Tentang pencoretan 'tujuh kata' dalam Piagam Jakarta, Mohammad Hatta punya andil besar (Latif, 2020, p. 49). Seperti diakui sendiri dalam otobiografinya, Memoir Mohammad Hatta (1979). Pagi hari menjelang dibukanya rapat PPKI, Hatta mendekati tokoh-tokoh Islam agar bersedia mengganti kalimat "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" dengan kalimat "Ketuhanan Yang Maha Esa".
Ini adalah perubahan yang sangat penting untuk menyatukan seluruh bangsa
Perubahan ini dianggap sebagai rumusan final dasar negara yang dikenal dengan nama Pancasila.
Dalam mengamati pemikiran para founding fathers saat merumuskan dasar negara Indonesia yang merdeka, kita dapat melihat kejernihan dan keaslian pemikiran mereka. Mereka memiliki kekayaan intelektual yang mendalam.
Saat ini, hampir satu abad telah berlalu sejak Pancasila dijadikan sebagai dasar negara, menjadi pandangan dunia (weltanschauung), norma dasar, ideologi negara, dan identitas bangsa Indonesia.
Dalam konteks perkembangan zaman yang terus berubah, pertanyaan pun muncul: Apakah Pancasila masih relevan dan sesuai dengan kondisi dan tuntutan zaman yang ada, atau sudah waktunya untuk mengusulkan perubahan?
Untuk mempertahankan Pancasila sebagai karakter dan haluan bersama, sebagai ‘titik temu,’ ‘titik tumpu,’ dan titik tuju bangsa Indonesia, diperlukan usaha penanaman (pembudayaan) secara terus menerus, terencana, dan terpadu (Latif, 2020, p. 7).
Ibarat budidaya tanaman, laju pertumbuhan Pancasila tidak dengan sendirinya akan berjalan baik-baik saja, tanpa kesengajaan merawatnya dengan penuh pemahaman, kecermatan, dan ketekunan sepanjang proses pembibitan, penanaman, pemupukan, dan pencahayaan.
Jika Sukarno menyebut Pancasila sebagai weltanschauung, Yudi Latif dalam bukunya Wawasan Pancasila Edisi Komprehensif menyebut pancasila sebagai “agama sipil” (civil religion) (Latif, 2020, p. 12). Pancasila harus menjadi nilai inti (core values) sebagai basis moral publik bangsa Indonesia.
Dalam upaya membudayakan Pancasila, penting untuk memahami bahwa perlu adanya penekanan pada pembentukan karakter yang kuat.
Namun, hal ini perlu dipertanyakan ketika kita melihat bahwa kehidupan bangsa kita dipenuhi oleh konflik, sikap sinis, kurangnya kepercayaan, kesenjangan sosial, ketidakadilan, dan bahkan korupsi, yang menunjukkan adanya perubahan besar dalam budaya kita.