PUISI PAHIT
Ibu pertiwi
Pesonamu begitu indah
Namamu harum mewangi
Bergema di ujung samudera
Sseperti bidadri bermata cinta,
Mengapa di pundakmu masih ada noda anarkis?
Ibu pertiwi
Sendengkan telingamu
Aku ingin bisikan sesuatu padamu
Sebab, Aku tak mau  menyimpannya
Aku tak rela sayap-sayap pancasilaku kotor dan noda
Dengarlah
Aku punya tiga puisi pahit;
Satu perbedaan ras
Dua ketidakadilan
Tiga diskriminasi
Kalau kau rasa itu pahit
Tolong jauhkan dari negeri ini
Negeri yang mencintai perbedaan
Negeri yang bermahkotakan pancasila
Dan negeri yang berjunjung tinggi nilai-nilai moral
Ibu pertiwi
Ini Terlalu pahit
Jangan membiarkannya berakar di atas  pusaramu
Itu duri yang akan menikam jantungmu
Itu senjata yang akan membuatmu tak bernyawa
Hingga namamu tercium bau di atas semeta
Segeralah lenyakannya
Itu terlalu pahit
SUARAKU PATAH DI JALAN
Di atas pusar negeri tercinta
Aku ingin melagu dengan suara pancasila
Namun suaraku selalu patah di tengah jalan,
Aku ingin memeluk kedamaian
Namun sulit untuk dicapai
Seperti air yang mengalir membasahi tanah yang kering
Rinduku akan keadilan dan kedamaian
Tak bisa diukur dengan meter nepotisme
Oh, negeriku tercinta
Seperti rahim ibu tempat yang jauh dari terik matahari
Kaulah tempat aku berlindung, kaulah tempat aku sematkan harapan
Tapi, mengapa ada air mata?
Mengapa masih ada dusta?
Mengapa korupsi tak pernah berakhir?
Negeriku tercinta,
Dengan kata yang tak berarti
Dengan suara demokrasi,
Aku berkata jujur,
Aku hanya rakyat kecil
Yang siang malam memikul pacul, parang dan linggis
Demi hidup yang layak.
SELIMUT DEMOKRASI
Di rahim bumi nusantara
Terbaca sajak-sajak kemerdekaan
Lalu bergema di ujung langit
Senandungkan  Demokrasi
Di atas bukit-bukit mandiri
Elegi cinta berkumandang
Dengan mahkota patriotisme
Untuk merawat dan menjaga
Sebgai jawaban atas tangisan Negeri
Serupa bidadari bermata cinta
Berkilau mengusir kegalauan
Larik-larik patriotisme semakin bersinar di ujung samudera
Namun apalah daya
Korupsi di negeri ini semakin menggelora
Keadilan semakin memudar
Kedamaian semakin sirna
Ah, inikah yang disebut demokrasi?
Bila keadilan dan kedamaian
Adalah denyut nadi
Untuk memuliakan negeri ini,
Rawatlah keadilan,
Kuburkan korupsi
Ciptakan kedamaian
Madahkan demokrasi,
Sebab, negeri ini bersayap pancasila
Ini bukan rekayasa
Bukan cerita dongeng
Bukan gombalan anarkis
Tapi,
Sajak kudus yang mesti dibalut
dengan selimut demokrasi
Kupang, Oktober 2018
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI