Nilai-nilai budi pekerti sangat berkaitan erat dengan nilai moralitas yang memiliki peran untuk menentukan karakter setiap individu. Di dalam ajaran Budi pekerti termuat nilai-nilai perilaku manusia yang sudah seimbang berdasarkan dari kebaikan serta keburukannya melalui pembentukan norma kesusilaan, norma agama, tata krama dan sopan santun serta norma budaya (adat istiadat), bahkan norma hukum.Â
Perilaku-perilaku positif yang telah diperbuat akan diidentifikasi oleh budi pekerti yang diharapkan bisa terwujudkan ke dalam perilaku (kayika), perkataan (wacika), dan pikiran (manacika). Sebagai langkah untuk mengantisipasi hadirnya perilaku korupsi maka budi pekerti dapat kita tanamkan melalui upaya yang dapat dilakukan yakni bina cipta, rasa dan karsa personal yang dapat dituangkan ke dalam pola pikir, sikap, dan kata-kata yang berdasarkan nilai-nilai luhur ajaran agama.Â
Berkaitan dengan fenomena kasus korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan bahwa perjalanan suatu kehidupan setiap orang tidak boleh menghindar dari jalan kebaikan (dharma). Nilai integritas Antikorupsi dalam perspektif Hindu yang patut dipahami ada 9 nilai diantaranya yaitu; kejujuran (satya), kepedulian (anrisangsya), kemandirian (dharaka), tanggungjawab (dhira), disiplin (dhritih), kerja keras (karma-adhikara), kesederhanaan (arjawa), berani (sura), dan adil (samah, vijnanam) (KPK, 2020).
B. Mengoptimalkan Peran Keluarga
Keluarga adalah tempat pertama dan utama dalam tri pusat pendidikan yang memiliki peran awal dalam membentuk karakter generasi penerus, oleh karenanya upaya awal yang dapat dilakukan dalam memberantas korupsi di negeri ini menurut pandangan Hindu dapat diawali dari ruang keluarga terlebih dahulu melalui jalan membangun generasi yang berintegritas.Â
Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (2020), proses membangun generasi yang berintegritas sebagai tonggak awal dalam menjauhkan tindakan korupsi, tidak dapat dipisahkan dari peranan keluarga dalam upaya menanamkan nilai-nilai dharma, dengan tujuan supaya kedepannya dapat tercipta kesadaran, keharmonisan dan kesejahteraan.Â
Keluarga yang sejahtera sering diidentikkan dengan keluarga yang berkecukupan sandang, pangan, serta papan. Keadaan cukup ini dalam kenyataannya tentu bersifat relatif, namun didalamnya terkandung makna dimana setiap keluarga mampu untuk memenuhi kebutuhan minimal, sehingga keadaan seperti ini dapat menciptakan suasana kehidupan batin yang tentram, merasa cukup, bahagia dan sejahtera, yang dimana dalam masyarakat agama Hindu disebutkan sebagai keluarga sukhinah sehingga bibit-bibit prilaku korupsi dapat diminimalisir dari awal.Â
Untuk mewujudkan hal ini tidak bisa hanya sekedar dibebankan kepada suami atau istri, melainkan wajib diupayakan bersama-sama oleh semua anggota keluarga serta lingkungan keluarga dekat sekitarnya.
C. Membudayakan Etos Kerja
Etos kerja merupakan suatu upaya yang dilakukan seseorang dalam menggapai sesuatu tujuan yang ingin dicapai, berdasarkan dari prinsip-prinsip yang dimiliki oleh seseorang yang ingin menggapainya. Menurut Sinamo (2011), etos kerja merupakan seperangkat perilaku positif yang berakar pada keyakinan mendasar serta disertai komitmen total pada paradigma kerja yang integral.Â
Sedangkan etos kerja profesional merupakan seperangkat perilaku kerja positif seseorang yang berakar pada keyakinan yang fundamental, kesadaran yang kental, disertai dengan komitmen yang terkumpul pada paradigma kerja yang integral.Â