Mohon tunggu...
Hardian Mursito
Hardian Mursito Mohon Tunggu... Guru - guru

hardian mursito, hobi : menyenangkan orang lain; topik : Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Money

Profesionalisme Guru sebagai Indikator Keberhasilan dalam Peningkatan Prestasi Belajar Siswa

16 Juni 2016   08:58 Diperbarui: 16 Juni 2016   14:14 11700
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Pendahuluan

Dewasa ini kita telah mempunyai visi 2025 sebagai visi jangka panjang dalam kehidupan bernegara. Dari visi 2025 tersebut dijabarkan berbagai kebijakan dalam semua sektor kehidupan berbangsa. Salah satu kebijakan yang lahir dari vivi serta misi tersebut adalah kebijakan pendidikan dan kebijakan publik. Sehingga dibutuhkan pemimpin yang dapat merumuskan kebijkan pendidikan dan kebijakan publk yang tepat. Hal ini berarti para pemimpin haruslah mempunyai pengetahuan dan visi mengenai hakikat pendidikan untuk rakyat Indonesia dan berikutnya mereka harus mempunyai pengetahuan dan visi tentang kebijakan publik yang sesuai dengan platform kehidupan bernegara Indonesia (Tilaar dan Nugroho:2008:8)

Pendidik profesional yang dimaksud adalah pendidik yang berkualitas, berkompetensi, dan pendidik yang dikehendaki untuk mendatagkan prestasi belajar serta mampu mempengaruhi proses belajaar mengajar siswa yang nantinya akan menghasilkan prestasi belajar siswa yang baik (Hamalik,. 2006:36).

Akan tetapi melihat realitas yang ada, keberadaan guru profesional sangat jauh dari apa yang dicita-citakan. Menjamurnya sekolah-sekolah yang rendah mutunya memberikan suatu isyarat bahwa guru profesional hanyalah sebuah wacana yang belum terealisasi. Hal itu menimbulkan suatu keprihatinan yang tidak hanya datang dari kalangan akademis, akan tetapi orang awam sekalipun ikut mengomentari ketidakberesan pendidikan dan tenaga pendidik yang ada. Kenyataan tersebut menggugah kalangan akademis, sehingga mereka membuat perumusan untuk meningkatkan kualifikasi guru melalui pemberdayaan dan peningkatan profesionalisme guru dari pelatihan sampai dengan inkuiri agar guru memiliki kualifikasi pendidikan minimal strata satu (S-l).

Yang menjadi permasalahan adalah guru hanya memahami instruksi tersebut sebagai formalitas untuk memenuhi tuntutan kebutuhan yang sifatnya administratif. Sehingga kompetensi guru profesional dalam hal ini tidak menjadi prioritas utama. Dengan pemahaman tersebut, konstribusi untuk siswa menjadi kurang diperhatikan bahkan terabaikan. Bertolak kondisi itulah pemerintah memunculkan program sertifikasi guru, yang tertuang dalam undang-undang No. 14 tentang 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD). Dimana di dalamnya disebutkan bahwa guru yang memiliki sertifikat pendidik berhak mendapatkan intensif berupa tunjangan profesi. Pemberian tunjangan profesi ini tidak hanya guru yang bertugas sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) tetapi juga guru non PNS. Selama yang bersangkutan memiliki sertifikat pendidik, harapan pemerintah dalam peningkatan mutu pendidikan baik dan sisi proses (layanan) maupun hasil (luaran) pendidikan.

Permasalahan pendidikan tidak hanya terletak pada guru atau siswa saja akan tetapi juga masyarakat dan pemerintah yang turut andil dalam masalah pendidikan. Maka dari itu pemerintah berusaha memperbaiki mutu pendidikan, melalui sistem pendidikan yang diciptakan pemerintah mengharapkan terbentuknya manusia Indonesia yang memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang tinggi diikuti oleh budi pekerti yang baik.

Ada tiga syarat utama yang harus diperhatikan dalam pembangunan pendidikan agar dapat berkontribusi terhadap peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), yaitu: kurikulum, media pembelajaran, guru dan tenaga kependidikan yang profesional. Pendidik yang profesional diharapkan akan lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif, menyenangkan, dan akan lebih mampu mengelola kelas nya, sehingga kegiatan belajar para peserta didik akan berada pada taraf optimal.

Kesuksesan pendidikan bukan sekedar mengahadirkan peserta didik memenuhi kelas di sekolah. Tantangan terberat justru memastikan para peserta didik mendapatkan layanan pendidikan bermutu sehingga mereka mampu mencapai tujuan belajar, menyelesaikan sekolah, dan memiliki kemampuan menghadapi masa depan. Untuk mencapai pendidikan yang berkualitas, guru memiliki peran penting dan strategis.

Institusi penyelenggara pendidikan membutuhkan guru ideal, berkualitas, terlatih, dan bermotivasi tinggi alam menjlani profesi dan tanggung jawabnya. Guru harus mampu menjaga keseimbangan antara tuntutan untuk berbuat normatif ideal dengan suasana kehidupan masa kini yang ditandai dengan pola kehidupan materialistis, pragmatif, individualistis, kompetitif, dan lain sebagainya. Apabila guru mampu bertugas dan berperan secara profesional, maka pembelajaran akan berlangsung efektif.

Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan, aspek utama yang ditentukan adalah kualitas guru. Sukes tidaknya para peserta didik dalam belajar di sekolah, salah satu nya tergantung pada pendidik. Mengingat keberadaan pendidik dalam proses kegiatan belajar mengajar sangat berpengaruh, maka sudah semestinya kualitas pendidik harus diperhatikan dan ditingkatkan. Salah satu usaha yang dapat dilakukan melalui kualifikasi pendidikan guru sesuai dengan persyaratan minimal yang ditentukan syarat-syarat guru profesional.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei dengan pendekatan regresi.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah yaitu bahwa perlu adanya peningkatan profesionalisme baik sebelum maupun sesudah sertifikasi. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa inti perumusan masalahnya “Apakah Profesionalisme Guru Dapat di Jadikan Indikator Keberhasilan Prestasi Belajar Siswa?”

Kajian Pustaka

Sertifikasi Guru 

Pemerintah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan nasional melalui peningkatan komponen mutu guru, telah meluncurkan program sertifkasi guru. Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat kepada para guru yang telah memenuhi standar professional guru. Pemerintah berharap dari program sertifikasi ini profesionalisme guru akan meningkat sehingga pada akhirnya, mutu pendidikan akan meningkat pula.

Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru. Sertifikat pendidik ini diberikan kepada guru yang memenuhi standar profesional guru. Standar profesional guru tercermin dari uji kompetensi. Uji kompetensi dilaksanakan dalam bentuk penilaian portofolio. Penilaian portofolio merupakan pengakuan atas pengalaman profesional guru dalam bentuk penilaian terhadap kumpulan dokumen yang mendeskripsikan kualifikasi akademik, pendidikan dan pelatihan, pengalaman mengajar, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, penilaian dari atasan dan pengawas, prestasi akademik, karya pengembangan profesi, keikutsertaan dalam forum ilmiah, pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial, dan penghargaan yang relevan.

Selain itu ada juga yang berpendapat bahwa sejatinya sertifikasi adalah alat untuk meningkatkan kesejahteraan guru. Bahkan yang lebih berani mengatakan bahwa sertifikasi adalah akal-akalan pemerintah untuk menaikkan gaji guru. Kata sertifikasi hanyalah kata pembungkus agar tidak menimbulkan kecemburuan profesi lain.

Pemahaman seperti itu tidak terlalu salah sebab dalam Undang-Undang Guru dan Dosen (UUGD) pasal 16 disebutkan bahwa guru yang memiliki sertifikat pendidik, berhak mendapatkan insentif berupa tunjangan profesi. Besar insentif tunjangan profesi yang dijanjikan oleh UUGD adalah sebesar satu kali gaji pokok untuk setiap bulannya.

Persepsi seperti itu cenderung mencari-cari kesalahan suatu program pemerintah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan nasional. Peningkatan kesejahteraan guru dalam kaitannya dengan sertifikasi harus dipahami dalam kerangka peningkatan mutu pendidikan nasional, baik dari segi proses (layanan) maupun hasil (luaran) pendidikan. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan secara eksplisit mengisyaratkan adanya standarisasi isi, proses, kompetensi lulusan, pendidikan dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan nasional.

Di samping itu, menurut Samami dkk. (2006:3), yang perlu disadari adalah bahwa guru adalah subsistem pendidikan nasional. Dengan adanya sertifikasi, diharapkan ada peningkatan profesionalisme guru.

Namun, implementasinya sertifikasi tidak sesuai dengan yang diharapkan. Apa yang menjadi keprihatinan banyak pihak ini dapat dimaklumi. Hal ini dikarenakan pelaksanaan sertifikasi dalam bentuk penilaian portofolio tidak lebih dari penilaian terhadap tumpukan kertas. Kelayakan profesi guru dinilai berdasarkan tumpukan kertas yang mampu dikumpulkan. Padahal untuk membuat tumpukan kertas itu pada zaman sekarang amatlah mudah. Tidak mengherankan jika kemudian ada beberapa kepala sekolah yang menyetting berkas portofolio guru di sekolahnya tidak mencapai batas angka kelulusan. Mereka berharap guru-guru tersebut dapat mengikuti diklat sertifikasi. Dengan mengikuti diklat sertifikasi, maka akan banyak ilmu baru yang akan didapatkan secara cuma-cuma. Dan pada gilirannya, ilmu yang mereka dapatkan di diklat sertfikasi akan diterapkan di sekolah atau di kelas.

Asumsi bahwa pelaksanaan sertifikasi dalam bentuk penilaian portofolio tidak akan berdampak sama sekali terhadap peningkatan mutu pendidikan nasional terasa akan menjadi kenyataan bila dibandingkan dengan pelaksanaan sertifikasi di beberapa negara maju, khususnya dalam bidang pendidikan. Hasil studi Educational Testing Service (ETS) yang dilakukan di delapan negara menunjukkan bahwa pola-pola pembinaan profesionalisme guru di negara-negara tersebut dilakukan dengan sangat ketat (Samami dkk., 2006:34).

Sebagai contoh, Amerika Serikat dan Inggris yang menerapkan sertifikasi secara ketat bagi calon guru yang baru lulus dari perguruan tinggi. Di kedua negara tersebut, setiap orang yang ingin menjadi guru harus mengikuti ujian untuk memperoleh lisensi mengajar. Ujian untuk memperoleh lisensi tersebut terdiri dari tiga praktis, yaitu tes keterampilan akademik yang dikenakan pada saat seseorang masuk program penyiapan guru, penilaian terhadap penguasaan materi ajar yang diterapkan pada saat yang bersangkutan mengikuti ujian lisensi, dan penilaian performance di kelas yang diterapkan pada tahun pertama mengajar. Mereka yang memiliki lisensi mengajarlah yang berhak menjadi guru.

Wibowo (2004), mengungkapkan bahwa sertifikasi bertujuan untuk hal-hal sebagai berikut:

Melindungi profesi pendidik dan tenaga kependidikan;

Melindungi masyarakat dari praktek-praktek yang tidak kompeten, sehingga merusak citra pendidik dan tenaga kependidikan;

Membantu dan melindungi lembaga penyelenggara pendidikan, dengan menyediakan rambu-rambu dan instrumen untuk melakukan seleksi terhadap pelamar yang kompeten;

Membangun citra masyarakat terhadap  profesi pendidik dan tenaga kependidikan;

Memberikan solusi dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan dan tenaga kependidikan.

Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan: Secara eksplisit mengisyaratkan adanya standarisasi isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiyaan, dan penilaian pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan nasional.

Guru dalam jabatan yang mengikuti pendidikan dan uji kesetaraan baik yang dibiayai pemerintah, pemerintah daerah maupun biaya sendiri dilaksanakan dengan tetap melaksanakan tugasnya sebagai guru. Program pendidikan profesi guru memiliki beban belajar yang diatur berdasarkan persyaratan latar belakang bidang keilmuan dan satuan pendidikan tempat penugasan.

Sertifikasi Pendidik bagi calon Guru harus dilakukan secara obyektif, transparan, dan akuntable. Jumlah peserta didik progam pendidikan profesi setiap tahun ditetapkan oleh pemerintah. Program pendidikan profesi diakhiri dengan uji kompetensi pendidik,Sertifikat Pendididk bagi calon guru sebelum yng bersangkutan diangkat menjadi guru. Calon guru yang tidak memiliki Sertifikat pendidik tetapi memiliki keahlian khusus yang diakui dan diperlukan dapat diangkat menjadi pendidik setelah uji kelayakan. Sertifikat pendidik sah berlaku untuk melaksanakan tugas sebagai guru setelah mendapat nomor registrasi guru dari departemen.

Calon guru  dapat memperoleh lebih dari satu Sertifikat pendidik, tetapi hanya dengan satu nomor registrasi Guru dari Departemen. Sertifikat pendidik yang diperoleh guru berlaku selama yang bersangkutan melaksanakan tugas sebagai guru sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Guru dalam jabatan yang telah memiliki kualifikasi Akademik S-1 atau D-IV dapat langsung mengikuti uji kompetensi untuk memeperoleh Sertifikat Pendidik. Jumlah peserta kompetensi setiap tahun ditetapkan oleh menteri. Uji kompetensi pendidikan dilakukan dalam bentuk portopolio. Penilaian portopolio merupakaan pengakuan atas pengalaman profesional Guru dalam bentuk penilaian terhadap kumpulan dokumen. Dalam penilaian portofolio Guru dalam jabatan yang belum mencapai persyaratan uji kompetensi untuk memperoleh Sertifikat Pendidik diberi kesempatan untuk: melengkapi persyaratan portofolio, dan mengikuti pendidikan dan pealtihan diperguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh pemerintah.

Profesionalisme Guru

Secara etimologi, profesi berasal dari istilah bahasa inggris profesional atau bahas latin profecus, yang artinya mengakui, pengakuan, menyatakan mampu, atau ahli dalam melaksanakan pekerjaan tertentu. Pengakuan dari diri sendiri, dari orang lain atau dari lembaga profesi. Kalau pengakuan itu datang dari penyandang profesi itu, muncul beberapa pertanyaan. Apakah kemampuan yang diakui atau diklaimnya itu benar-benar sebuah kenyataan? Apakah pengakuan itu tidak lebih dari sebuah kesombongan? Tidakkah pengakuan itu tidak lebih dari “riak-riak air yang sesungguhnya mengimplisistkan kedangkala derajat profesional penyandang profesi itu? Apakah benar-benar ada bukti formal dan material yang memperkuat pengakuan itu.

Penyandang profesi boleh mengatakan bahwa dia mampu atau ahli dalam melaksanakan pekerjaan tertentu asalkan pengakuannya disertai bukti riil bahwa dia benar-benar mampu melaksanakan suatu pekerjaan yang diklaim sebagai keahliannya. Akan tetapi, pengakuan itu idealnya berasal dari masyarakat atau pengguna jasa penyandang profesi itu atau berangkat dari karya ilmiah atau produk kerja lain yang dihasilkan oleh penyandang profesi itu. Pengakuan itu terutama didasari atas kemampuan konseptual-aplikatif dari penyandang profesi itu (Danim, 2002:21).

Secara terminologi, profesi dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan yang mensyaratkan pendidikan tinggi bagi pelakunya yang ditekankan pada pekerjaan mental, bukan pekerjaan manual (Danim, 2002:21). Kemampuan mental yang dimaksudkan di sini adalah adanya persyaratan pengetahuan teoritis akademis sebagai instrument untuk melakukan perbuatan praktis. Merujuk pada definisi ini, pekerjaan-pekerjaan yang menuntut keterampilan manual atau fisikal, meskipun levelnya tinggi, tidak digolongkan dalam profesi (sekarang ini).

  • Dr. Sikun Pribadi (1976) mengemukakan definisi profesi sebagai berikut: Profesi pada hakekatnya adalah suatu pernyataan atau suatu janji terbuka, bahwa seseorang akan mengabdikan dirinya kepada suatu jabatan atau pekerjaan. Karena orang tersebut merasa terpanggil untuk menjabat pekerjaan itu.
  • Nugroho Notosusanto (1984) menuturkan bahwa profesi adalah suatu vokasi yang memerlukan teknik dan prosedur kerja yang harus dipelajari secara sengaja dan dalam jangka waktu tertentu. Teknik dan prosedur kerja tersebut diabadikan sebagai layanan untuk kemaslahatan umat. Kerja ini ditandai oleh sifat tanggap dan sikap bijaksana yang didasari filosofi pekerjaan.
  • Ciri profesi menurut Sanusi et. AI. (1991) yang dikutip Prof. Soetjipto dalam bukunya Profesi Keguruan adalah:
  • Suatu jabatan yang memiliki fungsi dan signifikan sosial yang menentukan (crucial).
  • Jabatan yang menuntut keterampilan dan keahlian tertentu.
  • Keterampilan dan keahlian tersebut diperoleh melalui pemecahan masalah dengan menggunakan teori dan metode ilmiah.
  • Jabatan tersebut berdasar pada batang tubuh disiplin ilmu yang jelas.
  • Jabatan itu memerlukan pendidikan tingkat perguruan tinggi dengan waktu yang cukup lama.
  • Proses pendidikan untuk jabatan itu juga merupakan aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai profesional itu sendiri.
  • Dalam memberikan layanan kepada masyarakat, anggota profesi berpegang teguh pada kode etik yang dikontrol oleh organisasi profesi.
  • Tiap anggota profesi mempunyai kebebasan dalam memberikan judgement terhadap permasalahan profesi yang dihadapi.
  • Dalam praktiknya melayani masyarakat, anggota profesi otonom dan bebas dari campur tangan orang lain.
  • Jabatan ini mempunyai prestise yang tinggi dalam masyarakat, dan oleh karenanya memperoleh imbalan yang tinggi pula.

Istilah profesional berasal dari profession, yang mengandung arti sama dengan occupation atau pekerjaan yang memerlukan keahlian yang diperoleh melalui pendidikan atau latihan khusus. Ada beberapa pengertian yang berkaitan dengan professionalisme yaitu okupasi, profesi, dan amatif. Terkadang membedakan antara para professional, amatir, dan delitan. Maka para profesional adalah para ahli di dalam bidangnya yang telah memperoleh pendidikan atau pelatihan yang khusus untuk pekerjaan itu.

Sebagai pendidik, guru harus profesional sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional bab IX pasal 39 ayat 2: “Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidikan pada perguruan tinggi.”

Dari ketiga kegiatan tersebut, terutama penelitian menuntut sikap guru dinamis sebagai seorang profesional. Untuk mewujudkan keadaan dinamis ini pendidikan guru harus mampu membekali kemampuan kreativitas, rasionalitas, keterlatihan memecahkan masalah, dan kematangan emosionalnya. Semua bekal ini dimaksudkan mewujudkan guru yang berkualitas sebagai tenaga profesional yang sukses dalam menjalankan tugasnya.

Dalam UU No. 14 Tahun 2005 dinyatakan bahwa sebagai pendidikan profesional guru mempunyai tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Sementara itu profesional dimaknai sebagai pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang yang menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.

Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional merupakan bagian dari pembaharuan sistem pendidikan nasional yang pelaksanaannya memperhatikan berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pendidikan, kepegawaian, ketenagakerjaan, keuangan dan pemerintah daerah. Sehubungan dengan itu diperlukan tentang kedudukan guru dan sebagai tenaga profesional dalam suatu undang-undang. Hal ini dimaksudkan untuk mencapai keberhasilan sebagai seorang guru.

Keberhasilan guru dapat ditinjau dari dua segi proses dan dari segi hasil. Dari segi proses, guru berhasil bila mamppu melibatkan sebagian besar peserta didik secara aktif baik fisik, mental maupun sosial dalam proses pembelajaran, juga dari semangat mengajarnya serta adanya rasa percaya diri. Sedangkan dari segi hasil, guru berhasil bila pembelajaran yang diberikannya mampu mengubah perilaku pada sebagian besar peserta didik ke arah yang lebih baik. Sebaliknya dari sisi siswa, belajar akan berhasil bila memenuhi dua persyaratan: (1) belajar merupakan sebuah kebutuhan siswa, dan (2) ada kesiapan untuk belajar, yakni kesiapan memperoleh pengalaman-pengalaman baru baik pengetahuan maupun keterampilan.

Hal ini merupakan gerakan dua arah, yaitu gerakan profesional dari guru dan gerakan emosional dari siswa. Apabila yang bergerak hanya satu pihak tentu tidak akan berhasil, yang dalam istilah sehari-hari disebut bertepuk sebelah tangan. Sehebat-hebatnya potensi guru selagi tidak direspons positif oleh siswa, pasti tidak berarti apa-apa. Jadi gerakan dua arah dalam mensukseskan pembelajaran antara guru dan siswa itu sebagai gerakan sinergis.

Bagi guru yang proofesional, dia harus memiliki kriteria-kriteria tertentu yang positif. Gilbert H. Hunt menyatakan bahwa guru yang baik itu harus memenuhi tujuh kriteria:

  • Sifat positif dalam membimbing siswa
  • Pengetahuan yang memadai dalam mata pelajaran yang dibina
  • Mampu menyampaikan materi pelajaran secara lengkap
  • Mampu menguasai metodologi pembelajaran
  • Mampu memberikan harapan riil terhadap siswa
  • Mampu mereaksi kebutuhan siswa
  • Mampu menguasai manajemen kelas

Disamping itu ada satu hal yang perlu mendapatkan perhatian khusus bagi guru profesional yaitu kondisi nyaman lingkungan belajar yang baik secara fisik maupun psikis. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional pasal 40 ayat 2 bagian 2 di muka menyebut dengan istilah menyenangkan. Dinamika juga E. Mulyasa menegaskan, bahwa tugas guru yang paling utama adalah bagaimana mengkondisikan lingkungan belajar yang menyenangkan, agar dapat membangkitkan rasa ingin tahu semua peserta didik sehingga timbul minat dan nafsunya untuk belajar. Adapun Bobbi Deporter dan Mike Hernachi menyarankan agar memasukkan musik dan estetika dalam pengalaman belajar siswa. Karena musik berhubungan dan mempengaruhi kondisi fisiologis siswa yang diiringi musik membuat pikiran selalu siap dan mampu berkonnsentrasi. Dalam situasi otak kiri sedang bekerja, masuk akan membangkitkan reaksi otak kanan yang intuitif dan kreatif sehingga masukannya dapat dipadukan dengan keseluruhan proses.

Terkait dengan suasana yang nyaman ini, perlu dipikirkan oleh guru yang profesional yaitu menciptakan situasi pembelajaran yang bisa menumbuhkan kesan hiburan. Mungkin semua peserta didik menyukai  hiburan, tetapi mayoritas mereka jenuh dengan belajar. Bagi mereka belajar adalah membosankan, menjenuhkan, dan di dalam kelas seperti di dalam penjara. Dari evaluasi yang didasarkan pada pengamatan ini, maka sangat dibutuhkan adanya proses pembelajaran yang bernuansa menghibur. Nuansa pembelajaran ini menjadi “pekerjaan rumah” bagi para guru khususnya guru yang profesional.

Pengembangan professional (professional development) merupakan Pengembangan kemampuan profesional yang akan memberikan kontribusi pada peningkatan kemampuan/ kompetensi guru yang pada akhirnya akan berdampak pada makin meningkatnya kualitas pembelajaran. Menurut Magioli (2004:5) ”Professional development can be defined as a career-long process in whch educators fine-tune their teaching to meet student needs”. Pengembangan profesinal guru dapat menjadikan proses pendidikan dan pembelajaran makin meningkat karena kemampuan dan kompetensi guru akan terus berkembang. King dan Newmann dalam Peter Cuttance (2001:125) berpendapat bahwa dalam upaya meningkatkan proses pembelajaran, pengembangan profesional dapat memberikan kontribusinya melalui hal-hal berikut:

  • improving the knowledge, skill and disposition of individual staff member
  • organised, collective enterprise arising from a strong, school-wide professional community and
  • focused oherent and sustained staff and student learning

Oleh karena itu upaya yang dilakukan oleh guru dalam pengembangan profesionalnya sebagai pendidik merupakan faktor yang amat penting, karena hal tersebut dapat meningkatkan kemampuan dan kompetensi pendidik/ guru yang nantinya akan dapat memperbaiki secara terus menerus proses pembelajaran.

Tuntutan profesionalisme guru memerlukan upaya untuk terus mengembangkan sikap profesional, melalui peningkatan kapasitas guru agar makin mampu mengembangkan profesinya dalam menjalankan tugarnya di sekolah. Menurut Roland S. Barth (1990:49) adalah:

The crux of teachers’ professional growth, I feel, is the development of a capacity to observe and analyze the consequences for students of different teaching behaviour and materials, and to learn to make continous modification of teaching on the basis of cues student convey

Hal tersebut sejalan dengan tuntutan terhadap profesi, termasuk Profesi Guru, yang selalu menuntut upaya peningkatan terus menerus.

