Kepercayaan masyarakat dan kewibawaan tersebut terbangun karena MKRI berhasil menunjukkan kapasitas, ketidakterikatan, integritas, dan independensinya dalam menjalankan tugas dan kewenangannya.Â
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, terutama setelah dua kasus krusial yang menimpa MKRI dan melibatkan hakim konstitusi, kepercayaan tersebut telah terkikis. Terutama setelah ketua MKRI ketiga turut tersangkut dalam perkara penanganan sengketa pilkada.
Ujian bagi MKRI belum selesai. Dua operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK menyeret anggota MKRI, dan sejumlah kasus yang menjadi sorotan publik pun kembali mengemuka.Â
Persoalan administrasi persidangan sengketa pilkada hingga kontroversi dalam pemilihan hakim konstitusi menjadi perhatian publik.
Kendati begitu, berbagai cobaan dan musibah ini harus menjadi pelecut bagi MKRI untuk melakukan perbaikan dan memperkuat kelembagaan. MKRI tetap menjadi harapan untuk mencari keadilan yang hakiki.Â
Ini dibuktikan oleh Veri Junaidi, dkk dalam buku Membaca 16 Tahun Mahkamah Konstitusi. Veri menulis bahwa mereka mengumpulkan setidaknya 1.244 putusan MKRI dalam pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 (2003-2019) untuk mencatat perjalanan MKRI.
Dari data tersebut, Veri menyimpulkan bahwa terdapat rangkaian benang merah dalam perjalanan MKRI.Â
Pertama, MKRI masih cukup konsisten dalam menerapkan peradilan modern yang terbuka. Keterbukaan ini dapat dirasakan melalui kemudahan akses informasi terkait persidangan, terutama akses terhadap putusan melalui kanal resmi www.mkri.id.
Selanjutnya, kedua, adalah fungsi MKRI sebagai pengawal konstitusi. Selain menguji UU pasca-perubahan konstitusi, MKRI juga menguji UU yang lahir sebelum amandemen konstitusi (1999-2002). Hal ini dapat dilihat melalui putusan MK No. 66/PUU-II-2004 ketika MKRI membatalkan Pasal 50 UU MK sendiri.
Ketiga, terdapat sejumlah catatan mengenai pemberlakuan hukum acara pengujian UU terhadap UUD 1945. Pelaksanaan RPH (Rapat Permusyawaratan Hakim) dan rapat pleno yang seharusnya dihadiri oleh 9 orang hakim tidak sepenuhnya lengkap.Â
Terdapat 169 putusan dengan RPH yang hanya dihadiri oleh 8 orang hakim, bahkan terdapat 63 putusan dengan RPH yang hanya dihadiri oleh 7 orang hakim.