Mohon tunggu...
Mahéng
Mahéng Mohon Tunggu... Penulis - Travel Writer

Lahir di Aceh, Terinspirasi untuk Menjelajahi Indonesia dan Berbagi Cerita Melalui Karya

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Jalan-Jalan Toleransi Gusdurian: Bangun Narasi Damai dengan Dialog

18 Desember 2023   00:04 Diperbarui: 18 Desember 2023   00:37 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jejaring damai dan sinergi antara Santri Gusdur dan Pdt. Boydo Rajiv Hutagalung. Foto: Haliza Rosita.

Mungkin kamu pernah mendengar adagium, bahwa tidak ada satu orang pun yang suka diobrolin atau diomongin oleh orang lain, tapi akan sangat senang jika diajak ngobrol, diajak ngomong. 

Bahkan, mungkin kamu sendiri akan sakit hati jika orang lain membicarakanmu di belakang, terutama ketika ada masalah. Namun, pasti kalau kalian ngobrol secara langsung, masalahnya akan cepat terpecahkan.

Prinsip ini tidak hanya berlaku dalam hubungan personal, tetapi juga dalam konteks beragama. Misalnya, dalam hal toleransi, prinsip tersebut tidak akan tumbuh tanpa adanya komunikasi yang baik antar lintas iman. 

Komunikasi yang terbuka dan saling menghargai merupakan kunci untuk memahami perbedaan dan membangun kedamaian di tengah-tengah keberagaman.

Salah satu upaya untuk mempraktikkan toleransi adalah dengan saling mengenal dan memahami perbedaan melalui dialog, ngobrol. Hal ini menjadi landasan Jaringan Gusdurian Yogyakarta (Santri Gus Dur) dalam merancang sebuah program yang diberi nama Jalan-Jalan Toleransi dengan akronim Jalan Tol.

Program Jalan-jalan Toleransi merupakan program yang mengajak peserta untuk mengunjungi rumah ibadah dan makam tokoh agama. Melalui kunjungan ini, peserta diharapkan dapat mengenal dan memahami perbedaan.

Selain itu, Jalan-jalan Toleransi juga bertujuan untuk membangun dialog antar umat beragama dan kepercayaan. Diharapkan, dialog ini dapat menumbuhkan cinta kasih dan menghormati satu sama lain.

Apalagi menjelang Natal, biasanya akan banyak isu yang mencuat, terutama terkait keyakinan dan pemahaman mengenai hukum mengucapkan selamat Natal bagi sebagian kalangan dalam agama tertentu.

Tidak masalah jika ada yang memiliki pemahaman demikian, mengharamkan mengucapkan selamat natal. Setiap orang berhak berekspresi dan mengekspresikan kegamaannya sesuai dengan keyakinan masing-masing. 

Lamun, yang menjadi masalah adalah ketika saling menyalahkan karena perbedaan pandangan, terutama jika konflik tersebut mencapai tingkat kekerasan seperti perundungan siber (cyberbullying), misalnya.


Karena itu, dalam edisi Jalan-Jalan Tol Minggu, 17 Desember 2023, santri Gus Dur mengunjungi beberapa tempat suci. Destinasi pertama adalah GPIB Marga Mulya berjarak beberapa meter dari titik nol kilometer Yogyakarta.

Kami disambut dengan ramah oleh Pdt. Boydo Rajiv Hutagalung, serta Penatua dan Diaken yang bertugas dengan khidmat.

"Kita juga ingin berjejaring kembali, membangun narasi yang damai, berkeadilan," kata Boydo.

Diakui Boydo bahwa baik komunitas Gusdurian maupun komunitas Protestan harus berjalan bersama-sama membangun narasi damai. 

Terlebih lagi, di jaringan Gusdurian sendiri, tiga isu prioritas yang diangkat adalah Pendidikan, toleransi, dan kesetaraan gender yang sejalan dengan apa yang juga diperjuangkan oleh Boydo.

"Jalan Tol ini adalah salah satu metode diseminasi gagasan dan 9 nilai utama Gusdurian," kata Firda Ainun, perwakilan santri Gusdur.

Awalnya, kami berencana untuk mengayunkan langkah kaki menuju  Makam Nyai Ahmad Dahlan (Siti Walidah) di kompleks Masjid Gedhe Kauman.

Nyai Ahmad Dahlan adalah seorang tokoh perempuan yang berasal dari keturunan penghulu Keraton Ngayogyakarto Hadiningrat.

Selama masa kecil hingga dewasa, ia tinggal di Kampung Kauman. Tak heran, suasana di sekitar pemakaman memberikan nuansa yang kental dengan ajaran Muhammadiyah.

Setiba di lokasi, gerbang yang merupakan akses utama terkunci dengan gembok dan rantai yang sudah menghitam. 

Syahrul Bahrony memimpin doa ziarah kubur di kompleks Pemakaman Phatok Negoro Dongkelan. Foto: Haliza Rosita.
Syahrul Bahrony memimpin doa ziarah kubur di kompleks Pemakaman Phatok Negoro Dongkelan. Foto: Haliza Rosita.

Akhirnya, kami memutuskan untuk beralih ke lokasi lain, yaitu kompleks Pemakaman Phatok Negoro Dongkelan Kauman, Tirtonirmolo, Bantul.

Sejumlah ulama terkemuka dimakamkan di kompleks ini, di antaranya KH M Munawwir, KH Ali Maksum, KH Warson, Gus Kelik, KH Najib, dan KH Atabik.

Tepat di samping kompleks tersebut, terdapat sebuah masjid ikonik yang dikenal sebagai Masjid Nurul Huda atau Pathok Negara Dongkelan.

FYI, untuk menjaga ketertiban dan kesejahteraan masyarakat, Keraton Yogyakarta membangun lima patok negara. Patok-patok tersebut terletak di Dongkelan, Babadan, Mlangi, Plosokuning, dan Wonokromo. Di setiap patok, terdapat penghulu yang bertugas membimbing masyarakat.

Patok Selatan Keraton Yogyakarta terletak di Dongkelan. Penghulu pertamanya adalah Mbah Kiai Syihabuddin, yang ditunjuk oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I.

Kompleks pemakaman ini dipadati oleh sejumlah peziarah, dan dari kalangan santri Gus Dur, Syahrul Bahrony mengambil peran sebagai pemimpin doa ziarah kubur.

Dari kompleks Dongkelan, kami melanjutkan perjalanan menuju destinasi terakhir, yakni Asrama Putri Stella Duce di Jalan Anggrek Samirono.

Bersama susteran St. Carolus Borromeus di Asrama Putri Stella Duce Samirono. Foto: Haliza Rosita
Bersama susteran St. Carolus Borromeus di Asrama Putri Stella Duce Samirono. Foto: Haliza Rosita

Di tengah cuaca terik, Suster Bibiana menyambut kami dengan ramah, mempersilakan masuk, dan menyuguhkan beberapa kudapan.

Ini adalah kunjungan pertama kami, dan isinya adalah ngobrol dan bergurau. Sesekali, para suster menjawab beberapa pertanyaan kami seputar kekristenan, seperti apa itu suster dan mengapa mereka dipanggil suster.

"Suster berasal dari bahasa Belanda, yaitu 'Zuster' atau dalam bahasa Inggris 'Sister,' yang artinya Saudara Perempuan."

Suasana semakin hangat dengan jamuan makan siang. Kami duduk melantai bersama, menikmati hidangan dan obrolan yang mengalir. Tawa dan canda tawa semakin riuh, menciptakan keakraban yang semakin erat.

Seperti yang telah saya katakan sebelumnya, ngobrol adalah kunci untuk saling memahami. 

Kami telah menghabiskan waktu bersama selama berjam-jam, dan tidak terasa, kami harus mengakhiri pertemuan ini karena waktu sudah menunjukkan pukul dua belas siang [mhg].

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun