Mohon tunggu...
I Gede Sutarya
I Gede Sutarya Mohon Tunggu... Dosen - Penulis dan akademisi pada Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar

Lahir di Bangli, 8 November 1972 dari keluarga guru. Pendidikan SD sampai SMA di tempat kelahirannya Bangli. Menempuh Diploma 4 Pariwisata di Universitas Udayana selesai tahun 1997, S2 pada Teologi Hindu di IHDN Denpasar selesai tahun 2007, dan S3 (Doktor Pariwisata) di Universitas Udayana selesai tahun 2016.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Penataan Besakih dan Momentum Masyarakat Lokal

7 September 2021   18:32 Diperbarui: 7 September 2021   19:57 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Untuk Masyarakat Lokal

Penataan kawasan suci Besakih juga dicurigai akan berpola menyisihkan ekonomi masyarakat lokal. Selama ini, masyarakat lokal berdagang dengan warung sederhana di kawasan itu. 

Setelah pengelolaan, bukan tidak mungkin, kios-kios menjadi mahal dan tak terjangkau masyarakat lokal. Karena itu, pemerintah harus menjawab kekhawatiran ini dengan menjadikan penataan Besakih sebagai momentum untuk pembangunan masyarakat lokal. Dalam konteks ini, penataan Besakih harus menyentuh semua aspek kehidupan di kawasan suci ini.

Konsep Tri Hita Karana harus diimplementasikan secara baik dalam penataan ini. Tri Hita Karana terdiri dari parahyangan (tempat suci), pawongan (penduduk), dan palemahan (lingkungan). 

Tempat suci dan pelemahannya telah mulai diperbaiki, tetapi bagaimana dengan pawongannya? Kawasan Besakih secara tradisi diusung oleh pragunung yang merupakan kumpulan desa-desa. Pragunung ini diatur berkeliling sesuai penjuru mata angin. Pragunung timur, selatan, barat, dan utara (Stuart-Fox, 2010:281). 

Pragunung ini memiliki kewajiban untuk mengaturkan bahan-bahan upacara dan upacara tertentu. Desa-desa ini memiliki keunikan yang mendukung keberadaan kawasan suci.

Akan tetapi, fokus pembangunan hanya pada kawasan sekitar pura sehingga hal ini akan menimbulkan kesenjangan antara desa-desa itu. Kesenjangan ini bisa mengganggu tradisi yang sudah berlangsung lama. 

Karena itu, pemerintah perlu membangun pawongan pragunung ini dengan mengangkat potensi desa-desa mereka sehingga bisa mendukung Besakih secara berkesinambungan. 

Aset-aset pragunung ini harus diatur sedemikian rupa sehingga menjadi satu-kesatuan dengan Besakih. Termasuk di dalamnya, budaya pragunung ini harus diangkat untuk menjadi satu-kesatuan dengan budaya di Besakih.

Besakih adalah hamparan tatva (filsafat) masyarakat Bali. Tatva itu mengandung konsep ketuhanan, kosmologi, dan ajaran bagaimana manusia menghubungkan diri dengan Tuhan. 

Tatva ini harus diperjelas dalam penataan kawasan ini sehingga orang Bali bisa belajar, dan masyarakat dunia bisa belajar, bagaimana masyarakat Bali membangun relasinya dengan Tuhan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun