Dilansir dari detik.com, mantan anggota DPR RI, Nazaruddin didakwa melakukan pencucian uang melalui pembelian saham pada berbagai perusahaan menggunakan uang hasil korupsi.Â
Pembelian saham tersebut dilakukan menggunakan perusahaan yang tergabung dalam Grup Permai. Sedangkan sumber pendapatan Grup Permai berasal dari fee oleh pihak lain atas jasa mengupayakan sejumlah proyek yang didanai pemerintah.Â
Memang Nazaruddin tidak tercatat langsung sebagai pemimpin maupun pengurus di Grup Permai tersebut, tetapi dia bisa mengendalikan perusahaan dan menikmati keuntungan yang paling besar dengan menyamarkan dan menyembunyikan asal-usul aset yang didapatkannya dari praktik korupsi.
Persidangan mengungkapkan bahwa setidaknya terdapat 42 rekening yang Nazaruddin gunakan untuk menyembunyikan uangnya.
Hakim kemudian memutuskan bahwa Nazaruddin secara hukum bersalah karena melanggar Pasal 378 KUHP dalam Pasal 55(1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 ayat 1 huruf a dan c UU No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, diubah dengan UU No. 25 Tahun 2003 Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Maka dari itu, pada tahun 2016 Nazaruddin selaku beneficial owner Grup Permai mendapatkan (tambahan) vonis hukuman selama enam tahun penjara.
2. Kasus Market Maker/Royal Dutch Shell Oil Company di Belanda
Kasus Market Maker/Royal Dutch Shell Oil Company di Belanda merupakan permasalahan mengenai apakah penerima penghasilan dividen adalah pemilik legal dari penghasilan tersebut.Â
Dalam kasus ini, Hakim menetapkan bahwa seiring terjadinya pembelian coupon dividen, Market Maker telah menjadi pemilik dividen itu.Â
Kemudian, Market Maker memiliki keleluasaan atas uang yang diterimanya. Hakim juga menyoroti bahwa Market Maker tidak memperoleh dividen tersebut atas nama pihak lain sebagaimana suatu agen.
Berdasarkan analisis itu, hakim membuat keputusan bahwa Market Maker adalah beneficial owner atas penghasilan dividen tersebut.