Satu hal yang lucu adalah, dari sekian banyak koper yang saya bawa, tidak ada satupun milik saya. Koper kecil dan tas punggung saya dibawa adik ke kabin pesawat. Yang tertinggal di saya hanya tas kecil yang berisi dompet dan hp, charger pun saya tidak punya.
Tidak sempat membeli charger di Jakarta, saya bersyukur ada penumpang baik di kereta yang bersedia meminjamkan chargernya. Mas-mas yang saya tidak tahu namanya, “makasih.”
Seingat saya 8 jam perjalanan saya habiskan di kereta dengan takjub, panorama alam pulau jawa menyihir saya, jika penumpang di sekeliling saya sibuk berbicara atau tidur, maka saya selalu menatap keluar jendela. Ini juga kali pertama saya naik kereta. Hore! Alhamdulillah.
Keluar dari stasiun, mencari hostel murah, maklum uang ini bukan milik saya. Walau saya punya simpanan, uang itu untuk membeli pakaian luar dalam, dan charger hp sekaligus bedak.
Namun, saat saya berkata akan berbelanja di Jogja, kakak lebih semangat menyuruh berbelanja. bye-bye hemat.
Berbelanja di warung kecil di depan hostel, saya mengobrol dengan bapak-bapak pemilik warung. Begitu mendengar kisah saya, beliau menawarkan diri untuk membelikan saya charger-an. Pertama saya tolak karena tak enak merepotkan, tapi bapak bersikeras ingin membantu.
“Dekat sini, ada counter.” ucapnya, saya akhirnya mengulurkan uang. Beliau segera mengeluarkan motor dan berlalu pergi. Tak lama kemudian beliau datang menenteng plastik dengan logo konter hp.
“Terima kasih, pak.” Saat saya menyodorkan uang, sekadar untuk mengganti bensin, ditolak oleh sang bapak, “simpan saja.” katanya.
Mumpung di Jogja, saya sempatkan mampir ke salah satu situs bersejarah, Candi Borobudur, yang ternyata letaknya di Magelang.
Nah, setelah kaki gemetaran karena menaiki tangga ke puncak borobudur, yang jaraknya lebar antar tangganya bagi saya yang takut ketinggian. Saya duduk di luar candi, di bawah pohon, mengamati ramai turis berlalu-lalang, turis dari korea yang saya dengar mereka menyebut “eonnie…eonnie”, atau yang dari India, “mama… kya he xxx… mama”.