Pengembangan profesional pendidik memerlukan peningkatan kompetensi khususnya dalam menghadapi masalah pembelajaran di kelas, dan inovasi pembelajaran merupakan hal yang penting dalam kompetensi tersebut. Inovasi Pembelajaran (Depdiknas, 2007:2) apabila dilaksanakan secara berkesinambungan akan berdampak sebagai berikut:

  • Kemampuan dalam menyelesaikan masalah pembelajaran akan semakin meningkat
  • Penyelesaian masalah pembelajaran melalui sebuah pengembangan inovasi akan meningkatkan isi, masukan, proses, sarana/prasarana dan hasil belajar peserta didik
  • Peningkatan kemampuan dalam pembelajaran tersebut akhirnya akan berdampak pada peningkatan kepribadian dan keprofesionalan dosen dan guru untuk selalu berimprovisasi baik melalui adopsi, adaptasi, atau kreasi dalam pembelajaran dan bermuara pada peningkatan kualitas lulusan

Dengan demikian peran guru dalam meningkatkan mutu pendidikan memerlukan sikap inovatif, karena inovasi pendidikan sangat besar dan menentukan bagi keberhasilan peningkatan kualitas pendidikan melalui pengembangan inovasi pembelajaran atau inovasi lainnya yang dapat menunjang pembelajaran, dan dengan semakin meningkatnya kualitas pembelajaran harapan dan tujuan untuk dapat menghasilkan lulusan yang makin berkualitas dan siap serta mampu dalam menghadapi persaingan akan dapat terwujud.

Pengembangan profesi guru merupakan hal penting untuk diperhatikan guna mengantisipasi perubahan dan beratnya tuntutan terhadap profesi guru. Pengembangan profesinalisme guru menekankan kepada profesi guru. Pengembangan profesionalisme guru menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Menurut Hamalik (2002:1) Profesi adalah pernyataan atau suatu janjian terbuka bahwa akan mengabdikan dirinya kepada suatu jabatan.

Pengembangan kinerja guru dilihat dari sudut manajemen kinerja dapat dilakukan dengan dua pendekatan yakni pendekatan berbasis kompetensi (Competency Based Performance Management/ CBPM) dan pendekatan berbasis kinerja (Performance Based Performance Management/PBPM). Pendekatan berbasis kompetensi melakukan pengembangan kinerja melalui peningkatan kemampuan pegawai/ guru untuk melakukan sesuatu pekerjaan sesuai dengan peran dan tugasnya, sedangkan pendekatan berbasis kinerja melakukan pengembangan pegawai/guru melalui implementasi praktek-praktek terbaik (best practice) dalam melakukan pekerjaan sesuai dengan bidang tugasnya.

Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,melatih,menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan anak usia dini jalur pendidikaan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Guru tetap adalah guru yang diangkat oleh pemerintah, pemerintah daerah, penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan untuk jangka waktu paling singkat 2 (dua) tahun secara terus menerus dan tercatat pada satuan administrasi pangkal disatuan adminitrasi pangkal disatuan pedidikan yang memeiliki ijin pendirian dari pemerintah daerah serta melaksanakan tugas pokok sebagai guru.

Guru wajib memiliki kualifikasi Akademik, kompetensi Sertifikat Pendidik, sehat jasmani dan rohani,serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai dan diaktualisasi oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.

Kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional yang melalui pendidikan profesi.

Tenaga Pendidik di Perguruan Tinggi disebut Dosen, sementara tenaga Pendidik pada Pendidikan Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Menengah di sebut Guru. Meskipun sama-sama sebagai Pendidikan namun peran dan fungsi mereka sedikit berbeda, hal ini tercermin dari pengertian keduanya yang tercantum dalam Undang-undang Guru dan Guru Nomor 14 tahun 2005.

Dalam Bab 1 Pasal 1 Undang-undang Guru disebutkan sebagai berikut:

Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

Dari pengertian di atas nampak bahwa guru mempunyai tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik. Dengan demikian peran guru sangat dominan dalam membentuk peserta didik menjadi manusia yang berkualitas. Upaya pemerintah untuk terus meningkatkan kemampuan tenaga pendidik termasuk Guru nampak menunjukan konsern yang makin meningkat, sertifikasi tenaga pendidik yang akan berdampak pada tambahan imbalan jelas akan cukup membantu dalam meningkatkan kinerja Guru/tenaga pendidik dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan.

Tanpa mengurangi dan meniadakan peran serta fungsi yang lain, kinerja guru sebagai pelaksanaan tugas dan kewajiban sebagai pendidik merupakan salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam keberhasilan pendidikan. Karena apapun tujuan-tujuan dan putusan-putusan penting tentang pendidikan yang dibuat oleh para pembuat kebijakan sebenarnya dilaksanakan dalam situasi belajar mengajar di kelas.

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

  • Menurut Ngalim Purwanto (2001:26) prestasi belajar dapat dinilai dengan cara:
  • Penilaian Formatif
  • Kegiatan penilaian yang bertujuan untuk mencari umpan balik (feedback) yang selanjutnya hasil penilaian tersebut dapat digunakan untuk memperbaiki proses belajar mengajar yang sedang atau sudah dilaksanakan.
  • Penilaian Sumatif
  • Penilaian yang dilakukan untuk memperoleh data sampai mana penguasaan bahan pelajaran yang telah dipelajari selama jangka waktu tertentu.
    • Ada beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa, yang kemudian dibagi dalam 2 (dua) faktor, yaitu faktor dari dalam diri siswa (Internal) dan faktor yang berasal dari luar diri siswa atau lingkungan (Eksternal).
  • Faktor Internal
  • Faktor Fisiologis
    • Faktor fisiologis adalah faktor yang berhubungan dengan kondisi jasmani individu yang sedang belajar. Termasuk faktor fisik antara lain: kondisi indera, anggota badan, tubuh, kelenjar syaraf, dan organ-organ tubuh lainnya.
  • Faktor Psikologis
    • Faktor psikologis adalah faktor yang berhubungan dengan jiwa orang yang sedang belajar. Termasuk dalam faktor psikologis antara lain: sikap, minat, intelegensi, persepsi dan bakat.
  • Faktor Eksternal
  • Faktor Sosial
    • Faktor sosial yaitu faktor yang berhubungan dengan manusia, baik manusia itu hadir ataupun tidak hadir.
  • Faktor Nonsosial
  • Faktor nonsosial yaitu faktor yang mempengaruhi proses dan prestasi belajar yang berhubungan dengan lingkungan maupun alat-alat yang dipakai untuk belajar seperti keadaan suhu, udara, cuaca, waktu, tempat, buku-buku dan alat tulis lainnya
  • Pembahasan

Pengujian hipotesis menyimpulkan bahwa profesionalisme guru dapat dijadikan indikator keberhasilan peningkatan prestasi belajar siswa PGRI. Hal ini di buktikan dengan beberapa hasil analisis diantaranya adalah sebagai berikut :

  • Hasil analisis Skor Angket Profesionalisme Guru
  • Dengan responden berjumlah 55 dan butir kuesioner berjumlah 13 dengan total skor 3105. Diperoleh nilai 56.45 yang artinya skor rata-rata tingkat profesionalisme guru di SMK PGRI Jakarta cukup baik
  • Hasil analisis Nilai Prestasi Belajar Siswa
  • Jumlah nilai keseluruhan bidang studi IPS Ekonomi siswa/siswi SMK PGRI 1 Jakarta yang diteliti adalah  4300. Setelah jumlah nilai 4300 dibagi dengan jumlah responden yang berjumlah 55 orang, maka nilai rata-rata siswa/siswi SMK PGRI1 Jakarta adalah 78.18. Dengan demikian nilai rata-rata prestasi belajar siswa dalam bidang studi IPS Ekonomi di SMK PGRI 1 Jakarta adalah Cukup Baik.
  • Hasil Analisis Korealasi Sederhana
  • Diperoleh hasil analisis korelasi sebesar 0.535 yang artinya terdapat hubungan profesionalisme guru dengan prestasi belajar siswa berada pada kategori hubungan yang sedang.
  • Hasil Koefisien Determinasi
  • Diperoleh hasil perhitungan koefisien determinasi sebesar 28.62 % artinya bahwa kontribusi atau peran sumbangsih profesionalisme guru dalam peningkatan prestasi belajar siswa di SMK PGRI Jakarta adalah sebesar 28.62 %, sedangkan sisanya 71.38 % adalah kontribusi faktor-faktor lainnya.
  • Hasil Pengujian Hipotesis
  • Pengujian hipotesis (to) sebesar 4.61 dengan ttabel dengan dk = n-2 = 53 dan a = 0.05 maka t(53)(0.05)= 1.674. dan berdasarkan perhitungan yang dilakukan diperoleh thitung lebih besar dari pada ttabel atau H0 ditolak H1 diterima, berarti ada pengaruh yang signifikan antara pengaruh profesionalisme guru terhadap prestasi belajar siswa.

Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru. Sertifikat pendidik ini diberikan kepada guru yang memenuhi standar profesional guru. Standar profesional guru tercermin dari uji kompetensi. Uji kompetensi dilaksanakan dalam bentuk penilaian portofolio. Penilaian portofolio merupakan pengakuan atas pengalaman profesional guru dalam bentuk penilaian terhadap kumpulan dokumen yang mendeskripsikan kualifikasi akademik, pendidikan dan pelatihan, pengalaman mengajar, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, penilaian dari atasan dan pengawas, prestasi akademik, karya pengembangan profesi, keikutsertaan dalam forum ilmiah, pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial, dan penghargaan yang relevan.

Selain itu ada juga yang berpendapat bahwa sejatinya sertifikasi adalah alat untuk meningkatkan kesejahteraan guru. Bahkan yang lebih berani mengatakan bahwa sertifikasi adalah akal-akalan pemerintah untuk menaikkan gaji guru. Kata sertifikasi hanyalah kata pembungkus agar tidak menimbulkan kecemburuan profesi lain.

Pemahaman seperti itu tidak terlalu salah sebab dalam Undang-Undang Guru dan Dosen (UUGD) pasal 16 disebutkan bahwa guru yang memiliki sertifikat pendidik, berhak mendapatkan insentif berupa tunjangan profesi. Besar insentif tunjangan profesi yang dijanjikan oleh UUGD adalah sebesar satu kali gaji pokok untuk setiap bulannya.

Persepsi seperti itu cenderung mencari-cari kesalahan suatu program pemerintah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan nasional. Peningkatan kesejahteraan guru dalam kaitannya dengan sertifikasi harus dipahami dalam kerangka peningkatan mutu pendidikan nasional, baik dari segi proses (layanan) maupun hasil (luaran) pendidikan. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan secara eksplisit mengisyaratkan adanya standarisasi isi, proses, kompetensi lulusan, pendidikan dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan nasional.

Disamping itu, menurut Samami dkk. (2006:3), yang perlu disadari adalah bahwa guru adalah subsistem pendidikan nasional. Dengan adanya sertifikasi, diharapkan ada peningkatan profesionalisme guru.

Sebagai pendidik, guru harus profesional sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional bab IX pasal 39 ayat 2:

Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidikan pada perguruan tinggi.

Dari ketiga kegiatan tersebut, terutama penelitian menuntut sikap guru dinamis sebagai seorang profesional. Untuk mewujudkan keadaan dinamis ini pendidikan guru harus mampu membekali kemampuan kreativitas, rasionalitas, keterlatihan memecahkan masalah, dan kematangan emosionalnya. Semua bekal ini dimaksudkan mewujudkan guru yang berkualitas sebagai tenaga profesional yang sukses dalam menjalankan tugasnya.

Dalam UU No. 14 Tahun 2005 dinyatakan bahwa sebagai pendidikan profesional guru mempunyai tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Sementara itu profesional dimaknai sebagai pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang yang menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.

Pengembangan professional (professional development) merupakan Pengembangan kemampuan profesional yang akan memberikan kontribusi pada peningkatan kemampuan/ kompetensi guru yang pada akhirnya akan berdampak pada makin meningkatnya kualitas pembelajaran. Menurut Magioli (2004:5) ”Professional development can be defined as a career-long process in whch educators fine-tune their teaching to meet student needs”. Pengembangan profesinal guru dapat menjadikan proses pendidikan dan pembelajaran makin meningkat karena kemampuan dan kompetensi guru akan terus berkembang. King dan Newmann dalam Peter Cuttance (2001:125) berpendapat bahwa dalam upaya meningkatkan proses pembelajaran, pengembangan profesional dapat memberikan kontribusinya melalui hal-hal berikut:

  • improving the knowledge, skill and disposition of individual staff member
  • organised, collective enterprise arising from a strong, school-wide professional community and
  • focused oherent and sustained staff and student learning

Oleh karena itu upaya yang dilakukan oleh guru dalam pengembangan profesionalnya sebagai pendidik merupakan faktor yang amat penting, karena hal tersebut dapat meningkatkan kemampuan dan kompetensi pendidik/ guru yang nantinya akan dapat memperbaiki secara terus menerus proses pembelajaran dan akan bermuara pada output yaitu adanya peningkatan prestasi siswa.

Penutup

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan bahwa Profesionalisme guru adalah salah satu Indikator keberhasilan peningkatan prestasi belajar siswa di SMK PGRI I Jakarta.

Saran

Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya, diajukan beberapa saran dalam rangka meningkatkan Profesionalisme guru.

  • Perlu ada pengawasan dari sekolah mengenai kinerja guru yang telah di akui sebagai guru profeisonal.
  • Masih perlu mengadakan uji kompetensi lanjutan sebagai wujud peningkatan kompetensi guru yang telah tersetifikasi.
  • Perlu adanya penandatanganan kontrak sebagai bentuk komitmen guru dalam memperbaiki kinarjanya di sekolah.
  • Guru yang sudah tersertifikasi tetap dituntut untuk terus mengikuti pendidikan dan latihan untuk memningkatkan profesionalismenya dalam bekerja.
  • Meskipun pada saat ini tingkat prestasi siswa pada dikatakan cukup baik , akan tetapi siswa diharapkan lebih meningkatkan prestasi belajar baik secara konseptual maupun praktis.

Daftar Pustaka

A. Samana. (1994). Profesionalisme Keguruan. Yogyakarta: Kanisius.

Danim, Sudarwan. 2010. Profesionalisasi dan Etika Profesi Guru. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Mulyasa. 2005. Menjadi Guru Profesional, Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: Penerbit PT. Remaja Roosdakarya.

                 . (2007). Menjadi guru Profesional–Menciptakan pembelajaran kreatif dan menyenangkan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Parkay, Forrest W., Alih Bahasa: Dani Dharyani. 2008. Menjadi Seorang Guru. Jakarta: Penerbit Indeks.

Rusyani, A. Tabrani. 1990. Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Penerbit Karya Sarjana Mandiri.

Soetjipto dan Raflis Kosasi. 2009. Profesi Keguruan. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Supardi, dkk. 2009. Profesi Keguruan: Bekompetensi dan Bersertifikat. Jakarta: Penerbit Diadit Media.

UU RI No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

UU RI No.14 tentang Guru dan Dosen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun