KONSEKUENSI HUKUM KECELAKAAN LALU LINTAS DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA DAN HUKUM PERDATA
Beberapa waktu lalu, Indonesia kembali berduka dengan peristiwa kecelakaan lalu lintas di megamendung- Bogor-Jawa barat yang menewaskan beberapa orang dan beberapa pengendara lain luka-luka. Sering kali masyarakat memandang bahwa kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan luka-luka dan kematian, mutlak kesalahannya selalu pada pengemudi kendaraan yang bersangkutan. Sedangkan menurut teori hukum yang berlaku bahwa kesalahan seseorang dilihat dari faktor kejadian yang sebenarnya, faktor apa yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas tersebut. Hal ini dapat diungkapkan dari kronologis kejadian, kesaksian-kesaksian termasuk saksi mata yang melihat terjadinya kecelakaan. Akibat dari insiden tersebut tentunya terdapat beberapa konsekuensi atau akibat hukum kepada pengemudi bus dan pengendara lain. Maka dari itu penulis ingin melakukan analisa dari peristiwa yang terjadi di Megamendung,
Kecelakaan karena kelalaian pengemudi
Kasus Posisi:
Kasat Lantas Polres Bogor Ajun Komisaris Polisi Hasby Ristama mengatakan, dugaan sementara penyebab tabrakan beruntun di Jalan Raya Puncak, Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Bogor, Jawa Barat, dikarenakan rem blong yang dialami bus pariwisata. Hasby menuturkan, usai mengalami rem blong, bus pariwisata tersebut hilang kendali dan bergerak ke arah kanan jalan.Akibatnya, bus menabrak mobil Grand Livina bernopol B 7401 NDY dan sepeda motor Honda Vario nopol B 4446 SBC.Tak sampai di situ, kata Hasby, bus kemudian bergerak ke arah kiri jalan dan menabrak mobil Toyota Avanza yang bergerak searah dari arah Puncak, serta beberapa kendaraan lainnya. Sementara, salah satu saksi mata, Asep (35) mengatakan, peristiwa kecelakaan di Megamendung Puncak itu terjadi ketika arus lalu lintas sedang satu arah (one way) menuju Jakarta. [1]
Analisis dalam Hukum Pidana
Definisi kecelakaan menurut Peraturan Pemerintah no 43 Tahun 1993 tentang prasarana dan lalu lintas jalan, Kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa dijalan yang tidak disangka-sangka dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pemakai jalan lainnya, mengakibatkan korban manusia atau kerugian harta benda.
Kecelakaan Lalu Lintas dalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) yang digolongkan menjadi 3, yakni (vide Pasal 229):
a. Kecelakaan Lalu Lintas ringan, merupakan kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan Kendaraan dan/atau barang;
b. Kecelakaan Lalu Lintas sedang, merupakan kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang;
c. Kecelakaan Lalu Lintas berat, merupakan kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat.
Dari kedua pengertian tentang kecelakaan tersebut, bisa ditarik kesimpulan bahwa kecelakaan menimbulkan suatu sebab yang merugikan kepada pengendara yang lain. Dari kronologi kejadian lakalantas di megamendung, sementara bukti-bukti menunjukkan bahwa kejadian tersebut karena kelalaian pengemudi bus akibat rem blong atau dengan artian bahwa kendaraan tersebut tidak dalam kondisi sehat.
Orang yang melakukan perbuatan pidana akan mempertanggungjawabkan perbuatan dengan pidana apabila ia mempunyai kesalahan, seseorang mempunyai kesalahan apabila pada waktu melakukan perbuatan dilihat dari segi masyarakat menunjukan pandangan normatif mengenai kesalahan yang dilakukan [2]
Kesalahan tersebut dapat berupa pelanggaran maupun kejahatan. Dalam hukum pidana di kenal berbagai unsur delik dari suatu tindakan kesalahan. Salah satunya delik culpa. Delik Culpa mengandung dua macam, yaitu delik kelalaian yang menimbulkan akibat dan yang tidak menimbulkan akibat, tapi yang diancam dengan pidana ialah perbuatan ketidak hati-hatian itu sendiri, perbedaan antara keduanya sangat mudah dipahami yaitu kelalaian yang menimbulkan akibat dengan terjadinya akibat itu maka diciptalah delik kelalaian, bagi yang tidak perlu menimbulkan akibat dengan kelalaian itu sendiri sudah diancam dengan pidana.[3]
Syarat-syarat elemen yang harus ada dalam delik kealpaan yaitu:[4]
- Tidak mengadakan praduga-praduga sebagaimana diharuskan oleh hukum, adapun hal ini menunjuk kepada terdakwa berpikir bahwa akibat tidak akan terjadi karena perbuatannya, padahal pandangan itu kemudian tidak benar. Kekeliruan terletak pada salah pikir/pandang yang seharusnya disingkirkan. Terdakwa sama sekali tidak punya pikiran bahwa akibat yang dilarang mungkin timbul karena perbuatannya. Kekeliruan terletak pada tidak mempunyai pikiran sama sekali bahwa akibat mungkin akan timbul hal mana sikap berbahaya
- Tidak mengadakan penghati-hatian sebagaimana diharuskan oleh hukum, mengenai hal ini menunjuk pada tidak mengadakan penelitian kebijaksanaan, kemahiran/usaha pencegah yang ternyata dalam keadaan yang tertentu/dalam caranya melakukan perbuatan.
Dari uraian diatas maka pengemudi karena kelalainya bisa di jerat dengan pasal 359 dan pasal 360 KUHP yang mana bunyinya:
Pasal 359 KUHP :
"Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.”
Dalam Pasal 360 KUHP :
(1) Barangsiapa karena kesalahannya (kelalaiannya) menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.
(2) Barangsiapa karena kesalahannya (kelalaiannya) menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana dendapaling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.
Mengapa pengemudi bus tidak di jerat pasal 310 UU LLAJ?
Pada dasarnya memang keberadaan asas lex spesialist derograt legi genaralis (aturan khusus mengesampingkan aturan umum) diakui dalam sistem hukum pidana kita. Akan tetapi jika kita perhatikan lebih teliti bahwa bunyi pasal 310 UU LLAJ yaitu:
- Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan/ atau denda paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah).
- Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barangsebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah).
- Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan
Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4),
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)
4. Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Dalam ketentuan umum pasal 1 angka 8 UU LLAJ menjelaskan bahwa Kendaraan Bermotor adalah setiap Kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain Kendaraan yang berjalan di atas rel. sedangkan Kendaraan Bermotor Umum adalah setiap Kendaraan yang digunakan untuk angkutan barang dan/atau orang dengan dipungut bayaran (pasal 1 angka 10 UU LLAJ). Jadi menurut analisa penulis bahwa BUS termasuk jenis kendaraan bermotor umum bukan kendaraan bermotor seperti yang dimaksud dalam pasal 1 angka 8 jo pasal 310 UU LLAJ.
ANALISIS DALAM HUKUM PERDATA
setiap kecelakaan tentunya membawa akibat kerugian terhadap pengendara yang lain dan pengemudi mapun perusahaan pemilik PO bus harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Pertanggung jawaban tersebut bisa di tuntut dari segi materiil maupun imateriil. dalam hal ini penulis rumuskan baik dalam aturan khusus (UU LLAJ) maupun aturan umum (KUHperdata). Di tinjau dari aspek perdatanya, dimana korban bisa menggugat dengan dasar Pasal 234 ayat (1) UU LLAJ jo pasal 1366-1367 KUHperdata yg berbunyi:
Pasal 234 ayat 1 menyatakan “Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/ atau Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh Penumpang dan/ atau pemilik barang dan/atau pihak ketiga karena kelalaian Pengemudi.”
Pasal 1366 KUHPerdata menyatakan : “ setiap orang bertanggung-jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaiannya atau kurang hati-hatinya”.
Pasal 1367 yg berbunyi “ Seorang tidak saja bertanggung-jawab untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yg disebabkan karena perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya, atau disebabkan oleh orang-orang yang berada di bawah pengawasannya … dst”.
sebagai konsekuensinya bahwa berdasarkan kutipan pasal tersebut di atas, secara umum memberikan gambaran mengenai batasan ruang lingkup akibat dari suatu perbuatan melawan hukum. Akibat perbuatan melawan hukum secara yuridis mempunyai konsekuensi terhadap pelaku maupun orang-orang yang mempunyai hubungan hukum dalam bentuk pekerjaan yang menyebabkan timbulnya perbuatan melawan hukum. Jadi, akibat yang timbul dari suatu perbuatan melawan hukum akan diwujudkan dalam bentuk ganti kerugian terehadap korban yang mengalami.
Penggantian kerugian sebagai akibat dari adanya perbuatan melawan hukum, sebagaimana telah disinggung diatas, dapat berupa penggantian kerugian materiil dan immateriil. Lajimnya, dalam praktek penggantian kerugian dihitung dengan uang , atau disetarakan dengan uang disamping adanya tuntutan penggantian benda atau barang-barang yang dianggap telah mengalami kerusakan sebagai akibat adanya perbuatan melawan hukum pelaku.
Demikian coretan singkat kami, semua tetap pengadilan yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara ini. mohon sertakan komentar untuk perbaikan penulis kedepannya agar lebih baik dan terimakasih sudah singgah di blog kami.
Dasar hukum :
- Kitab undang-undang Hukum Pidana
- Kitab undang-undang Hukum Perdata
- Undang-undang no. 22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan
- Peraturan Pemerintah no 43 Tahun 1993 tentang prasarana dan lalu lintas jalan
[1] Tabrakan beruntun terjadi di Jalan Raya Puncak, Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Puncak, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (22/4/2017).(KOMPAS.com / Ramdhan Triyadi Bempah)
[2] Andi Hamzah.Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana.Ghalia Indonesia Jakarta.2001. hlm.22
[3] Moeljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggung jawaban Dalam Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta. 1993. hlm. 48
[4] ibid. hlm. 49
Sumber : http://www.hukum-ut.id/2017/05/konsekuensi-hukum-kecelakaan-lalu.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H