Mohon tunggu...
Mahéng
Mahéng Mohon Tunggu... Penulis - Author

Hidup adalah perpaduan cinta, tawa, dan luka. Menulis menjadi cara terbaik untuk merangkai ketiganya.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Rumoh Geudong: Kisah Tragis dan Kritik Atas Upaya Presiden Jokowi Selesaikan Pelanggaran HAM Berat

27 Juni 2023   20:32 Diperbarui: 27 Juni 2023   21:23 425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya tidak bisa memahami apa yang ada dalam pikiran pemerintah pusat dan daerah sehingga mengambil tindakan tersebut. 

Hal ini terasa sangat ironis mengingat sebelumnya Pemkab Pidie sendiri telah membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) untuk mengumpulkan data kasus-kasus korban operasi militer di Aceh khususnya di Kabupaten Pidie.

Hasil temuan TPF menunjukkan bahwa terdapat 3.504 kasus kekerasan yang terjadi di seluruh wilayah Pidie dalam rentang waktu 1989-1998, dan sejumlah kasus terjadi di Rumah Geudong.

Data tersebut mencatat 168 kasus orang yang hilang, 378 kasus kematian, 14 kasus perkosaan, 193 kasus cacat berat, 210 kasus cacat sedang, 359 kasus cacat ringan, 1.298 kasus janda, 178 kasus stres/trauma, 223 kasus rumah dibakar, dan 47 kasus rumah dirusak. 

Sayangnya, yang tersisa dari Rumoh Geudong saat ini hanya tangga dan  sumur. Rencana Pemerintah Kabupaten Pidie untuk menggantinya dengan pembangunan sebuah masjid tidaklah cukup untuk menyelesaikan masalah ini.  

Upaya ini dianggap sebagai pengaburan sejarah yang merendahkan martabat para penyintas. Suara-suara mereka yang telah mengalami penderitaan tersebut terabaikan dan diabaikan. 

Rencana Presiden Jokowi untuk membangun living park dan baru akan dimulai pada September 2023 semakin tidak masuk akal. Masalah yang dialami oleh korban tidak hanya terkait dengan kekerasan fisik, tetapi juga berdampak pada kondisi psikis mereka.

Sebagai seseorang yang lahir dan besar di lingkungan yang dilanda konflik, saya masih merasakan gangguan psikis hingga saat ini, meskipun saya telah memasuki usia dewasa. 

Kenangan traumatis masih terus menghantui, seperti pengalaman ayah saya yang dihajar oleh tentara hingga tulang bahunya copot. 

Bahkan hingga sekarang, bahunya belum sepenuhnya pulih. Kami sekeluarga terpaksa harus melarikan diri dan berpencar, pindah dari satu desa ke desa lainnya, berganti-ganti sekolah, menumpang di rumah orang, dan hidup dengan masa kecil yang penuh ketidaknyamanan. 

Merencanakan pembangunan taman yang nantinya juga dapat dipenuhi dengan sampah tidaklah cukup untuk menyembuhkan luka-luka ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun