Mohon tunggu...
Hugo Hardianto
Hugo Hardianto Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

terkadang ketiak yang masih basah menanti untuk diangin-anginkan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mesin Kopi Tak Butuh Bensin

19 November 2014   02:37 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:27 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1416314359597638076

Pinta melihat keluar jendela.

"Kelihatannya tadi hujan," ia menggumam pada mesin kopi kecil di samping tempat tidurnya.

Mesin itu mesin yang bagus. La Marzocco mereknya. Linea Classic jenisnya.

Jangan tanya harganya. Mesin itu pemberian bosnya. Kalau kau memaksa, baiklah, sekarang kau bisa beli mesin itu jika kau punya 75 juta rupiah. Tingginya...ah, mesin itu bukan tokoh utama dalam cerita ini.

Pinta masih melihat ke luar jendela. "Iya, tadi masih hujan. Cepat sekali redanya."

Matanya kemudian beralih ke televisi yang sedari tadi menyala, menyiarkan pengumuman pemerintah tentang harga BBM yang naik.

"Anjing!"

Pinta jadi cemas, cepat-cepat membuka laptopnya, memasang modem, mulai browsing.

"Untung hujan reda, aku bisa cepat-cepat beli bensin."

Pertama ia ketik 'pom bensin terdekat'. Ia baru pindah, tak hapal daerah.

"Ketemu!" Lantas ia ketik 'La Marzocco'.

Lama, tak ketemu jua informasi yang ia butuhkan. Pinta cemas lagi.

Ia ketik kata baru 'La Marzocco+Linea Classic'.

"Ketemu!" Lantas ia baca.

"Anjing!" Baru sebentar Pinta sudah mengumpat.

"Pinta, jangan mengumpat terus, Nak! Mending kau pergi beli bensin sana! Ini harga bensin naik!" Ibunya berteriak dari bawah.

"Peduli setan!" Pinta menggumam lagi pada mesin kopi kecilnya. Ia mengelap La Marzocco sekali, kemudian tidur. Dalam tidurnya, ia bermimpi, bosnya yang memberi mesin, dan ibunya, menari-nari, sambil bernyanyi, kata mereka, "Makan api terasa asin, mesin kopi tak butuh bensin!"

Hujan kemudian turun lagi, deras, sangat deras.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun