Kewenangan MKRI selanjutnya adalah memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran partai politik, serta memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Selain itu, MKRI berkewajiban memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Dengan demikian, MKRI memiliki peran penting sebagai penjaga konstitusi dan penjaga stabilitas demokrasi di Indonesia (the guardian of democracy).
Catatan 20 Tahun Mahkamah Konstitusi
Selama dua dekade berdiri, eksistensi MKRI tidak perlu diragukan lagi. Sebagai salah satu pemegang kekuasaan kehakiman dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, MKRI pernah berada di puncak kejayaannya.Â
Meskipun tidak terlepas dari kritik, pada masa awal berdiri, kepercayaan masyarakat sangat tinggi terhadap MKRI, sehingga secara alami membangun kewibawaan pada lembaga the guardian of the constitution ini.
Namun, hal ini tidak terjadi secara instan, terutama jika melihat kondisi awal pendiriannya yang penuh tantangan. MKRI pada awalnya tidak memiliki kantor, pegawai, atau anggaran yang memadai.
Bahkan untuk pemilihan ketua dan wakil ketua pertama saat itu, kotak suara yang digunakan adalah tas milik Hakim Konstitusi Letjen TNI (Purn.) H. Achmad Roestandi, S.H.Â
Kala itu, alamat surat menyurat menggunakan telepon seluler milik Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H., Hakim Konstitusi yang kemudian terpilih menjadi ketua Mahkamah Konstitusi (Tim Penyusun, 2007).