Mohon tunggu...
Mahéng
Mahéng Mohon Tunggu... Penulis - Author

Hidup adalah perpaduan cinta, tawa, dan luka. Menulis menjadi cara terbaik untuk merangkai ketiganya.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Mengurai Kerancuan Berpikir: Memahami Akal Budi dan Nurani, Reviu Buku Menyiasati Sesat Pikir

30 Juli 2023   15:51 Diperbarui: 30 Juli 2023   16:03 600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bersama Rika Iffati Farihah penulis buku Menyiasati Sesat Pikir. Foto: Dokumentasi Maheng

Karena hal ini, manusia memiliki kondisi sosialnya masing-masing, dan terkadang mereka mungkin tidak dapat memproses sesuatu sebagaimana mestinya, terutama di era media sosial yang penuh dengan disrupsi dan framing. 

Informasi yang sama, jika disampaikan dengan cara yang berbeda, dapat diterima dengan cara yang berbeda pula.

"Itulah alasan mengapa saya lebih toleran (ketika melihat orang bertindak dan berpikir tidak rasional)," tambah Rika.

Nur Rofiah, salah satu panelis dalam diskusi ini. Foto: Dok. Gusdurian Jogja
Nur Rofiah, salah satu panelis dalam diskusi ini. Foto: Dok. Gusdurian Jogja
Nur Rofiah, salah satu panelis dalam diskusi ini, juga memberikan pandangannya mengenai hubungan antara teori-teori psikologi yang serius dengan kehidupan sehari-hari yang diangkat dalam buku ini.

Buku ini memberikan kita cara pandang (world view) untuk melihat sebuah pola berpikir, pola untuk menanggapi isu-isu, yang tidak hanya berlaku untuk kejadian-kejadian ringan yang dicontohkan dalam kehidupan sehari-hari, namun juga untuk proses serius seperti menafsirkan Al-Quran.

Penulis buku Nalar Kritis Muslimah ini mencontohkan bagaimana sistem berpikir (mindset) dalam kajian studi Islam tersandera karena melihat laki-laki sebagai makhluk ekonomi. 

Nantinya, hal itu dapat menyesatkan cara berpikir, sehingga laki-laki hanya dianggap berharga jika memiliki uang. Ada uang abang disayang, tidak ada uang abang ditendang.

Di sisi lain, perempuan sering dianggap hanya sebagai objek pemuas hasrat seksual dan mesin reproduksi semata. Jika dia cantik, maka dia dianggap berharga. Nilai mereka dinilai berdasarkan penampilan fisik mereka, dengan daya tarik sebagai faktor penentu.

Makanya, perempuan rela merogoh kocek hingga jutaan rupiah hanya untuk merias diri agar terlihat "cantik."

"Itu berabad-abad sampai hari ini, cara berfikir seperti itu masih kental sekali," kata Nur.

Pada dasarnya, manusia adalah makhluk fisik yang berakal budi, berhati nurani, sama saja baik laki-laki maupun perempuan. Akal budi inilah yang membedakan manusia dengan hewan.

Kekeliruan berpikir selanjutnya adalah memandang perempuan sebagai sumber fitnah. Tapi siapa yang menentukan apakah perempuan menimbulkan fitnah atau tidak? Siapa lagi kalau bukan laki-laki? Dari manakah persepsi ini berasal? Persepsi tersebut muncul dari potensi seksual mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun