1. PRILAKU KORUPSI DARI PANDANGAN AGAMA HINDU
Korupsi merupakan suatu bentuk kejahatan yang bisa diibaratkan sebagai suatu penyakit kronis yang sudah menetap dan sulit untuk dihilangkan. Dari pandangan Hindu tindakan seseorang melakukan korupsi dikatakan telah melanggar konsep Tri Kaya Parisudha diantaranya berpikir, berkata dan berbuat yang baik. Suatu tindakan korupsi juga dikatakan termuat dalam bagian dari Panca Ma yaitu lima perbuatan manusia yang menjauhkan dirinya dari prilaku kebaikan (dharma).Â
Bagian dari Panca Ma sendiri terdiri dari Madat (pecandu), Memunyah (mabuk-mabukan), Memotoh (berjudi), Madon (bermain perempuan), dan Mamaling (mencuri/korupsi). Selain melanggar konsep di atas, korupsi juga melanggar konsep Catur Purusa Artha yaitu empat tujuan hidup manusia di dunia yang terdiri dari dharma (kebenaran), artha (harta kekayaan), kama (keinginan/nafsu) dan moksa (alam Brahman/kehidupan abadi).Â
Dimana pada konsep ini dikatakan tindakan seseorang melakukan korupsi telah melanggar ajaran dharma untuk kepentingan memperkaya diri melalui penyalahgunaan harta. Penyebab dari tindakan korupsi biasanya  dikarenakan pada saat ini umat manusia sudah memasuki zaman Kali, yang memiliki ciri salah satunya adalah korupsi merajalela dan terjadi dimana-mana.Â
Adapun faktor penyebab lain adalah kurang mampunya manusia mengendalikan Sad Ripu yaitu enam musuh yang berada pada dirinya, yang memiliki bagian-bagian yaitu Kama (keinginan), Lobha (rakus), Krodha (marah), Moha (bingung), Mada (mabuk harta), dan Matsarya (dengki).Â
Dampak yang dapat ditimbulkan dari tindakan korupsi ini adalah kehidupan manusia yang tidak cenderung bahagia dan memiliki rasa penuh cobaan akan dirasakan pelaku, keluarga dan keturunannya. Moksa yang dikatakan sebagai tujuan akhir dari hidup manusia tentu saja tidak akan tercapai. Semua ini merupakan hasil dari hukum karma atau hukum sebab akibat, yang dimana besar kecilnya suatu perbuatan manusia akan membuahkan hasil dikemudian hari
Agama Hindu sejak dahulu sudah menyadari terjadinya hal yang dapat merugikan banyak orang, yaitu korupsi. Di dalam konsep Hindu dikatakan bahwa pada saat ini Hindu telah memasuki zaman Kali Yuga atau zaman kegelapan spiritual yang merupakan bagian dari Catur Yuga yaitu suatu siklus perkembangan zaman yang akan terjadi di dunia ini.Â
Adapun bagian dari Catur Yuga yaitu Dvaparayuga, Tretayuga, Kertayuga dan Kaliyuga. Zaman Kali Yuga ini memiliki ciri-ciri salah satunya yaitu terjadinya pemerosotan kualitas moral pada semua aspek kehidupan di dunia, umur manusia semakin pendek, anak akan berani melawan perintah orang tuanya, kejahatan dimana-mana, hadirnya sifat hanya mementingkan diri sendiri dan golongan, banyak orang yang kehidupannya sudah berkecukupan melakukan tindak korupsi, alam sudah mulai dirusak dan lain sebagainya. Dikatakan Dalam Bhagavata Purana 12.3.25 menjelaskan bahwa "ketika zaman Kali, orang-orang akan cenderung semakin rakus, berprilaku buruk tanpa mengenal belas- kasihan.Â
Mereka akan bertengkar satu dengan yang lain meskipun tanpa alasan benar. Mereka memiliki nasib malang, dihantui oleh beraneka macam keinginan material dan sudra- dasottarah prajah, kebanyakan mayoritas yang tergolong sudra dan manusia hidupnya tidak akan beradab".Â
Lebih spesifikasi lagi dalam Slokantara Sloka 78, dijelaskan bahwa "pada masa besar zaman Kali ini merupakan siapapun yang melakukan pemberian maka mereka yang paling diutamakan dan dihargai setinggi langit oleh masyarakat.Â
Oleh sebab itulah, di zaman Kali Yuga ini banyak orang-orang jahat dan gila (tetapi kaya), lebih jelasnya yang jahat dan rusuh itu merupakan sumber-sumber dari kehancuran, mereka akan menyakiti orang-orang baik. Zaman ini juga dimaknai sebagai Zaman Besi, yang terbukti di mana-mana sudah terjadi peperangan, kekerasan lawan kekerasan walaupun itu dengan saudara sendiri (besi lawan besi).
Pada zaman Kali kehidupan manusia cenderung akan lepas dan menjauh dari tuntunan ajaran dharma (kebenaran). Jika hal ini tidak segera disadari oleh setiap insan manusia, maka lambat laun sifat raksasa (adharma) akan menguasai sifat manusia.Â
Oleh karena itu pada zaman Kali setiap manusia harusnya lebih banyak melakukan hal-hal sesuai dengan konsep ajaran dharma. Hal ini seperti yang telah termuat dalam kitab Slokantara 81 "pada jaman Krta Yuga tapa bratalah yang paling diutamakan, pada jaman TretaYuga pengetahuanlah yang paling diutamakan, pada jaman Dwapara Yuga upacara korban (yadnya) yang paling diutamakan, dan pada jaman Kali yuga dana punialah yang paling diutamakan".Â
Selain itu, dalam kitab Parasara Dharmasastra I.23, dijelaskan "pelaksanaan penebusan dosa yang ketat (tapa) merupakan suatu kewajiban pada masa Satyayuga; pengetahuan tentang sang diri (jnana) pada Tretayuga; pelaksanaan upacara kurban suci keagamaan (yajna) pada masa Dwaparayuga; dan melaksanakan amal sedekah (danam) pada masa Kaliyuga'. Sehingga maka dari itu adharma yang tumbuh dan berkembang di dalam diri manusia dan permukaan kehidupan ini seiring berjalannya waktu bisa dihapuskan, setidaknya dapat diimbangi, supaya kehidupan manusia di alam dunia ini bisa damai dan prilaku dharma dapat dijunjung tinggi.
Berdasarkan dari pandangan Agama Hindu, prilaku korupsi yang terjadi sekarang karena sudah dapat diprediksi dalam berbagai kitab suci Veda yang berkaitan dengan ciri-ciri kehidupan pada masa sekarang. Namun hal ini dapat terjadi terlepas dari dijunjungnya apa yang harus dilakukan ketika berada dalam kehidupan pada zaman Kali seperti saat ini.Â
Pada lain sisi untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan oleh manusia, mereka akan cenderung melakukan berbagai cara, sekalipun itu berkaitan dengan prilaku buruk untuk mendapatkannya. Dalam konsep Hindu disebutkan enam musuh yang ada dalam diri manusia yang harus dihindari yang disebut dengan Sad Ripu, yang salah satu bagiannya adalah Lobha atau sifat serakah. Sehingga jika manusia tidak mampu untuk mengandalikan sifat serakah ini, maka prilaku korupsi tidak akan bisa untuk kita hindari.Â
Sedangkan korupsi merupakan tindakan seseroang yang melawan ajaran dharma serta hukum Rta. Karena korupsi disini merupakan perbuatan seseorang yang mengambil hak dan kewajiban orang lain dengan jalan yang tidak benar. Segala sesuatu yang didapatkan melalui jalan yan tidak baik, maka hasilnyapun akan tidak baik juga. Tidak ada seorangpun yang mampu melawan hukum alam atau Rta, siapapun yang ceroboh melawan hukum ini maka dampaknya akan tidak dapat dihindari.
2. UPAYA MENGATASI KORUPSI MENURUT AGAMA HINDU
Upaya yang paling sering biasanya dipakai untuk memberantas kasus korupsi adalah dengan memberikan hukuman yang berat kepada para pelaku korupsi melalui perangkat hukum tindak pidana korupsi yang berupa peraturan perundang-udangan.Â
Namun sekarang hal yang terjadi justru tindak pidana korupsi tetap tumbuh subur dan berkembang pesat di negeri ini. Ironisnya lagi, departemen hukum yang memilki tugas untuk memberantas kasus korupsi terdapat dalam beberapa kasus justru ikut serta dalam menyuburkan kasus korupsi di Indonesia.
Dalam pandangan agama Hindu, terdapat upaya awal yang dapat dilakukan sebagai langkah untuk mengantisipasi kemunculan perilaku korupsi oleh setiap umatnya, diantaranya:
A. Penanaman Nilai-Nilai Budi Pekerti
Nilai-nilai budi pekerti sangat berkaitan erat dengan nilai moralitas yang memiliki peran untuk menentukan karakter setiap individu. Di dalam ajaran Budi pekerti termuat nilai-nilai perilaku manusia yang sudah seimbang berdasarkan dari kebaikan serta keburukannya melalui pembentukan norma kesusilaan, norma agama, tata krama dan sopan santun serta norma budaya (adat istiadat), bahkan norma hukum.Â
Perilaku-perilaku positif yang telah diperbuat akan diidentifikasi oleh budi pekerti yang diharapkan bisa terwujudkan ke dalam perilaku (kayika), perkataan (wacika), dan pikiran (manacika). Sebagai langkah untuk mengantisipasi hadirnya perilaku korupsi maka budi pekerti dapat kita tanamkan melalui upaya yang dapat dilakukan yakni bina cipta, rasa dan karsa personal yang dapat dituangkan ke dalam pola pikir, sikap, dan kata-kata yang berdasarkan nilai-nilai luhur ajaran agama.Â
Berkaitan dengan fenomena kasus korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan bahwa perjalanan suatu kehidupan setiap orang tidak boleh menghindar dari jalan kebaikan (dharma). Nilai integritas Antikorupsi dalam perspektif Hindu yang patut dipahami ada 9 nilai diantaranya yaitu; kejujuran (satya), kepedulian (anrisangsya), kemandirian (dharaka), tanggungjawab (dhira), disiplin (dhritih), kerja keras (karma-adhikara), kesederhanaan (arjawa), berani (sura), dan adil (samah, vijnanam) (KPK, 2020).
B. Mengoptimalkan Peran Keluarga
Keluarga adalah tempat pertama dan utama dalam tri pusat pendidikan yang memiliki peran awal dalam membentuk karakter generasi penerus, oleh karenanya upaya awal yang dapat dilakukan dalam memberantas korupsi di negeri ini menurut pandangan Hindu dapat diawali dari ruang keluarga terlebih dahulu melalui jalan membangun generasi yang berintegritas.Â
Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (2020), proses membangun generasi yang berintegritas sebagai tonggak awal dalam menjauhkan tindakan korupsi, tidak dapat dipisahkan dari peranan keluarga dalam upaya menanamkan nilai-nilai dharma, dengan tujuan supaya kedepannya dapat tercipta kesadaran, keharmonisan dan kesejahteraan.Â
Keluarga yang sejahtera sering diidentikkan dengan keluarga yang berkecukupan sandang, pangan, serta papan. Keadaan cukup ini dalam kenyataannya tentu bersifat relatif, namun didalamnya terkandung makna dimana setiap keluarga mampu untuk memenuhi kebutuhan minimal, sehingga keadaan seperti ini dapat menciptakan suasana kehidupan batin yang tentram, merasa cukup, bahagia dan sejahtera, yang dimana dalam masyarakat agama Hindu disebutkan sebagai keluarga sukhinah sehingga bibit-bibit prilaku korupsi dapat diminimalisir dari awal.Â
Untuk mewujudkan hal ini tidak bisa hanya sekedar dibebankan kepada suami atau istri, melainkan wajib diupayakan bersama-sama oleh semua anggota keluarga serta lingkungan keluarga dekat sekitarnya.
C. Membudayakan Etos Kerja
Etos kerja merupakan suatu upaya yang dilakukan seseorang dalam menggapai sesuatu tujuan yang ingin dicapai, berdasarkan dari prinsip-prinsip yang dimiliki oleh seseorang yang ingin menggapainya. Menurut Sinamo (2011), etos kerja merupakan seperangkat perilaku positif yang berakar pada keyakinan mendasar serta disertai komitmen total pada paradigma kerja yang integral.Â
Sedangkan etos kerja profesional merupakan seperangkat perilaku kerja positif seseorang yang berakar pada keyakinan yang fundamental, kesadaran yang kental, disertai dengan komitmen yang terkumpul pada paradigma kerja yang integral.Â
Setiap lembaga atau organisasi yang terbentuk senantiasa memiliki keinginan untuk maju, mereka akan melibatkan semua anggota guna untuk meningkatkan mutu kerja, diantaranya setiap organisasi pasti memiliki yang namanya etos kerja.Â
Hadirnya etos kerja dari pandangan ajaran Hindu dalam konteks untuk mengantisipasi kemunculan perilaku tindakan korupsi menurut analisa Komisi Pemberantasan Korupsi (2020), mengarah pada beberapa prinsip kerja yang wajib dipedomani dan dijalankan diantaranya yaitu; (1) Bekerja sebagai svadharma, (2) Bekerja tanpa keterikatan, (3) Bekerja mengutamakan kepentingan umum, dan (4) Bekerja keras sampai tuntas.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI