Akhirnya, kami memutuskan untuk beralih ke lokasi lain, yaitu kompleks Pemakaman Phatok Negoro Dongkelan Kauman, Tirtonirmolo, Bantul.
Sejumlah ulama terkemuka dimakamkan di kompleks ini, di antaranya KH M Munawwir, KH Ali Maksum, KH Warson, Gus Kelik, KH Najib, dan KH Atabik.
Tepat di samping kompleks tersebut, terdapat sebuah masjid ikonik yang dikenal sebagai Masjid Nurul Huda atau Pathok Negara Dongkelan.
FYI, untuk menjaga ketertiban dan kesejahteraan masyarakat, Keraton Yogyakarta membangun lima patok negara. Patok-patok tersebut terletak di Dongkelan, Babadan, Mlangi, Plosokuning, dan Wonokromo. Di setiap patok, terdapat penghulu yang bertugas membimbing masyarakat.
Patok Selatan Keraton Yogyakarta terletak di Dongkelan. Penghulu pertamanya adalah Mbah Kiai Syihabuddin, yang ditunjuk oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I.
Kompleks pemakaman ini dipadati oleh sejumlah peziarah, dan dari kalangan santri Gus Dur, Syahrul Bahrony mengambil peran sebagai pemimpin doa ziarah kubur.
Dari kompleks Dongkelan, kami melanjutkan perjalanan menuju destinasi terakhir, yakni Asrama Putri Stella Duce di Jalan Anggrek Samirono.
Di tengah cuaca terik, Suster Bibiana menyambut kami dengan ramah, mempersilakan masuk, dan menyuguhkan beberapa kudapan.
Ini adalah kunjungan pertama kami, dan isinya adalah ngobrol dan bergurau. Sesekali, para suster menjawab beberapa pertanyaan kami seputar kekristenan, seperti apa itu suster dan mengapa mereka dipanggil suster.
"Suster berasal dari bahasa Belanda, yaitu 'Zuster' atau dalam bahasa Inggris 'Sister,' yang artinya Saudara Perempuan."