Seperti halnya kebiasaan masyarakat urban yang selalu tak bisa lepas dari ponsel, kami pun tak ketinggalan, sibuk bermain lensa untuk menikmati setiap sudut yang bisa dibingkai.
Destinasi pertama kami adalah Museum Mini Sisa Hartaku, atau The House of Memory di Jalan Petung Merapi, Petung, Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman.
Di sini, memori tentang bencana alam dan letusan Gunung Merapi tersimpan dengan jelas. Salah satu sopir jeep menunjukkan sebuah jam yang terbakar dan berhenti berfungsi. Jam tersebut menunjukkan waktu erupsi Merapi pada hari Jumat, 5 November 2010, pukul 12.05 dini hari.
Erupsi ini disertai dengan suara menggelegar, gempa vulkanik, serta hujan kerikil dan abu yang menambah kengerian.
Dari halaman depan Museum Mini Sisa Hartaku, berdasarkan tulisan di reruntuhan, kami diberitahu bahwa bangunan tua ini dulunya adalah rumah Kimin dan Wati.
Koleksi yang ada di dalamnya merupakan sisa-sisa harta yang rusak akibat erupsi Gunung Merapi. Barang-barang yang rusak, seperti televisi dan radio yang meleleh, rangka sepeda dan motor, ember, jam dinding, gamelan, hingga rangka hewan ternak, ditempatkan dengan rapi di beberapa sisi museum.
Selain itu, foto-foto saat letusan juga dipajang, membawa kita seakan kembali ke waktu itu, merasakan ketegangan dan kengerian erupsi yang menghancurkan dan menewaskan hingga 242 orang.
Di dinding museum juga terukir kalimat-kalimat yang menyentuh hati. Ada yang penuh kepasrahan, seperti "Habis sudah semua", ada pula yang sarat makna filosofis, seperti "Merapi tak pernah ingkar janji".
Namun, yang paling menggugah adalah kalimat yang seolah-olah berasal dari gunung itu sendiri: 'Gunung Merapi meminta maaf jika laharnya ada yang menabrak, menyeret, memusnahkan dan sebagainya sebab menghalangi aliran lahar panas.'