Mohon tunggu...
Mahéng
Mahéng Mohon Tunggu... Penulis - Author

Hidup adalah perpaduan cinta, tawa, dan luka. Menulis menjadi cara terbaik untuk merangkai ketiganya.

Selanjutnya

Tutup

Joglosemar Artikel Utama

Di Antara Bekas Luka dan Selfie, Dilema Wisata di Teras Merapi

11 Desember 2024   06:36 Diperbarui: 11 Desember 2024   11:17 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menikmati suasana Glamping di Teras Merapi. Foto: Dok. Seknas Jaringan GUSDURian

Pola pikir antroposentris, yang memandang manusia sebagai pusat dari segalanya, telah membuat kita lupa bahwa alam bekerja dalam harmoni yang saling terkoneksi.

Seperti halnya gawai yang selalu digenggam untuk memotret keindahan alam, satu komponen yang rusak bisa membuat perangkat melambat, bahkan berhenti berfungsi. Begitu pula dengan alam; ketika satu pohon ditebang, keseimbangan sistemnya mulai pincang.

Lucunya, saat alam menunjukkan ketidakseimbangan dan berang, manusia menyebutnya sebagai bencana dengan lantang.

Ketika saya berbicara dengan tumbuhan atau menyebut bahwa pohon-pohon bisa saling berkomunikasi, banyak yang menganggap saya gila. Padahal, penelitian yang diterbitkan di Nature Communications Journal pada 2023 mengungkap bahwa tumbuhan memang dapat berinteraksi satu sama lain.

Studi bertajuk Green Leaf Volatile Sensory Calcium Transduction in Arabidopsis, hasil kolaborasi lima peneliti Jepang, menemukan bahwa tanaman memang dapat berinteraksi satu sama lain meski secara subtil.

Jadi, apa sebenarnya dampak dari pola pikir antroposentris ini? Salah satunya adalah kecenderungan manusia untuk menganggap alam sebagai sesuatu yang tidak "hidup," sehingga merasa bebas mengeksploitasinya.

Contohnya, pembukaan lahan besar-besaran untuk proyek food estate atau pembangunan area perumahan tanpa mempertimbangkan keseimbangan ekosistem.

Hingga malam merambat tiba, bebatuan vulkanik berwarna kelabu di tubuh Merapi, tetap tersembunyi di balik selimut kabut tebal. Keheningan yang menggantung di udara terasa menelan segalanya, menyisakan saya dan pikiran saya sendiri.

Kabut ini, seperti amarah alam yang tak dimengerti manusia, mengingatkan bahwa ada banyak keadilan yang masih harus diperjuangkan, tidak hanya untuk manusia, tapi juga bagi bumi yang telah lelah memberi.

Sebab itu saya sering gundah, apakah akhir tahun 2024 ini akan menjadi penutup yang indah, atau justru sebuah pengingat yang penuh resah?

SEPENGGALAH setelah menghangatkan tubuh dengan semangkuk soto, pada Minggu, 1 Desember, kami membuka bulan baru di akhir 2024 dengan volcano tour. Sekitar delapan belas jeep tangguh, meski sudah berumur, siap mengantarkan kami menuju beberapa destinasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Joglosemar Selengkapnya
Lihat Joglosemar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun