Kota Surabaya hampir hancur total. Mimpi dan firasat guruku ternyata benar. Tanah Surabaya berwarna merah, dibasuh oleh darah para pejuang. Mayat-mayat bergelimpangan. Puluhan ribu rakyat menjadi korban. Meski kali ini aku tak ikut berperang, karena keterbatasan fisikku, namun hatiku terbakar dan ikut menangis. Kecamuk perang telah meluluh lantakkan Surabaya.
Kami mungkin kalah. Tetapi keberanian kami menggema, menjadi inspirasi bagi Negara di Asia lain yang sedang terjajah. Kami menunjukkan pada dunia bahwa kemerdekaan itu layak dipertahankan. Bahwa kami pun pantas untuk menyandang predikat sebagai Negara yang merdeka.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H