Mohon tunggu...
Jurnalis Cendekia
Jurnalis Cendekia Mohon Tunggu... Jurnalis - Aktivis-Ekonom-Penulis

Penulis merupakan lulusan Sarjana Ekonomi Universitas Islam negeri Alauddin Makassar

Selanjutnya

Tutup

Nature

Ahmad Syaifullah: Pentingnya Meningkatkan Nilai Tambah (Value Added) bagi Produk Pertanian Indonesia

24 Juli 2020   03:47 Diperbarui: 3 November 2021   15:56 5046
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pertanian | Sumber: pexels/Quang Nguyen Vinh

Sebuah barang dan jasa dapat memiliki harga yang lebih jika mempunyai manfaat yang lebih, begitupun produk pertanian di Indonesia. 

Pertanian merupakan salahsatu sektor utama yang membangun perekonomian di Indonesia. Hal tersebut tak dapat dipungkiri, melihat pada tahun 2019 kontribusi sektor pertanian terhadap produk domestik bruto ialah kedua tertinggi di Indonesia. 

Berdasarkan data  dari Badan Pusat Statistik (BPS)  Pertanian menjadi salah satu sektor yang mendominasi struktur produk domestik bruto (PDB) Indonesia menurut lapangan usaha. 

Struktur sektor pertanian sebesar 13,45% atau kedua tertinggi setelah sektor industri 19,62% pada kuartal III-2019. Adapun pertumbuhan sektor pertanian sebesar 3,08 dari tahun sebelumnya (year-on-year/yoy). Namun, pertumbuhan tersebut mengalami penurunan dari kuartal III 2019 yang sebesar 3,66%.

Dari segi tenaga kerja, BPS mencatat jumlah tenaga kerja di sektor pertanian pada 2018 adalah 38,7 juta orang. Dalam lima tahun terakhir, jumlah tenaga kerja di sektor ini terus menurun. 

Kondisi penurunan jumlah tenaga kerja tersebut terjadi disebabkan oleh penghasilan yang diperoleh dari bertani semakin tidak menjanjikan. 

Dalam berbagai kasus, sering para petani mengeluhkan harga yang tidak sesuai dengan modal yang digelontorkan termasuk kebutuhan hidup petani. 

Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan upah riil harian buruh tani pada Oktober  2019 hanya  Rp 38.278. Kalau seorang buruh tani mendapatkan upah sebesar ini dan harus menghidupi keluarganya, maka niscaya mereka akan berada di bawah garis kemiskinan. 

Kalau seorang buruh tani bekerja 30 hari sebulan tanpa libur, maka dia hanya akan menerima Rp 1.148.340 tentu jauh dibawah upah minimum yang ditetapkan diberbagai wilayah. 

Sejak tahun 2013 saja, jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian terus menurun, dari 39,22 juta menjadi 38,97 juta pada tahun 2014 dan turun lagi menjadi 37,75 juta pada tahun 2015. Usia rata-rata petani semakin tua. Generasi muda merosot minatnya menjadi petani.

Untuk itu dibutuhkan strategi untuk meningkatkan penghasilan para pekerja di bidang pertanian agar terhindar dari ancaman kemiskinan dan penurunan minat untuk menggeluti bidang ini. Salahsatu yang terpenting untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan meningkatkan nilai tambah produk pertanian.

Ada beberapa pengertian tentang nilai tambah, namun esensinya sama. BPS mendefinisikan Nilai Tambah sebagai nilai yang ditambahkan pada input-antara (Intermediete Input ) yang digunakan di dalam proses produksi barang/jasa.  

Sederhananya nilai tambah merupakan  pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses peningkatan manfaat dalam suatu proses produksi baik dari segi cara  pengolahannya, pengangkutan, penyimpanan, pemasaran hingga manfaat biologis yang dihasilkan dari suatu produk. 

Peningkatan nilai tambah akan bedampak bagi peningkatan nilai jual petani, baik yang menghasilkan produk mentah apalagi produk olahan.  

Sebagai contoh:  Kelapa, komoditas kelapa memiliki berbagai macam kegunaan baik untuk industri pangan maupun non-pangan. 

Pengembangan produk utama, produk turunan, dan produk samping dari kelapa ditujukan untuk mengejar perolehan nilai tambah domestik (retained domestic value added) secara maksimal. 

Dari pohon industri kelapa yang mempunyai prospek pasar meliputi nata de coco, minuman isotonik air kelapa, desiccated coconut, santan kelapa, virgin coconut oil, pakan ternak, arang tempurung, arang aktif, tepung tempurung kelapa, serat sabut kelapa, dan produk turunan (oleokimia) dari virgin coconut oil (minyak kelapa murni). 

Harga minyak kelapa murni sesuai standar CODEX Alimentarius di pasar internasional mencapai US $ 9 per kg, jauh di atas harga minyak goreng. Air kelapa merupakan cairan yang mempunyai kandungan gizi, terutama mineral, yang sangat baik untuk tubuh manusia, sehingga air kelapa berpotensi dijadikan minuman isotonic drink. 

Permintaan terhadap produk santan kelapa dan desiccated coconut dimasa datang akan meningkat terutama untuk konsumsi dalam negeri, seiring dengan terjadinya perbaikan ekonomi domestik dan perubahan gaya hidup masyarakat perkotaan yang lebih mementingkan segi kepraktisan. Sebagian agroindustri kelapa dapat dikembangkan dalam skala industri kecil dan sebagian dalam industri besar. 

Beberapa jenis produk agroindustri kelapa dapat dikembangkan dalam bentuk kluster antara industri kecil dengan industri menengah seperti industri sabut kelapa (industri kecil) dengan industri finishing serat sabut kelapa (industri menengah), industri arang tempurung (industri kecil) dengan industri arang aktif (industri menengah). 

Agroindusti oleokimia dari kelapa merupakan industri teknologi tinggi, dan diproyeksikan akan dapat dilaksanakan lima tahun mendatang. Total kebutuhan investasi untuk pengembangan agroindustri kelapa selama 5 tahun diperkirakan mencapai Rp. 1,8 trilyun.

Pengolahan dan pemasaran hasil pertanian diarahkan untuk mewujudkan tumbuhnya usaha yang dapat meningkatkan nilai tambah dan harga yang wajar di tingkat petani, sehingga petani dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya. Untuk mendukung kebijakan tersebut, maka strategi yang perlu ditempuh antara lain: 

(a) meningkatkan mutu produk dan mengolah produksi menjadi bahan setengah jadi,

(b) meningkatkan harga komoditi hasil pertanian dan pembagian keuntungan (profit sharing) yang proporsional bagi petani, 

(c) menumbuhkan unit-unit pengolahan dan pemasaran hasil pertanian yang dikelola oleh kelompok tani/gabungan ketompok tani atau asosiasi tanaman pertanian, 

(d) meningkatkan efisiensi biaya pengolahan dan pemasaran serta memperpendek mata rantai pemasaran, 

(e) mengurangi impor hasil petanian dan meningkatkan ekspor produk pertanian.

Upaya pengembangan pengolahan dan pemasaran produk pertanian yang akan dilaksanakan antara lain: 

(1) pengembangan dan penanganan pascapanen dengan penerapan manajemen mutu sehingga produk yang dihasilkan sesuai persyaratan mutu pasar, dalam kaitan tersebut diperlukan pelatihan dan penyuluhan yang intensif tentang manajemen mutu, 

(2) pembangunan unit-unit pengolahan di tingkat petani/gapoktan/asosiasi, 

(3) pembangunan pusat pengeringan dan penyimpanan di sentra produksi produk hasil pertanian, 

(4) penguatan peralatan mesin yang terkait dengan kegiatan pengolahan dan penyimpanan komoditi pertanian, antara lain alat pengering (dryer), corn sheller (pemipil), penepung, pemotong/pencacah bonggol, mixer (pencampur pakan), dan gudang, 

(5) penguatan modal, 

(6) pembentukan dan fasilitasi sistem informasi dan promosi, serta asosiasi komoditi pertanian, dan (7) pengembangan industri berbasis hasil pertanian produk dalam negeri.

Kegiatan pascapanen merupakan bagian integral dari pengembangan agribisnis, yang dimulai dari aspek produksi bahan mentah sampai pemasaran produk akhir. 

Peran kegiatan pascapanen menjadi sangat penting, karena merupakan salah satu sub-sistem agribisnis yang mempunyai peluang besar dalam upaya meningkatkan nilai tambah produk agribisnis. 

Dibanding dengan produk segar, produk olahan mampu memberikan nilai tambah yang sangat besar. Daya saing komoditas Indonesia masih lemah, karena selama ini hanya mengandalkan keunggulan komparatif dengan kelimpahan sumberdaya alam dan tenaga kerja tak terdidik (factor--driven), sehingga produk yang dihasilkan didominasi oleh produk primer atau bersifat natural recources-based dan unskilled-labor intensive.

Dengan demikian dibutuhkan upaya yang berdampak lebih signifikan oleh pemerintah dan juga masyarakat untuk meningkatkan nilai tambah produk pertanian. 

Kebijakan pemerintah sebaiknya mengarah pada faktor-faktor penunjang meningkatnya nilai tambah produk pertanian. Masyarakat, terutama yang begrelut di bidang pertanian perlu melakukan inovasi dan pemanfaatan teknologi secara maksimal.  

Apalagi di era kemajuan teknologi  sekarang yang sangat memungkinkan terjadinya percepatan. Sebagai kesimpulan  peningkatan nilai tambah dilakukan dengan memanfaatkan pemanfaatan teknologi dan peningkatan kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) itu sendiri.  Semua itu perlu dilakukan demi terwujudnya kesejahteraan bagi para petani Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun