Kyai Tohar menjadi tokoh yang sangat berpengaruh dengan menghidupkan kembali SALAM dan telah berkontribusi dalam pemberdayaan masyarakat dan pendidikan alternatif selama tiga dasawarsa terakhir.
Tepat pada tanggal 20 Juni 2000, bersama dengan Sri Wahyaningsih, ia berhasil menghidupkan kembali SALAM di Kampung Nitiprayan, Kelurahan Ngestiharjo, Bantul, Yogyakarta, setelah sebelumnya telah ada sejak tahun 1988 di Desa Lawen, Kecamatan Pandanarum, Banjarnegara.
“Ciri orang pintar tidak merumitkan hal yang sederhana, dan mampu menyederhanakan hal yang rumit.”
Kyai Tohar adalah seorang otodidak yang berfokus pada proses pertumbuhan daripada hasil akhir dari kerja-kerja kemasyarakatan yang dilakoninya. Rekam jejak inspiratif Toto Rahardjo terekam dalam buku Manusia Tanpa Sekolah yang ditulis oleh Rony K. Pratama.
Buku ini membahas berbagai isu penting, termasuk kritiknya terhadap program 'Merdeka Belajar' dan realitas siswa yang masih merasa terpenjara dalam lingkungan sekolah.
Saya setuju dengan Kyai Tohar, berdasarkan diskusi dengan teman-teman, program 'Merdeka Belajar' belum sepenuhnya diterapkan di institusi pendidikan kita. Hal ini dikonfirmasi oleh Suharti dalam webinar. Kemendikbudristek tidak memaksa sekolah untuk segera beralih dari K13 ke 'Kurikulum Merdeka' karena beberapa sekolah masih merasa belum siap.
Belajar Dari SALAM
SALAM memiliki jenjang pendidikan mulai dari Taman Bermain, Taman Anak, SD, SMP, hingga SMA. Sejak diaktifkan kembali pada tahun 2000, SALAM telah menciptakan konsep siswa merdeka jauh sebelum 'Merdeka Belajar' versi Kemendikbudristek menjadi populer.
Awalnya, SALAM didirikan untuk anak-anak yang putus sekolah. Namun, SALAM bukanlah sekolah formal, melainkan sebuah sanggar yang benar-benar unik. Terutama setelah Kemendikbudristek memperkenalkan konsep 'Merdeka Belajar,' SALAM menjadi fondasi penting dan telah lebih dulu berkontribusi dalam tema serupa.