Aku mencebik. Tetapi tentu saja Mamak tidak melihatnya, kalau Mamak melihatnya, habislah aku kena marah.
Selesai berpakaian, Dafi sudah duduk manis di meja makan. Lima menit lagi waktu berbuka tiba, di depannya telah tersaji kolak pisang dalam mangkuk berwarna putih, di sampingnya ada piring kecil berisi mie caluek, tak ketinggalan donat paha ayam ukuran jumbo, bersalut ceres coklat. Segelas es campur dan teh manis, juga semakin membuat Dafi tidak sabar ingin menyantapnya.
"Hmm ... maknyus," celetuk adikku.
"Dafi, kenapa semua makanan di depanmu?" Sungutku pada Rafi. Ia cuek saja.
"Mak, aku juga mau donat paha ayamnya," pintaku pada Mamak, yang membuat Dafi cemberut karena donatnya hanya tersisa satu.
"Kue lain aja buat kakak. Aku gak cukup donatnya cuma satu, Mak!" Seru Dafi.
"Dafi... kamu gak akan habis makan sendirian sebanyak itu, bagi sama kakak," ujar Mamak.
"Habis, Mak. Pokoknya aku mau habisin semua!" ucap Dafi yakin.
Seketika terdengar suara sirine. Tanda waktu berbuka telah tiba. Kulihat Rafi makan dengan lahap, pertama dia mencomot kolak pisang, belum habis kolak pisang dia sudah mencicipi mie caluek, selanjutnya dia juga menyantap donat paha ayam.
"Kenyang, Mak."
"Ya udah, shalat dulu, abis tu nanti lanjut  makan."