Mohon tunggu...
Nicholas Martua Siagian
Nicholas Martua Siagian Mohon Tunggu... Lainnya - Direktur Eksekutif Asah Kebijakan Indonesia, Penyuluh Antikorupsi Ahli Muda Tersertifikasi LSP KPK, Peneliti, Tim Ahli

Reformasi Birokrasi, Perbaikan Sistem,Keuangan Negara, Pencegahan Korupsi, dan Inovasi. Seorang sivitas akademik Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang menerima penghargaan dari Pimpinan KPK pada tahun 2021 sebagai Penyuluh Antikorupsi Inspiratif. Saya merupakan Awardee Beasiswa Unggulan Puslapdik Kemendiknbud RI.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Disharmonisasi Kewenangan Pemeriksaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

24 Mei 2024   21:49 Diperbarui: 24 Mei 2024   21:51 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nicholas Martua Siagian. FGD Audit Investifatis Keuangan Negara. Jakarta, 2024.

BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung dari kekayaan negara yang dipisahkan. Tujuan dari pengelolaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mencakup berbagai aspek yang meliputi pelayanan publik yang berkualitas, kontribusi aktif dalam pembangunan ekonomi nasional, serta menjaga kedaulatan dan keamanan negara. 

BUMN diharapkan dapat memajukan sektor-sektor strategis dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui optimalisasi sumber daya. Dengan mempertahankan daya saing nasional dan mengembangkan inovasi, BUMN menjadi salah satu pilar dalam mewujudkan kemandirian ekonomi negara. Untuk mencapai hasil terbaik bagi negara dan masyarakat, pengelolaan BUMN harus mengutamakan transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi.

Salah satu bagian penting dalam pengelolaan BUMN adalah pemeriksaan. Pemeriksaan terhadap Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memiliki relevansi yang sangat penting dalam konteks tata kelola perusahaan yang baik dan pengelolaan keuangan yang transparan. Melalui pemeriksaan yang rutin dan mendalam, berbagai potensi risiko seperti penyelewengan, korupsi, dan praktik-praktik yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip etika bisnis dapat teridentifikasi dan dicegah. 

Selain itu, pemeriksaan juga dapat memastikan bahwa BUMN menjalankan tugas dan fungsi mereka sesuai dengan peraturan yang berlaku serta mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dengan efisien dan efektif. Hal ini menjadi krusial mengingat peran strategis BUMN dalam pembangunan ekonomi dan pelayanan publik. Dengan demikian, pemeriksaan terhadap BUMN tidak hanya menjadi instrumen kontrol, tetapi juga merupakan upaya untuk meningkatkan akuntabilitas, kepercayaan publik, dan kinerja perusahaan demi kepentingan bersama.

Dalam pasal 71 ayat (2) Undang-Undang BUMN secara eksplisit terdapat penjelasan  bahwa Badan Pemeriksa Keuangan berwenang melakukan pemeriksaan terhadap BUMN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan peraturan yang dimaksud adalah bahwa dalam pasal 6 ayat 1 Undang-Undang Badan Pemeriksa Keuangan disebutkan bahwa, 

"BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara

Beberapa Undang-Undang yang mengatur tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia antara lain:

  1. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN: UU ini merupakan dasar hukum utama yang mengatur pembentukan, pengelolaan, dan pengawasan BUMN di Indonesia. Di dalamnya diatur mengenai tujuan, prinsip, pengelolaan, tata kelola, serta kewenangan pemerintah dalam mengelola BUMN.

  2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas: Meskipun undang-undang ini tidak secara khusus mengatur tentang BUMN, namun dalam prakteknya, banyak BUMN yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT). UU ini mengatur tentang penyelenggaraan Perseroan Terbatas yang juga berlaku bagi PT BUMN.

  3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal: undang-undang ini mengatur tentang penanaman modal di Indonesia, termasuk peraturan yang mengatur investasi dalam BUMN.

  4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara: undang-undang ini mengatur tentang mekanisme pemeriksaan terhadap BUMN untuk memastikan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan BUMN.

  5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara: undang-undang ini juga mengatur tentang pengelolaan keuangan negara, termasuk pengaturan terkait dengan penyertaan modal dan pengelolaan keuangan BUMN oleh pemerintah.

  6. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja: undang-undang ini mengatur berbagai hal terkait dengan kemudahan berusaha, termasuk beberapa ketentuan yang berpotensi mempengaruhi BUMN, meskipun tidak secara khusus mengatur tentang BUMN.

Selain diatur berdasarkan oleh Undang-Undang BUMN, keberadaan BUMN di Indonesia pada praktiknya tidak lepas dari Undang-Undang Perseroan Terbatas. Hal tersebut terjadi karena BUMN yang ada di Indonesia terdiri atas Perum dan Perseroan Terbatas. Sehingga beberapa BUMN  yang berbentuk perseroan terbatas haruslah tunduk kepada Undang-Undang BUMN dan Undang-Undang Perseroan Terbatas. 

Fokus dalam artikel ini adalah melihat adanya disharmonisasi antara pemeriksaan BUMN yang diatur dalam beberapa undang-undang diantaranya:

  1. Pada Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang Badan Pemeriksa Keuangan (UU BPK) memang telah tepat dan sesuai dengan Pasal 71 ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) yang memang memberikan kewenangan secara tegas kepada BPK untuk melakukan pemeriksaan terhadap BUMN. Dalam Undang-Undang BUMN ditegaskan bahwa BUMN terdiri atas persero dan perum. Hal tersebut membuat persero haruslah tunduk kepada Undang-Undang Perseroan  Terbatas.

  2. Pemeriksaan BUMN yang berbentuk persero mengalami disharmonisasi sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang BUMN dan Undang-Undang Perseroan Terbatas. Terdapat perbedaan pengaturan pemeriksaan antara amanat pasal 71 ayat  2 Undang-Undang BUMN dan pasal 68 ayat 1 Undang-Undang Perseroan Terbatas. Di mana Undang-Undang BUMN menyebutkan pemeriksaan BUMN dilakukan oleh BPK, sedangkan Undang-Undang Perseroan Terbatas menyebutkan pemeriksaan persero yang juga BUMN dilakukan oleh akuntan publik.

Adanya pengaturan mengenai hal yang sama pada 2 (dua) atau lebih peraturan setingkat, tetapi memberikan kewenangan yang berbeda. Bahwa harta kekayaan yang telah dipisahkan pada BUMN berbentuk persero telah dikonversi menjadi kepemilikan saham dalam persentase yang tercermin sebagai hak suara dalam RUPS dan hak untuk mendapatkan dividen. Oleh karena itu untuk sistem pemeriksaannya pun harus tunduk pada UU Perseroan Terbatas, bukan lagi dalam lingkup pengelolaan keuangan negara. 

Hal ini juga sejalan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 77/PUU-IX/2011 tanggal 25 September 2012 atas uji materi terhadap Undang-undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara, di mana pertimbangan Mahkamah Konstitusi di butir (3.17) yang menyebutkan bahwa, "dengan demikian BUMN adalah badan usaha yang memiliki kekayaan terpisah dari kekayaan negara, sehingga kewenangan pengurusan kekayaan, usaha, termasuk penyelesaian utang-utang BUMN tunduk pada hukum perseroan terbatas berdasarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas". 

Selain itu berdasarkan Fatwa Mahkamah Agung RI Nomor WKMA/Yud/20/VIII/2006 tanggal 16 Agustus 2006 yang pada intinya menyatakan bahwa: 

1. Modal BUMN berasal dari kekayaan negara yang telah dipisahkan dari APBN dan selanjutnya pengelolaannya tidak didasarkan pada sistem APBN melainkan didasarkan pada prinsip perusahaan yang sehat; 

2. Merujuk pada Pasal 1 angka 6 UU Perbendaharaan Negara, Piutang BUMN bukanlah Piutang Negara; 

3. UU BUMN merupakan undang-undang khusus (lex specialis) dan lebih baru dari UU Nomor 49/Prp/1960, sehingga ketentuan tentang BUMN dalam UU Nomor 49 Prp Th. 1960 tidak lagi mengikat secara hukum; 

4. Definisi keuangan negara yang meliputi kekayaan negara yang dipisahkan sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Keuangan Negara tidak mengikat secara hukum dengan adanya Undang-Undang BUMN (lex specialis).

Kesimpulan

Adanya pengaturan mengenai hal yang sama pada 2 (dua) atau lebih peraturan setingkat tetapi memberikan kewenangan yang berbeda mengakibatkan adanya disharmonisasi pemeriksaan BUMN. Disharmonisasi ini dapat berdampak kepada kualitas penerapan Good Corporate Governance (GCG) pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) demi terciptanya sistem pengelolaan dan tata kelola perusahaan yang baik, transparan, dan akuntabel.

Perlu dilakukan penegasan serta harmonisasi terhadap pemeriksaan BUMN khususnya pengaturan terkait kelembagaan, struktur, kewenangan, hingga tata kelola pemeriksaan. Upaya ini diharapkan dapat menjaga optimalnya pemeriksaan terhadap BUMN, sehingga dapat mewujudkan tujuan dari BUMN yaitu mencapai pertumbuhan dan pembangun ekonomi nasional.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun