan keras dari mereka yang menolak dan bersikap keras kepala. Orang-orang ini memiliki hati yang keras dan perilaku kasar, selalu mengganggu dan mengancam Rasul. Kesedihan adalah hal yang tidak diinginkan manusia, tetapi kesedihan juga merupakan bagian tak terhindarkan dari perjalanan kehidupan manusia. Bahkan, Rasulullah Saw pernah merasakan kesedihan yang mendalam saat kehilangan orang-orang yang sangat dicintainya, yang dikenal sebagai amul huzni (tahun kesedihan) pada sekitar tahun 619 Masehi.
 Allah berharap agar manusia tidak mudah merasa sedih, terutama terhadap tindakan orang-orang yang tidak beriman. Al-Qur'an menjelaskan bahwa dalam interaksi sosial, mungkin ada tindakan yang menyebabkan kesedihan, oleh karena itu, manusia disarankan untuk tidak mudah merasa sedih karena perilaku orang lain. Dalam konteks ini, manusia dianjurkan untuk selalu berharap kepada Allah semata, karena menaruh harapan pada selain Allah hanya akan membawa kesengsaraan dan kepedihan.
 Dengan demikian, dalam konteks ini, wahyu diterima secara bertahap oleh Nabi Muhammad untuk meneguhkan hati beliau dalam menyampaikan Ketauhidan, tanpa memperhatikan reaksi dan tindakan yang dilakukan oleh orang-orang kafir. Ini sejalan dengan metode pendidikan yang ditegaskan dalam Al-Qur`an, seperti yang dilakukan oleh para rasul sebelumnya dalam menyampaikan pesan dakwah mereka.
 Firman Allah dalam Q.S. al-An'am 6;33
 Sungguh, Kami mengetahui bahwa sesungguhnya apa yang mereka katakan itu betul-betul membuatmu (Nabi Muhammad) bersedih. (Bersabarlah) karena sebenarnya mereka tidak mendustakanmu, tetapi orang-orang zalim itu selalu mengingkari ayat-ayat Allah.