Ibu sempat menyarankan pada kakak saya untuk menaiki bus menuju bandara, kata orang-orang tidak sampai 1 jam perjalanan lagi. Namun, kakak saya menolaknya,
“Masih banyak waktu, sayang sudah dibayar full.” Memang, dia yang mengeluarkan uang untuk membayar semua perjalanan ini. Kami manut saja.
Satu jam kemudian mobil derek datang, dan kami duduk di mobil, celingukan melihat Jakarta dengan mobil di derek ke bengkel.
Waktu menunjukkan jam 2 siang, saat mobil tersebut bisa berjalan kembali. Lucunya, sang supir kehabisan uang dan meminjam pada kakak saya, untuk biaya derek dan servis mobilnya.
Dan disinilah momen takdir Tuhan berjalan, terik matahari menyengat, kakak saya memberikan kartu ATM-nya kepada saya.
“Ambilkan uang 5 juta, nanti kasih sopirnya 1,5 juta. Sisanya pegang. Pin ATM xxxx.”ujarnya.
Saya manut mengambil uang sesuai permintaan, kemudian memberikan kepada supir. Saat hendak mengembalikan kartu ATM, kakak saya hanya menggeleng.
“Pegang saja dulu.”
Satu kalimat yang akan saya syukuri nantinya.
Mobil berhasil hidup, kami gembira.
Perlahan mobil berjalan, tapi tak lama kemudian asap mengembul dari kap mesin, dan mobil kembali mati. Kami semua keluar, mobil berhasil menepi di jalan.