Pinta melihat keluar jendela.
"Kelihatannya tadi hujan," ia menggumam pada mesin kopi kecil di samping tempat tidurnya.
Mesin itu mesin yang bagus. La Marzocco mereknya. Linea Classic jenisnya.
Jangan tanya harganya. Mesin itu pemberian bosnya. Kalau kau memaksa, baiklah, sekarang kau bisa beli mesin itu jika kau punya 75 juta rupiah. Tingginya...ah, mesin itu bukan tokoh utama dalam cerita ini.
Pinta masih melihat ke luar jendela. "Iya, tadi masih hujan. Cepat sekali redanya."
Matanya kemudian beralih ke televisi yang sedari tadi menyala, menyiarkan pengumuman pemerintah tentang harga BBM yang naik.
"Anjing!"
Pinta jadi cemas, cepat-cepat membuka laptopnya, memasang modem, mulai browsing.
"Untung hujan reda, aku bisa cepat-cepat beli bensin."
Pertama ia ketik 'pom bensin terdekat'. Ia baru pindah, tak hapal daerah.
"Ketemu!" Lantas ia ketik 'La Marzocco'.
Lama, tak ketemu jua informasi yang ia butuhkan. Pinta cemas lagi.
Ia ketik kata baru 'La Marzocco+Linea Classic'.
"Ketemu!" Lantas ia baca.
"Anjing!" Baru sebentar Pinta sudah mengumpat.
"Pinta, jangan mengumpat terus, Nak! Mending kau pergi beli bensin sana! Ini harga bensin naik!" Ibunya berteriak dari bawah.
"Peduli setan!" Pinta menggumam lagi pada mesin kopi kecilnya. Ia mengelap La Marzocco sekali, kemudian tidur. Dalam tidurnya, ia bermimpi, bosnya yang memberi mesin, dan ibunya, menari-nari, sambil bernyanyi, kata mereka, "Makan api terasa asin, mesin kopi tak butuh bensin!"
Hujan kemudian turun lagi, deras, sangat deras.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H