“Ada apa, bu? Kenapa ibu nangis?”
“Bapak sudah tidak ada, dek. Bapak udah meninggal, pulang ya, nak. Lihat bapak buat terakhir kali.”
Pipi Lia mendadak basah.
“Iya, bu.” lalu panggilan itu diakhiri.
Lia tidak tahu dia menangis untuk apa, karena kehilangan seorang ayah atau karena statusnya yang sekarang berubah menjadi yatim?
Setelah mengurus ijin pada atasannya, Lia segera memesan tiket pesawat paling awal, dan terbang pulang ke rumah.
Sepanjang perjalanan air matanya tidak mau berhenti mengalir, berkali-kali diusap pun tak ada bedanya. Seperti keran air matanya sedang terbuka lebar.
Dua jam kemudian, Lia sampai di rumah, ditandai bendera kuning dan banyak kursi plastik di depannya.
Disana, terbujur kaku ditutupi selembar kain, seorang pria yang kini matanya tertutup, dikerubungi para pelayat.
Saat Lia mendekat, orang-orang menatapnya iba, mata mereka menyiratkan rasa kasihan.
Namun, sepertinya hati Lia punya pikiran sendiri, tidak ada air mata yang menetes begitu Lia menyibak kain yang menutupi wajah ayahnya itu.