Mohon tunggu...
Akhmad Husaini
Akhmad Husaini Mohon Tunggu... Administrasi - Ditakdirkan tinggal di Selatan : Desa Angkinang Selatan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Provinsi Kalimantan Selatan. Memiliki kesenangan jalan-jalan, membaca, dan menulis.

Terus menuliskan sesuatu yang terlintas, dengan pantas, tanpa batas.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mendendam Silam Terkenang Senang

30 Desember 2021   06:57 Diperbarui: 30 Desember 2021   07:30 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di media sosial Facebook, ia jarang posting kegiatan keseharian, tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. Juga ia tak memberi tahu nomor HP / WA kepada rekannya. Kalau mereka perlu sekali,  cukup datang  ke rumah Dugal langsung.

Apalagi Dugal berhenti di tempat ia bekerja. Sehingga kalau ada kabar terbaru tak tahu. Biasanya kalau ada kegiatan, ada saja temannya yang mengkabarkan lewat temannya di tempat bekerja. Tetapi karena ia sekarang sudah tidak bekerja di sana lagi, rekan yang ingin mengabarkan sesuatu tentu tidak sampai informasinya.

Beruntung saat Aruh Sastra di Pagatan, ada orang se kampung dengannya, yang bekerja di kantor dinas, yang menangani keberangkatan peserta. Dugal didatangi langsung ke rumah oleh rekannya itu, untuk diundang mengikuti rapat rencana mengikuti Aruh Sastra, seminggu sebelum kegiatan.

"Mungkin rapat pendahuluan sudah pernah digelar, tapi ini untuk kepastian siapa saja yang bakal berangkat ikut ke Pagatan," ujar rekannya saat menemui Dugal di rumahnya.

Dugal tentu sadar, dengan keadaan dirinya yang serba kekurangan dan keterbatasan. Tidak dengan rekan-rekannya yang tentu lebih dalam segala hal. Mereka baduit, mereka punya pekerjaan tetap, mereka sudah berkeluarga, mereka berpendidikan tinggi, dsb.

Sementara Dugal hanya tamatan SLTA, kada paduitan, pendiam, dsb. Hanya hebat dalam menulis saja, padahal banyak kurangnya. Kadang ia merasa minder juga, bila melihat kenyataan seperti itu. Malu batatai dengan mereka.

Akan tetapi sastra menyatukan, tak memandang keadaan. Akhirnya luluh juga hati Dugal, ikut Aruh Sastra di Pagatan. Semula ia sudah memutuskan untuk berhenti mengikuti kegiatan sastra.

Bukan berarti ia ampih sama sekali menulis. Menulis tetap, karena sudah merupakan jalan hidupnya. Tapi kegiatan sastranya yang ia hindari, atau berhenti mengikutinya untuk sementara ini, entah nanti kalau hati berubah.

Dugal berusaha menghindari keramaian, hiruk pikuk, banyak orang, suara ribut, dsb. Ia suka dengan kesepian, kesendirian, hening, senyap, berkurung diri di dalam kamar, pergi ke tempat indah tapi tidak banyak orang itu adalah kesenangannya. Lewat kesendirian dan kesunyian itulah muncul ide-ide brilian dalam tulisannya.

Keberangkatan ke Pagatan, disertai pula keberhasilan rekan-rekan Dugal dalam dunia kepenulisan. Yakni Aliman Syahrani yang menerbitkan buku tentang pahlawan wanita, Aluh Idut. Lalu Ibu Rasuna yang masuk koran. Maksudnya profil dan prestasinya dalam  dunia kepenulisaan, diulas tuntas di sebuah koran terbesar di Banua.

Ditemani Thaliban, Dugal pulang lebih dulu dari peserta lain ke penginapan, karena merasa tidak enak badan. Diantaranya sakit kepala, sakit gigi, dan meriang. Jarak tempat seminar sastra dengan penginapan, rumah Hj Fatma, sekitar 500 meter. Tujuan Dugal minta ditemani Thaliban, takut apa-apa terjadi di tengah perjalanan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun