Mohon tunggu...
Mahéng
Mahéng Mohon Tunggu... Penulis - Travel Writer

Lahir di Aceh, Terinspirasi untuk Menjelajahi Indonesia dan Berbagi Cerita Melalui Karya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengenang Joko Pinurbo: Maestro Puisi yang Mengubah Pandangan Kita terhadap Bahasa Indonesia

27 April 2024   14:51 Diperbarui: 28 April 2024   14:43 531
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Joko Pinurbo and Beauty in the Everyday World. Foto: KOMPAS/RIAN SEPTIANDI

Salah satu contohnya adalah banyak manusia yang ingin kaya secara instan, sehingga terjebak oleh investasi bodong, penipuan, dan segala yang serupa dengannya.

Saya jadi ingat, saat masih di bangku sekolah, saya selalu merasa kesulitan memahami puisi-puisi yang ada di buku pelajaran. Panduannya begitu kaku, pagu, pakem, penuh aturan, sehingga membatasi imajinasi saya.

Setiap kali guru meminta kami untuk menulis puisi, saya selalu kesulitan menemukan contoh puisi yang dapat menginspirasi saya. Satu-satunya contoh yang sering diberikan adalah puisi Aku karya Chairil Anwar.

Meskipun puisi Chairil memiliki keunikannya sendiri dengan gaya yang meledak-ledak dan penuh semangat, sebagai seorang siswa, saya merasa sulit untuk mengimajinasikan dan meniru gaya penulisannya yang terkesan tidak dekat dengan apa yang kami alami dalam keseharian.

Buku pelajaran di sekolah saya menjelaskan bahwa puisi memiliki aturannya sendiri yang tidak boleh diganggu gugat, seperti rima yang harus teratur, penulisan dalam bentuk baris-baris, dan penggunaan kata-kata yang indah namun klise. Hal ini membuat saya merasa puisi tidak relevan dengan kehidupan nyata yang tidak selalu indah.

Lebih membingungkan lagi, makna "indah" dalam puisi pun sangat subjektif dan interpretatif. Setiap orang bebas menafsirkannya sendiri.

Hal ini ditegaskan kembali oleh sastrawan kawakan Joni Ariadinata beberapa waktu lalu dalam sebuah forum. Joni menyatakan bahwa seribu orang yang membaca puisi yang sama dapat memiliki seribu penafsiran yang berbeda, dan semua penafsiran tersebut sama-sama valid.

Barulah ketika saya kuliah di Yogyakarta, saya menemukan dunia puisi yang lebih luas dan beragam. 

Di sanalah, saya diperkenalkan dengan karya Joko Pinurbo dan Joni Ariadinata, dua penyair yang berani keluar dari pakem puisi tradisional. Membaca karya mereka bagaikan menyaksikan percakapan dua orang atau lebih yang tertuang dalam bait-bait puisi.

Karya mereka tidak terikat pada aturan rima yang kaku, seperti pola a-b-a-b, namun tetap nyaman di telinga.

Berbeda dengan anggapan umum, Joko Pinurbo memandang puisi bukan sebagai sesuatu yang sakral dan patut diagung-agungkan. Ia tidak menganggap puisi sebagai karya agung yang turun dari langit tanpa cacat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun