Namun ajaibnya, kontribusi pajak dari orang kaya di Indonesia hanya sebesar 0,8 persen dari total penerimaan pajak. Dari sini sebenarnya kita tahu bahwa ada potensi fiskal begitu besar yang dapat digunakan tidak hanya untuk membiayai defisit fiskal dalam penanganan covid19, tapi juga digunakan bahkan untuk pemerataan pendapatan.Â
Tapi yang terlihat justru pemerintah pusat takut dengan orang kaya dan korporasi, sehingga menteri keuangan lebih sering nguber-nguber pajak pedagang online dari pada korporasi.Â
Jadi sebenarnya, pemerintah pusat sedang berakrobat dengan Undang-undang karantina kesehatan dan perpu darurat sipil di tengah terus meningkatnya angka pasien positif covid19 di Indonesia.Â
Berusaha untuk menghasilkan cost efficiency dengan mengorbankan masyarakat kelas menengah ke bawah. Kebijakan darurat sipil yang seakan-akan melenyapkan keabsahan dari pendekatan karantina kesehatan, khususnya karantina wilayah dalam penanganan covid19 di Indonesia kami pikir memiliki aroma pekat neolib yang syarat political of cost efficiency.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H