Mohon tunggu...
Mahéng
Mahéng Mohon Tunggu... Penulis - Travel Writer

Lahir di Aceh, Terinspirasi untuk Menjelajahi Indonesia dan Berbagi Cerita Melalui Karya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Melihat ke Belakang, Merenung ke Depan: Refleksi Hari Lahir Pancasila, Relevansi, dan Tantangannya di Masa Mendatang

1 Juni 2023   00:00 Diperbarui: 1 Juni 2023   00:04 552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangkapan layar tenda bantuan kemanusian gempa Cianjur label gereja dicopot Foto: Instagram

Pada April 1945, ketika perang dunia II hampir sampai dipenghujung, dunia sedang menyaksikan puing-puing Tokyo setelah diterjang oleh serangan Sekutu pada tanggal 10 Maret.

Di Eropa, kekuatan fasis  sudah porak-poranda. Italia menyerah pada tanggal 9 April. Pada tanggal 30 April, Adolf Hitler mengakhiri hidupnya bersama dengan Eva Braun, wanita yang baru saja ia nikahi sehari sebelumnya.

Tepat pada hari pernikahan Hitler dan saat Kaisar Hirohito merayakan ulang tahunnya yang ke-44, pemerintah Jepang di Indonesia membentuk Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), yang dalam bahasa Jepang disebut Dokuritsu Junbi Cosakai. 

Badan tersebut dipimpin oleh KRT Dr. Radjiman Wedyodiningrat.

Enam puluh tujuh anggota BPUPKI baru bersidang sebulan setelah badan itu dibentuk. Upacara   pembukaan dilaksanakan pada Senin 28 Mei 1945, di gedung Tyuuoo Sangi-in, Pejambon, Jakarta.  Sekarang  tempat tersebut masuk kompleks Kementerian Luar Negeri.

Mereka yang berasal dari berbagai golongan itu bahu-membahu membentuk fondasi bagi negara yang akan dibentuk (Arif Zulkifli, dkk, 2013, p. 17).

Pada hari Selasa, 29 Mei 1945, BPUPKI mengadakan sidang pertama untuk membahas dasar negara. Sidang dimulai dengan doa. Pada awal persidangan, KRT Dr. Radjiman Wedyodiningrat mengajukan pertanyaan kepada sidang mengenai apa yang akan menjadi dasar negara Indonesia Merdeka?

Kemudian Mohammad Yamin diberikan kesempatan untuk berbicara.

Dalam pidatonya, Mohammad Yamin menyusun 5 prinsip dasar negara, yaitu Cinta Tanah Air, Menghormati Kemanusiaan, Mengakui Ketuhanan, Memprioritaskan Kepentingan Rakyat, dan Menciptakan Kesejahteraan. Ia menekankan bahwa negara Indonesia tidak boleh meniru negara lain atau menjadi salinan tanpa jiwa dari bangsa lain (Aning, 2019, p. 14).

Menurut Yamin, Indonesia boleh  mengambil inspirasi dari negara lain seperti melihat diri sendiri dalam cermin. Namun, Indonesia tidak boleh hanya menjadi bayangan dalam cermin, melainkan harus menjadi negara nyata di dunia nyata yang didasarkan pada rasionalisme dan kebijaksanaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun