7. Keterbatasan Keterampilan dan Pendidikan
Banyak pekerja gig di Indonesia yang tidak memiliki keterampilan khusus atau pendidikan yang tinggi, sehingga mereka terjebak dalam pekerjaan dengan upah rendah dan tidak stabil. Pekerjaan seperti driver ojek online atau kurir mungkin memerlukan keterampilan rendah, sementara pekerjaan di sektor gig lainnya membutuhkan pelatihan khusus, seperti dalam bidang IT atau kreatif. Akses pendidikan dan pelatihan yang lebih baik bisa meningkatkan potensi pendapatan dan kestabilan bagi pekerja gig.
8. Isu Diskriminasi dan Isolasi SosialÂ
Pekerja gig sering kali merasa terisolasi secara sosial, baik dalam pekerjaan mereka maupun dalam hubungan dengan perusahaan. Mereka tidak memiliki kesempatan untuk berinteraksi secara langsung dengan rekan kerja dan tidak memperoleh rasa kebersamaan yang sering ditemukan di pekerjaan tetap. Diskriminasi juga dapat terjadi dalam pengaturan ini, karena banyak pekerja gig tidak diakui sebagai bagian dari angkatan kerja formal.
Sebagaimana slogan "Do Together What You Can't Do Alone," solusi untuk tantangan gig economy harus diupayakan bersama. Gig economy menantang kita untuk mempertimbangkan kebijakan sosial yang lebih baik untuk pekerja, seperti memperluas perlindungan sosial dan jaminan pendapatan untuk meningkatkan daya tawar pekerja. Langkah ini sangat penting untuk menciptakan keseimbangan antara otonomi individu dan keamanan sosial melalui dukungan baru, baik dari negara atau bantuan timbal balik.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI