Mohon tunggu...
Akhmad Husaini
Akhmad Husaini Mohon Tunggu... Administrasi - Ditakdirkan tinggal di Selatan : Desa Angkinang Selatan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Provinsi Kalimantan Selatan. Memiliki kesenangan jalan-jalan, membaca, dan menulis.

Terus menuliskan sesuatu yang terlintas, dengan pantas, tanpa batas.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mendendam Silam Terkenang Senang

30 Desember 2021   06:57 Diperbarui: 30 Desember 2021   07:30 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Akhmad Husaini

Sebelum berangkat mengikuti Aruh Sastra di Pagatan, Dugal sempat posting tentang Langgar Al Kautsar, tempat ibadah yang ada di kampungnya Hangkinang, ke blog pribadi.

Ada sekitar sepuluh foto dengan keterangan ringkas di bawahnya. Mengambil angle beberapa sudut. Diantaranya bagian depan, samping kanan, samping kiri, bagian belakang. Juga bagian dalam Langgar.

Lalu tempat pauduan, WC dan kamar mandi. Kemudian foto-foto usai shalat berjamaah. Foto bocah Hangkinang, yang kerap Azan di Langgar Al Kautsar, Farid RG di depan stiker besar bertuliskan Langgar Al Kautsar. Serta yang lainnya.

Postingan lainnya tentang Hangkinang adalah Timbuk Ril, Masjid Besar Al Aman Angkinang, Kolam Jepang, dan Pasar Hangkinang.

"Postingaan ini akan menjadi penyemangatku mengikuti kegiatan Aruh Sastra di Pagatan," ujar Dugal dalam hatinya.

Modal sangu Dugal ke Pagatan mengikuti Aruh Sastra, postingan / tulisannya di media online. Pengalaman perjalanan ke beberapa tempat di Kalimantan Selatan, luar Kalimantan, dan Tanah Suci untuk ibadah Umrah.

Terakhir postingan Dugal di IrusulET ada sekitar 40 lebih, Anaisapmok masuk teratas, centang biru dengan poin di atas 60.000, masuk kategori Fanatik, di bawah dari Senior dan Maestro, di atas dari Penjelajah.

Lalu di Grup Facebook SPR Dugal selau berpartisipasi mengirim puisi tiap hari, minimal satu judul. Dimana setiap bulannya akan dibuatkan cover oleh admin dan diposting ke blog Grup Facebook SPR.

Lalu sesekali Dugal  memposting tulisan seputar seni budaya dan hal unik di Banua ke RibatAtok, media asuhan temannya Idanamsur. Dugal juga selalu menjadikan artkel di Yabagnom Aisenodni dan IrusulET, selain tulisannya sebagai bahan referensi, dan penyemangat dirinya dalam menulis lebih baik lagi.

Hubungan Dugal dengan rekan sastrawan memang agak renggang. Karena memang Dugal sengaja tidak ingin berhubungan lebih rutin. Setahun sekali menurut Dugal sudah cukup bertemu dalam aktivitas sastra.

Di media sosial Facebook, ia jarang posting kegiatan keseharian, tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. Juga ia tak memberi tahu nomor HP / WA kepada rekannya. Kalau mereka perlu sekali,  cukup datang  ke rumah Dugal langsung.

Apalagi Dugal berhenti di tempat ia bekerja. Sehingga kalau ada kabar terbaru tak tahu. Biasanya kalau ada kegiatan, ada saja temannya yang mengkabarkan lewat temannya di tempat bekerja. Tetapi karena ia sekarang sudah tidak bekerja di sana lagi, rekan yang ingin mengabarkan sesuatu tentu tidak sampai informasinya.

Beruntung saat Aruh Sastra di Pagatan, ada orang se kampung dengannya, yang bekerja di kantor dinas, yang menangani keberangkatan peserta. Dugal didatangi langsung ke rumah oleh rekannya itu, untuk diundang mengikuti rapat rencana mengikuti Aruh Sastra, seminggu sebelum kegiatan.

"Mungkin rapat pendahuluan sudah pernah digelar, tapi ini untuk kepastian siapa saja yang bakal berangkat ikut ke Pagatan," ujar rekannya saat menemui Dugal di rumahnya.

Dugal tentu sadar, dengan keadaan dirinya yang serba kekurangan dan keterbatasan. Tidak dengan rekan-rekannya yang tentu lebih dalam segala hal. Mereka baduit, mereka punya pekerjaan tetap, mereka sudah berkeluarga, mereka berpendidikan tinggi, dsb.

Sementara Dugal hanya tamatan SLTA, kada paduitan, pendiam, dsb. Hanya hebat dalam menulis saja, padahal banyak kurangnya. Kadang ia merasa minder juga, bila melihat kenyataan seperti itu. Malu batatai dengan mereka.

Akan tetapi sastra menyatukan, tak memandang keadaan. Akhirnya luluh juga hati Dugal, ikut Aruh Sastra di Pagatan. Semula ia sudah memutuskan untuk berhenti mengikuti kegiatan sastra.

Bukan berarti ia ampih sama sekali menulis. Menulis tetap, karena sudah merupakan jalan hidupnya. Tapi kegiatan sastranya yang ia hindari, atau berhenti mengikutinya untuk sementara ini, entah nanti kalau hati berubah.

Dugal berusaha menghindari keramaian, hiruk pikuk, banyak orang, suara ribut, dsb. Ia suka dengan kesepian, kesendirian, hening, senyap, berkurung diri di dalam kamar, pergi ke tempat indah tapi tidak banyak orang itu adalah kesenangannya. Lewat kesendirian dan kesunyian itulah muncul ide-ide brilian dalam tulisannya.

Keberangkatan ke Pagatan, disertai pula keberhasilan rekan-rekan Dugal dalam dunia kepenulisan. Yakni Aliman Syahrani yang menerbitkan buku tentang pahlawan wanita, Aluh Idut. Lalu Ibu Rasuna yang masuk koran. Maksudnya profil dan prestasinya dalam  dunia kepenulisaan, diulas tuntas di sebuah koran terbesar di Banua.

Ditemani Thaliban, Dugal pulang lebih dulu dari peserta lain ke penginapan, karena merasa tidak enak badan. Diantaranya sakit kepala, sakit gigi, dan meriang. Jarak tempat seminar sastra dengan penginapan, rumah Hj Fatma, sekitar 500 meter. Tujuan Dugal minta ditemani Thaliban, takut apa-apa terjadi di tengah perjalanan.

Mereka pulang berjalan kaki. Sudah memberitahu rekan yang lainnya. Karena acara seminar sastra masih sejam lagi. Kondisi kesehatan Dugal memang kurang fit sejak dari rumah. Karena kesibukannya bekerja.

Sehari sebelumnya, ia baru datang dari Kaltim. Di sana ada banyak kegiatan yang ia ikuti, yang berhubungan dengan aktivitasnya sebagai seorang blogger traveller. Ia memang senang jalan-jalan.

Setibanya di penginapan, saat itu di rumah ada ibunya Hj Fatma. Dugal langsung berbaring di pembaringan, tempat mereka tidur, di ruang belakang.

Tahu begitu ibunya Hj Fatma bertanya. Lalu beliau memberitahu Hj Fatma yang sedang menjalankan tugasnya di madrasah. Tapi Dugal bilang tak usah diberitahu, ia tidak ingin mangalihakan orang.

Sementara itu Thaliban berada di teras rumah asyik main telepon seluler baru saja pulang dari kios membelikan Dugal obat penurun panas. Setelah minum obat Dugal tertidur. Sekitar setengah jam kemudian Hj Fatma datang. Ia langsung mendatangi ruang belakang dimana Dugal berada.

Saat melihat Dugal tidur, ia agak tenang. Lantas pergi ke kamar ganti pakaian. Keluar menyiapkan makan siang keluarganya. Berbincang akrab dengan Thaliban, tentang masalah Dugal barusan tadi. Dengan apa adanya Thaliban menceritakannya kepada Hj Fatma.

Lalu Hj Fatma kembali ke dapur bersama ibunya. Di masjid terdengar orang maayat. Takut pamali tidur saat tengah hari, dengan begitu terpaksa Hj Fatma mendatangi Dugal idur. Menggamit bahunya sambil memanggil namanya. Dugal terbangun. Ia terkejut melihat Hj Fatma ada dihadapannya. Hj Fatma minta maaf.

"Maaf ulun manggarak pian. Orang maayat di masjid, parak Dzuhur, pamali guring," ujar Hj Fatma tersenyum.

Dugal bangkit dari tidur, tapi kondisi tubuhnya saat itu masih lemah.

"Ulun bangun tapi di sini saja nah masih balum sigar," ujar Dugal, sembari bersandar di kursi L tak jauh dari ia berbaring sebelumnya.

Hj Fatma datang ke tempat Dugal berbaring, membawakan segelas sirup hangat dan beberapa potong wadai. Sambil menemani Dugal. Mereka berbincang akrab. Sakit Dugal seakan-akan pulih dengan segera, akibat perhatian yang luar biasa dari Hj Fatma.

Dugal, Mudrik, Bapak Rendra, dan Thaliban, jalan-jalan pagi Sabtu. Mereka melihat suasana Pelaigatan. Lalu pergi ke pantai. Pergi ke dermaga melihat suasana laut pagi hari yang indah. Melihat warga setempat yang sedang mencari ikan dengan cara memancing menggunakan nilon dan kawat, tanpa pancing atau unjun.

Selain buhan Dugal ada juga peserta Aruh Sastra yang memanfaatkan waktu untuk menikmati pagi indah. Mumpung berada di Pagatan. Mereka bisa sepuasnya ber-swafoto dengan latar pemandangan laut dalam segala aktivitasnya.

Mentari mulai menyembulkan diri. Kehangatan mulai merayap tubuh mereka yang berada di dermaga. Karena tak ada tempat berteduh, sementara sinar mentari langsung menusuk tubuh. Dirasa sudah puas, Dugal dan rekannya kembali ke penginapan.

Jaraknya lumayan juga, ada sekitar 2 kilometer. Mereka berjalan kaki. Hitung-hitung olahraga pagi. Jarang-jarang Dugal di kampung bisa seperti itu. Ia lebih banyak kemana-mana bersepeda motor. Jadi kesehatan itu penting, dengan menjaga tubuh agar tetap sehat.

Saat berada di dermaga pantai Pagatan, lewat HP, Hj Fatma memberitahu Dugal, ia akan berangkat ke tempat kerja. Jadi di rumah tinggal ibu, ditemani Acil-nya saja.

"Ulun ka sakulahan dahulu Kanda ai," ujar Hj Ftama.

"Iya silakan, selamat berangkat dan bekerja. Semoga tugas hari ini dapat dijalankan dengan baik," ujar Dugal.

Saat tiba di rumah penginapan, suasana ramai rekan-rekan Dugal yang kahimungan. Makan pagi sudah tiba. Panitia Aruh Sastra Seksi Konsumsi mengantar bungkusan plastik besar berisi nasi kotak untuk seluruh anggota rombongan.

Pas sekali. Saat Dugal dan temannya baru datang dari dermaga. Langsung mengambil jatah, nasi kotak itu lalu menuju tempat makan masing-masing. Dugal tentu menuju ruang belakang. Karena ada pesan dari Hj Fatma, di atas meja sudah menyiapkan untuk Dugal berupa masakan istimewa.

Di atas meja yang tertutup tutudung biru itu ada telur mata sapi, nasi goreng beserta sirup hangat. Karena sudah diberitahu Hj Fatma letaknya, lantas Dugal mengambil, lalu membawanya ke tempat ia berbaring.

Di sana ia menikmati makan berupa nasi goreng, telur mata sapi dan segelas sirup hangat. Untuk nasi kotak, berupa ayam goreng. Bisa dimakan lain waktu. Melihat yang dimakan berbeda dengan yang lain, tentu rekannya yang melihat hinawa.

Karena tak begitu jauh, rombongan buhan Dugal menuju tempat kegiatan seminar sastra cukup berjalan kaki dari penginapan. Asyik juga banyak orangnya yang berjalan kaki. Ada sekitar 20 orang. Dugal paling belakang berjalan bersama Mudrik, Bapak Rendra, dan Thaliban.

Sementara di depannya ada Aliman Syahrani, Bapak Radi, Iwan, dan Bapak Hairin. Sementara barisan berikutnya buhan bibinian ada dua baris. Yang lebih duluan lagi buhan Bhagan dan Untung. Setibanya di tempat kegiatan yakni Pendopo Kabupaten.

Mereka registrasi peserta kegiatan seminar sastra. Saat itu sudah banyak peserta dari daerah lain berada di luar Pendopo. Karena acara masih belum dimulai. Yang dikenal Dugal ada Sandi Firly, Aliansyah Jumbawuya, Ibramsyah Amandit, Ibramsyah Barbary, dll.

Untuk menunggu acara mulai mereka duduk santai di pelataran Pendopo sambil mendengarkan rekan-rekan di samping berbincang. Dugal jadi pendengar setia saja. Kadang ada yang memanggil namanya, mengajak berfoto. Terutama yang perempuan sebagai kenang-kenangan.

Dari kabupaten lain meminta foto bareng, ada Tika Hartika dan Masruswian dari Hulu Sungai Tengah. Dari Tanah Bumbu ada Witanul Bulkis, Mahda Emjie, dan Ikhlas El Qasr. Dari Kotabaru ada Rahmat Akbar. Juga M Rahim Arza. Ternyata mereka sudah tidak asing lagi dengan Dugal.

Ternyata sekolah yang ada di Pagatan diundang panitia Aruh Sastra mengikuti seminar sastraa, Sabtu di Pendopo Banua. Termasuk juga sekolah tempat Hj Fatma bertugas. Dimana sekolahnya mengirim lima orang siswi ikut kegiatan, dengan dua pendamping, yakni Hj Fatma sendiri serta seorang guru Bahasa Indonesia. Jadi wakil sekolah Hj Fatma ada 7 orang.

Dugal tidak tahu perihal itu, karena memang saat di rumah Hj Fatma tidak mamandir soal itu. Sehingga saat di Pendopo kabupaten, Dugal kaget, karena Hj Fatma hadir juga bersama beberapa siswa di sekolahnya.

Tentu saja Dugal sedikit tidak nyaman karena Hj Fatma selalu mambuntil dengannya. Saat itu di stand buku di samping kanan  Pendopo, Dugal asyik melihat buku-buku yang dipajang.

Tiba-tiba datang rombongan Hj Fatma masuk. Mereka menggunakan beberapa buah sepeda motor. Yang guru masing-masing sebuah sepeda motor. Sementara yang siswa dua buah motor, masing-masing membonceng satu orang, sementara satunya lagi, Annisa anak Hj Fatma memakai sepeda motor sendiri.

Usai memarkir sepeda motor mereka langsung menuju stand buku. Hj Fatma sudah berada di belakang Dugal, tapi Dugal tidak tahu keberadaan mereka. Tetapi ada yang memfoto. Saat Hj Fatma berada di belakang Dugal. Lantas saat mau berbalik, Dugal kaget dihadapannya sudah ada Hj Fatma.

Setelah tahu dengan kehadirannya, lalu Dugal mengajak naik ke teras Pendopo, untuk registrasi peserta seminar sastra, baik yang berasal dari para guru dan pelajar setempat, serta peserta dari kalangan sastrawan kabupaten / kota. Setelah itu mereka masuk ke ruang Pendopo, acara sebentar lagi akan dimulai.

Ada tiga sesi seminar yang menghadirkan pembicara kompeten dalam bidangnya. Dugal memilih duduk pambalakangan. Sementara Hj Fatma bersama anak didiknya menempati sisi kanan dalam Pendopo bagian tengah. Acara dimulai oleh moderator. Sebelum seminar sastra dimulai ada penampilan pembacaan puisi.

Dimana panitia memanggil Annisa, anak Hj Fatma membaca puisi. Dimana diketahui Annisa beberapa waktu lalu Juara I Lomba Baca Puisi antar Pelajar Tingkat Kabupaten. Tak lupa Dugal mengabadikan penampilan Annisa dengan kamera handphone-nya. Setelah itu duduk kembali.

Tampil sebagai pemateri pada seminar sastra ada Sandi Firly, Randu Alamsyah, Jamal T Suryanata, Hatmiati Masy'ud, Zulfaisal Putera, Micky Hidayat, dan narasumber asal Jawa Barat, tapi masih juriat Banjar. Acara berlangsung hingga pukul 12.00 WITA.

Panitia menyiapkan snack untuk peserta di samping kiri dalam Pendopo berupa minuman. Ada teh, kopi, dan susu. Sementara temannya ada beberapa jenis wadai. Peserta datang sendiri mengambil sesuai selera masing-masing. Karena memang banyak yang antre, Dugal badudi mengambilnya. Ia asyik duduk di kursi sambil membuka handphone. Ternyata ada pesan masuk di WA, dari Hj Fatma.

"Kanda pian handak napa, ulun ambilakan," ujar Hj Fatma.

Ternyata Hj Fatma sudah berada di tempat konsumsi peserta seminar sastra.

"Kada usah, ulun haja gin nang ka sana," ujar Dugal.

Dilihatnya tempat mengambil minum sudah berkurang oranganya, ia beranjak ke sana. Hj Fatma asyik berbincang dengan siswa dan rekan gurunya, di kursi tak jauh dari tempat air minum dan wadai diletakkan. Dugal mendekati Hj Fatma. Lalu Hj Fatma mengambilkan Dugal segelas teh manis, dan sepotong wadai.

Dugal duduk di kursi di samping kanan Hj Fatma, sambil menikmati minuman dan wadai tersebut. Tak lupa momen langka itu diabadikan oleh Annisa dengan kamera handphone, belakangan diketahui handphone itu milik ibunya sendiri, sengaja mencari kesempatan yang terbaik bisa foto batatai dengan Dugal.***

Angkinang Selatan -- Kandangan -- Pagatan, Akhir tahun 2019 - akhir tahun 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun