Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara: undang-undang ini mengatur tentang mekanisme pemeriksaan terhadap BUMN untuk memastikan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan BUMN.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara: undang-undang ini juga mengatur tentang pengelolaan keuangan negara, termasuk pengaturan terkait dengan penyertaan modal dan pengelolaan keuangan BUMN oleh pemerintah.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja: undang-undang ini mengatur berbagai hal terkait dengan kemudahan berusaha, termasuk beberapa ketentuan yang berpotensi mempengaruhi BUMN, meskipun tidak secara khusus mengatur tentang BUMN.
Selain diatur berdasarkan oleh Undang-Undang BUMN, keberadaan BUMN di Indonesia pada praktiknya tidak lepas dari Undang-Undang Perseroan Terbatas. Hal tersebut terjadi karena BUMN yang ada di Indonesia terdiri atas Perum dan Perseroan Terbatas. Sehingga beberapa BUMN Â yang berbentuk perseroan terbatas haruslah tunduk kepada Undang-Undang BUMN dan Undang-Undang Perseroan Terbatas.Â
Fokus dalam artikel ini adalah melihat adanya disharmonisasi antara pemeriksaan BUMN yang diatur dalam beberapa undang-undang diantaranya:
Pada Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang Badan Pemeriksa Keuangan (UU BPK) memang telah tepat dan sesuai dengan Pasal 71 ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) yang memang memberikan kewenangan secara tegas kepada BPK untuk melakukan pemeriksaan terhadap BUMN. Dalam Undang-Undang BUMN ditegaskan bahwa BUMN terdiri atas persero dan perum. Hal tersebut membuat persero haruslah tunduk kepada Undang-Undang Perseroan  Terbatas.
Pemeriksaan BUMN yang berbentuk persero mengalami disharmonisasi sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang BUMN dan Undang-Undang Perseroan Terbatas. Terdapat perbedaan pengaturan pemeriksaan antara amanat pasal 71 ayat  2 Undang-Undang BUMN dan pasal 68 ayat 1 Undang-Undang Perseroan Terbatas. Di mana Undang-Undang BUMN menyebutkan pemeriksaan BUMN dilakukan oleh BPK, sedangkan Undang-Undang Perseroan Terbatas menyebutkan pemeriksaan persero yang juga BUMN dilakukan oleh akuntan publik.
Adanya pengaturan mengenai hal yang sama pada 2 (dua) atau lebih peraturan setingkat, tetapi memberikan kewenangan yang berbeda. Bahwa harta kekayaan yang telah dipisahkan pada BUMN berbentuk persero telah dikonversi menjadi kepemilikan saham dalam persentase yang tercermin sebagai hak suara dalam RUPS dan hak untuk mendapatkan dividen. Oleh karena itu untuk sistem pemeriksaannya pun harus tunduk pada UU Perseroan Terbatas, bukan lagi dalam lingkup pengelolaan keuangan negara.Â
Hal ini juga sejalan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 77/PUU-IX/2011 tanggal 25 September 2012 atas uji materi terhadap Undang-undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara, di mana pertimbangan Mahkamah Konstitusi di butir (3.17) yang menyebutkan bahwa, "dengan demikian BUMN adalah badan usaha yang memiliki kekayaan terpisah dari kekayaan negara, sehingga kewenangan pengurusan kekayaan, usaha, termasuk penyelesaian utang-utang BUMN tunduk pada hukum perseroan terbatas berdasarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas".Â
Selain itu berdasarkan Fatwa Mahkamah Agung RI Nomor WKMA/Yud/20/VIII/2006 tanggal 16 Agustus 2006 yang pada intinya menyatakan bahwa:Â
1. Modal BUMN berasal dari kekayaan negara yang telah dipisahkan dari APBN dan selanjutnya pengelolaannya tidak didasarkan pada sistem APBN melainkan didasarkan pada prinsip perusahaan yang sehat;Â