Mohon tunggu...
Mahéng
Mahéng Mohon Tunggu... Penulis - Author

Redaktur di Gusdurian.net dan CMO di Tamasya Buku. Penulis feature dan jurnalisme narasi di berbagai media.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pernikahan Berbasis Mahabbah: Kisah Inspiratif Ali bin Abi Thalib dan Sayyidah Fatimah

23 Juni 2023   13:51 Diperbarui: 23 Juni 2023   14:03 1093
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menghadiri pernikahan teman lama. Foto: Dokumentasi Bersama

Untuk memperkuat argumennya, ia memberikan contoh pernikahan antara Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra di Masjid Nabawi pada bulan Dzulhijjah tahun kedua Hijriah.

Proses pernikahan antara Ali dan Fatimah memiliki makna simbolis yang mendalam. 

Sebelumnya, Abu Bakar ash-Shiddiq dan Umar bin Khattab datang kepada Rasulullah untuk melamar Fatimah Az-Zahra. Namun, Rasulullah menjawab bahwa beliau menunggu jawaban dari Allah. 

Setelah itu, Abu Bakar dan Umar menyimpulkan bahwa lamaran mereka tidak diterima. Mereka kemudian mendatangi Ali dan meyakini bahwa Ali adalah orang yang paling pantas dan layak untuk melamar Sayyidah Fatimah. 

Kedatangan Imam Ali dengan pernyataannya yang penuh makna menambah nuansa simbolis dalam proses pernikahan tersebut.

Imam Ali mengatakan kepada Rasulullah, "Ya Rasulullah, Fatimah terlintas dalam benakku." Kalimat ini mengandung keindahan dan kelembutan yang melambangkan cinta Ali terhadap Fatimah.  

Rasulullah menjawab dengan penuh kegembiraan, "Marhaban wa Ahlan." Rasulullah mengulangi kata-kata ini dua hingga tiga kali, memberikan penekanan dan kehangatan dalam menerima lamaran Ali. 

Para sahabat, terutama Abu Bakar ash-Shiddiq dan Umar bin Khattab, menyimpulkan bahwa lamaran Imam Ali telah diterima dengan sukacita.

Sesungguhnya, di sisi lain, Imam Ali dan Sayyidah Fatimah telah menjadi teman sejak kecil.

Pelajaran berharga yang dapat kita ambil dari kisah ini adalah betapa sederhananya kehidupan Imam Ali. 

Ia hanya memiliki dua harta, yaitu pedangnya sebagai alat pertahanan dan pakaian perang. Pakaian perang tersebut kemudian dijual dengan harga sekitar 400 dirham, setara dengan harga sebotol minyak wangi dan dua rak kecil, untuk memenuhi mahar pernikahannya dengan Fatimah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun